Selasa, 03 Mei 2016

SENI BELA DIRI JEPANG

SENI BELA DIRI JEPANG
Terjemahan dari www.wikipedia.org
Pendahuluan

foto akhir abad ke-19 Yamabushi berjubah dan dipersenjatai dengan naginata (salah satu jenis pedang Jepang dengan tongkat panjang) dan tachi (salah satu jenis pedang Jepang)
Penggunaan istilah "budo" berarti seni bela diri yang modern, dan secara historis berarti cara hidup meliputi dimensi fisik, spiritual, moral dan dengan fokus perbaikan diri, pemenuhan, atau pertumbuhan pribadi. Istilah Bujutsu dan bugei memiliki definisi lebih diskrit, setidaknya menurut sejarah. Bujutsu mengacu khusus untuk aplikasi praktis dari taktik dan teknik bela diri dalam pertarungan yang sebenarnya. Bugei mengacu pada adaptasi atau penyempurnaan dari taktik dan teknik untuk memfasilitasi instruksi yang sistematis dan diseminasi dalam lingkungan belajar formal.

Sejarah

Melucuti penyerang menggunakan teknik tachi-dori ("perebutan pedang").
Asal sejarah dari seni bela diri Jepang dapat ditemukan dalam tradisi prajurit samurai (bangsawan militer dan kasta pejabat Jepang abad pertengahan dan awal modern) dan sistem kasta yang membatasi penggunaan senjata oleh anggota masyarakat lainnya. Awalnya, samurai diharapkan untuk mahir dalam penggunaan banyak senjata, serta pertarungan bersenjata, dan mencapai penguasaan tertinggi keterampilan tempur.
Biasanya, pengembangan teknik pertarungan terkait dengan alat yang digunakan untuk melakukan teknik tersebut. Dalam dunia yang cepat berubah, alat tersebut selalu berubah, membutuhkan teknik untuk menggunakannya yang secara terus-menerus untuk diciptakan lagi. Dalam kondisinya yang terisolasi sejarah Jepang agak unik. Dibandingkan dengan Negara lain, alat perang Jepang berkembang secara perlahan. Banyak orang percaya bahwa hal ini memberikan kelas ksatria kesempatan untuk mempelajari senjata mereka secara lebih mendalam dibanding dengan kebudayaan lain. Namun demikian, pengajaran dan pelatihan seni bela diri ini tidak berevolusi. Misalnya, dalam periode awal abad pertengahan, busur dan tombak yang diprioritaskan, tetapi selama periode Tokugawa, lebih sedikit peperangan skala besar terjadi, dan pedang menjadi senjata paling bergengsi. Kecenderungan lain yang berkembang sepanjang sejarah Jepang adalah bahwa peningkatan spesialisasi bela diri masyarakat menjadi lebih bertingkat dari waktu ke waktu.
Seni bela diri yang telah dikembangkan dan atau berasal dari Jepang luar biasa beragam, dengan banyak perbedaan dalam alat pelatihan, metode, dan filsafat serta aliran di sekolah-sekolah. Dikatakan bahwa, seni bela diri Jepang secara umum dapat dibagi menjadi budo Koryu dan gendai berdasarkan apakah mereka masing-masing ada sebelum atau setelah Restorasi Meiji. Karena budo gendai dan Koryu berbagi asal sejarah yang sama, kita akan menemukan berbagai jenis seni bela diri yang hampir sama (seperti jiu-jitsu, kenjutsu, atau naginatajutsu) pada keduanya.

Koryū bujutsu
Koryu (古流: こりゅう), yang berarti "perguruan tradisional", atau "perguruan tua", mengacu khusus untuk perguruan-perguruan seni bela diri, yang berasal di Jepang, baik sebelum awal Restorasi Meiji pada tahun 1868, atau dekrit Haitōrei di 1876. Dalam masa modern, bujutsu (武術?), yang berarti seni/ilmu militer, dilambangkan dengan aplikasi praktis dari teknik untuk situasi dunia nyata atau medan perang.
Istilah ini juga digunakan secara umum untuk menunjukkan aliran tertentu atau seni bela diri tersebut "tradisional" bukannya "modern". Namun, apakah itu termasuk dalam "tradisional" atau "modern" telah menjadi bahan perdebatan. Aturan praktisnya, tujuan utama dari seni bela diri Koryu adalah untuk digunakan dalam perang. Contoh yang paling ekstrim dari sebuah perguruan Koryu dilindungi secara tradisional, dan sering para leluhur berlatih bela diri bahkan disaat tidak ada perang. Perguruan Koryu lain mungkin telah memodifikasi latihan mereka (yang mungkin atau mungkin tidak mengakibatkan hilangnya status "Koryu" di mata sesama). Sebaliknya pada  seni bela diri "modern", fokus utamanya adalah pada perbaikan diri (mental, fisik, atau spiritual) dari praktisi individu, dengan penekanan pada aplikasi praktis dari seni bela diri baik untuk olahraga atau tujuan membela diri.
Subbagian berikut mewakili tidak setiap perguruan seni bela diri, melainkan "jenis" umum dari seni bela diri. Umumnya dibedakan atas dasar metodologi pelatihan dan peralatan, meskipun variasi lainnya masih ada.

Sumo
Sumo (相撲:?すもうsumo), yang dianggap oleh banyak orang olahraga nasional Jepang, memiliki asal-usul di masa lalu. Catatan tertulis paling awal dari Jepang, yang tanggal dari abad ke-8, mencatat pertandingan sumo pertama di 23 SM, khusus atas permintaan kaisar dan berlangsung sampai satu orang terluka. Mulai tahun 728 Masehi, Kaisar Shomu Tenno (聖武天皇, 701-756) mulai menyelenggrakan pertandingan resmi sumo di festival panen tahunan. Tradisi ini mengharuskan mengadakan pertandingan di hadapan kaisar, namun secara bertahap menyebar, dan juga diadakan di festival Shinto, dan pelatihan sumo akhirnya dimasukkan ke dalam pelatihan militer. Pada abad ke-17, sumo menjadi olahraga profesional terorganisir, terbuka untuk umum, dinikmati oleh kelas atas dan rakyat jelata.
Saat ini, sumo tetap memakai hiasan-hiasan tradisional, termasuk wasit berpakaian sebagai imam Shinto, dan ritual di mana kompetitor bertepuk tangan, menghentakkan kaki mereka, dan melemparkan garam di atas ring sebelum setiap pertandingan. Untuk memenangkan pertandingan, pesaing saling melempar dan melakukan teknik gulat untuk menjatuhkan lawan ke tanah, orang pertama yang menyentuh tanah dengan bagian tubuh selain bagian bawah kaki, atau menyentuh tanah di luar ring dengan bagian tubuh, kalah. Enam turnamen utama yang diadakan setiap tahun di Jepang, dan nama masing-masing pesumo profesional dan peringkatnya diterbitkan setelah setiap turnamen dalam daftar resmi, yang disebut banzuke, yang selalu diikuti oleh para penggemar sumo.

Jiu Jitsu

Pelatihan Jiu Jitsu di sebuah sekolah pertanian di Jepang sekitar tahun 1920.
Jiujitsu (柔術:?じゅうじゅつJujitsu), secara harfiah diterjemahkan menjadi "Soft Skills". Namun, lebih tepatnya, berarti seni menggunakan kekuatan tidak langsung, seperti kuncian atau teknik melempar. Untuk mengalahkan lawan, lawan tidak langsung menerima kekuatan seperti pukulan atau tendangan. Hal ini bukan berarti bahwa jiu jitsu tidak mengajarkan atau menggunakan serangan, melainkan tujuannya adalah untuk menggunakan kekuatan lawan untuk menyerang, dan menyerang kelemahan atau yang lemah pertahanannya.
Metode pertempuran termasuk menyerang (menendang, meninju), melempar (melempar tubuh, lemparan kuncian, lemparan tidak keseimbangan), bertahan (menjepit, mengunci, bergulat) dan persenjataan. Taktik defensif termasuk memblokir, menghindar, menghilangkan keseimbangan, berbaur dan melarikan diri. Senjata ringan seperti tanto (belati), ryu fundo kusari (rantai berbandul), Jutte (helm penghancur), dan Kakushi buki (senjata rahasia) termasuk dalam koryūjujutsu.
Kebanyakan teknik berasal dari sistem berbasis perang untuk dipraktekkan sebagai pendamping sistem senjata yang lebih umum dan penting. Pada saat itu, seni bela diri inimempunyai nama yang berbeda, termasuk kogusoku, yawara, kumiuchi, dan hakuda. Pada kenyataannya, sistem bertarung ini tidak benar-benar sistem tangan kosong, tetapi lebih tepat disebut sebagai cara dimana seorang prajurit tidak bersenjata atau bersenjata ringan bisa mengalahkan musuh bersenjata dan berbaju zirah di medan perang. Idealnya, samurai memang akan dipersenjatai dan tidak perlu menggunakannya.
Kemudian, Koryu lainnya dikembangkan menjadi sistem yang lebih akrab bagi para praktisi jiu jitsu seperti yang biasa kita lihat saat ini. Sistem ini umumnya dirancang untuk menghadapi lawan yang tidak mengenakan baju zirah maupun tidak dalam lingkungan medan perang. Untuk alasan tersebut, mereka masukan penggunaan atemi waza (teknik menyerang organ vital) yang lebih luas. Taktik ini sedikit tidak berguna terhadap lawan yang berbaju zirah di medan perang. Tapi teknik ini cukup berharga untuk siapa pun dalam menghadapi musuh atau lawan selama masa damai yang hanya mengenakan pakaian normal. Kadang-kadang, penggunaan senjata yang tidak terlalu mencolok seperti pisau atau Tessen (kipas besi) dimasukkan juga dalam kurikulum.
Saat ini, jiu jitsu dipraktekkan dalam berbagai bentuk teknik, baik kuno dan modern. Berbagai metode jiujitsu telah dimasukkan atau disatukan menjadi judo dan aikido, serta diekspor ke seluruh dunia dan ditransformasikan ke dalam sistem olahraga gulat (MMA), juga diadopsi baik secara keseluruhan atau hanya sebagian oleh sekolah-sekolah karate atau seni bela diri yang tidak terkait lainnya, tapi masih ada juga yang mempraktekan jiu jitsu aslinya seperti berabad-abad lalu.

Ilmu Pedang

Satu set (daisho) pedang antik Jepang (samurai) dan ujung pegangan pedang masing-masing (koshirae), katana atas dan wakizashi bawah, periode Edo
Ilmu pedang, seni pedang, memiliki etos hampir seperti mitos, dan diyakini oleh beberapa orang sebagai seni bela diri penting, melebihi semuanya. Terlepas dari kebenarannya, ilmu pedang itu sendiri telah menjadi subyek dari cerita dan legenda di hampir semua budaya di mana pedang telah digunakan sebagai alat kekerasan. Di Jepang, penggunaan katana tidak berbeda keadaannya. Meskipun awalnya keterampilan yang paling penting dari kelas prajurit adalah berkuda dan memanah, tapi akhirnya ilmu pedang juga menjadi hal yang penting yang harus dikuasai. Di era Kofun (abad ke-3 dan 4) bentuk awal pedang adalah berbilah lurus. Menurut legenda, pedang melengkung yang dibuat kuat dengan proses lipat terkenal pertama kali dibentuk oleh pandai besi Amakuni Yasutsuna (天國安綱, 700 M).
Perkembangan utama dari ilmu pedang terjadi antara 987 M dan 1597 M. Perkembangan ini ditandai dengan adanya seni bela diri yang mendalam selama era damai, dan memfokuskan pada daya tahan, utilitas, dan produksi massal selama periode perang, terutama perang sipil selama abad ke-12 dan invasi Mongolia selama abad ke-13 (transisi dari memanah di punggung kuda sampai ke pertempuran tangan kosong).
Pengembangan ilmu pedang bersamaan dengan pengembangan metode yang digunakan untuk menguasainya. Selama masa damai, prajurit dilatih dengan pedang, dan menemukan cara-cara baru untuk menerapkannya. Selama perang, teori-teori ini diuji. Setelah perang berakhir, mereka yang selamat mengevaluasi teknik apa saja yang berhasil dan apa yang tidak, dan menyampaikan teknik-teknik tersebut ke generasi berikutnya. Pada 1600 M, Tokugawa Ieyasu (徳川家康, 1543-1616) menguasai total seluruh Jepang, dan negara memasuki masa damai yang panjang dan berlangsung sampai Restorasi Meiji. Selama periode itu, teknik menggunakan pedang mengalami transisi dari seni bela diri untuk membunuh, menjadi mencakup pengembangan filsafat pribadi dan kesempurnaan spiritual.
Terminologi yang digunakan dalam ilmu pedang Jepang agak ambigu. Banyak nama telah digunakan untuk berbagai aspek seni atau untuk mencakup seni secara keseluruhan.

Kenjutsu
Kenjutsu (剣術:?けんじゅつ) secara harfiah berarti "seni/ilmu pedang". Meskipun istilah ini telah digunakan sebagai istilah umum untuk ilmu pedang secara keseluruhan, di zaman modern, kenjutsu lebih mengacu pada aspek tertentu dari ilmu pedang yang berkaitan dengan pelatihan pedang secara berpasangan. Hal Ini merupakan jurus tertua dari pelatihan ilmu pedang dan, pada tingkat yang paling rendah, terdiri dari dua orang dengan pedang terhunus, berlatih latihan tarung. Secara historis berlatih dengan katana kayu (bokken), terdiri dari jurus yang telah tentukan gerakannya, disebut kata, atau kadang-kadang disebut kumitachi, dan mirip dengan latihan berpasangan dipraktekkan di kendo. Siswa tingkat lanjut, menaikan level pelatihan kenjutsu dengan mempraktekan tarung bebas.

Battōjutsu
Battōjutsu (抜刀術:?ばっとうじゅつ), secara harfiah berarti "seni/ilmu menghunus pedang", dan dikembangkan pada pertengahan abad ke-15, adalah ilmu pedang yang memfokuskan diri pada teknik menarik pedang secara efisien, menebas musuh, dan mengembalikan pedang ke sarungnya (Saya). Istilah ini mulai dipakai secara khusus selama Periode Perang (abad ke 15 s.d 17). Terkait erat dengan, iaijutsu, pelatihan Battōjutsu menekankan pertahanan (defensive) dan menyerang dengan cepat (counter-attacking). Teknis pelatihan Battōjutsu menggabungkan kata, tetapi umumnya hanya terdiri dari beberapa gerak, dengan fokus cara melangkah mendekati musuh, menghunus pedang, melukai lawan, dan menyarungkan senjata. Latihan Battōjutsu cenderung kurang terperinci, serta hanya mempertimbangan estetika dari iaijutsu oriaidō kata. Akhirnya, perhatikan bahwa penggunaan nama saja tidak menunjukan teknik aslinya; apa yang disebut Battōjutsu untuk di satu sekolah mungkin saja teknik iaijutsu yang lain.

Iaijutsu
Iaijutsu (居合術:?いあいじゅつ), adalah "seni/ilmu kehadiran mental dan reaksi cepat", juga merupakan seni Jepang menghunus pedang. Namun, tidak seperti Battōjutsu, iaijutsu cenderung mempunyai teknik lebih kompleks, dan fokus pada penyempurnaan jurus. Aspek teknik utama yang halus, gerakan terkendali menarik pedang dari sarungnya, menyerang atau menyerang lawan, menghapus darah dari pedang, dan kemudian memasukan pedang ke sarungnya.

Naginatajutsu

Seorang samurai menghunus naginata.
Naginatajutsu (長刀術:?なぎなたじゅつ) adalah seni Jepang menggunakan naginata(salah satu jenis pedang Jepang dengan tongkat panjang), senjata menyerupai pedang Eropa abad pertengahan atau guisarme. Kebanyakan jurus naginata hari ini jurus yang telah dimodernisasi (gendai budo) yang disebut "jalan naginata" (naginata-do) atau "naginata baru" (Atarashii naginata), di mana kompetisinya juga diadakan.
Namun, banyak koryu mempertahankan naginatajutsu dalam kurikulum mereka. Perlu dicatat juga, selama periode Edo akhir, naginata digunakan untuk melatih gadis-gadis dan istri-istri yang menunggu suami-suami meraka selama perang. Dengan demikian, sebagian besar jurus naginatajutsu dikuasai oleh perempuan dan kebanyakan praktisi naginata di Jepang adalah perempuan. Hal ini telah memberikan kesan bahwa, naginatajutsu adalah seni bela diri yang tidak digunakan oleh prajurit laki-laki. Kenyataannya, naginatajutsu dikembangkan dari awal abad pertengahan Jepang dan sudah lama digunakan oleh para samurai.

Sōjutsu
Sōjutsu (槍術:?そうじゅつ) adalah seni Jepang  dalam pertempuran dengan tombak (yari). Untuk sebagian besar sejarah Jepang, Sōjutsu dipraktekkan secara luas oleh sekolah tradisional. Dalam masa perang, Sōjutsu adalah keterampilan utama yang harus dikuasai prajurit. Sekarang ini, Sōjutsu adalah seni kecil yang sangat sedikit diajarkan di sekolah-sekolah.

Ninjutsu
Ninjutsu dikembangkan oleh kelompok orang terutama dari Provinsi Iga dan Koka, Shiga dari Jepang yang menjadi terkenal karena keterampilan mereka sebagai pembunuh, penjelajah dan mata-mata. Pelatihan shinobi (Ninja) ini termasuk menyamar, melarikan diri, sembunyi, panahan, obat-obatan, bahan peledak, dan racun. Sebagian dikembangkan di abad ke-14 selama periode perang negara feodal Jepang, banyak sekolah (ryu) yang masing-masing memiliki ajaran unik yang berbeda-beda.

Seni Bela Diri Koryu Lainnya
Sekolah-sekolah seni bela diri asli dari Jepang yang hampir seluruhnya sogo (komprehensif) bujutsu. Dalam masa damai yang panjang Keshogunan Tokugawa ada peningkatan spesialisasi dengan banyak sekolah mengkhususkan diri dengan melatih senjata tertentu yang digunakan dalam peperangan. Namun, ada banyak senjata tambahan yang digunakan oleh prajurit pada zaman feodal Jepang, dan seni untuk menggunakan masing-masing senjata tersebut. Biasanya mereka dipelajari sebagai senjata sekunder atau tersier dalam sekolah tetapi ada juga, seperti seni memegang tongkat pendek, (Jodo) merupakan seni utama yang diajarkan oleh Shinto Muso-ryu.
Seni lainnya mengajarkan keterampilan militer selain penggunaan persenjataan. Contohnya meliputi keterampilan maritim seperti berenang dan mengarungi sungai (suijutsu), menunggang kuda/equestrianism (bajutsu), membakar dan menghancurkan gedung (Kajitsu).

Gendai budō
Gendai budo (現代武道: げんだいぶどう?), Secara harfiah berarti "cara beladiri modern". Biasanya berlaku untuk seni yang didirikan setelah awal Restorasi Meiji pada tahun 1868. Aikido dan judo adalah contoh gendai budo yang didirikan di era modern, sedangkan iaido merupakan modernisasi dari praktek yang telah ada selama berabad-abad.
Perbedaan inti, seperti penjelasan "Koryu", di atas, bahwa seni Koryu dipraktekkan seperti ketika utilitas utama mereka adalah untuk digunakan dalam peperangan, sedangkan tujuan utama budo gendai adalah untuk pengembangan diri, dengan pertahanan diri sebagai tujuan sekunder. Selain itu, banyak dari budo gendai telah memasukkan unsur olahraga mereka. Judo dan kendo adalah contohnya.

Judo

Judoka melakukan lemparan (osoto-gari)
Judo (柔道:?じゅうどうjudo), secara harfiah berarti "cara lembut", adalah seni bela diri berbasis gulat, dipraktekkan sebagai olahraga. Berisi substansi yang difokuskan pada pengembangan pribadi, spiritual, dan pengembangan diri secara fisik praktisi seperti yang ditemukan di seluruh gendai budo.
Judo diciptakan oleh Kano Jigoro (嘉納治五郎Kano Jigoro, 1860-1938) pada akhir abad ke-19. Kano mengambil seni bela diri Koryu,ia belajar (khusus Kito-ryu dan Tenjin Shin'yo-ryu jujutsu), dan secara sistematis menciptakan kembali ke dalam seni bela diri dengan fokus pada praktek gaya bebas (randori) dan kompetisi, membuang semua teknik-teknik berbahaya dari jiujutsu atau membatasinya hanya untuk kata. Kano merancang sistem yang kuat dari teknik-teknik dan metode pelatihan baru, yang mencapai puncaknya pada tanggal 11 Juni 1886, di sebuah turnamen yang nantinya akan didramatisasi oleh pembuat film Jepang Akira Kurosawa (黒沢明Kurosawa Akira, 1910-1998), dalam film "Sanshiro Sugata"(1943).
Judo masuk menjadi salah satu cabang Olimpiade pada tahun 1964, dan telah menyebar ke seluruh dunia. Sekolah asli Kano Jigoro, "Kodokan", memiliki siswa dari seluruh dunia, dan banyak sekolah lainnya telah didirikan oleh siswa-siswa Kano.

Kendo

Pelatihan kendo di sebuah sekolah pertanian di Jepang sekitar tahun 1920.
Kendo (剣道: けんどう kendo?), Yang berarti "jalan pedang", didasarkan pada pertempuran pedang Jepang. Yang merupakan evolusi dari seni kenjutsu, pelatihan dan praktek diwariskan dari beberapa sekolah pedang tertentu. Pengaruh teknis utama dalam perkembangannya adalah sekolah kenjutsu dari Itto-ryu (didirikan pada Abad ke-16), filosofi intinya berkisar konsep bahwa semua serangan pedang berkisar teknik kiri-oroshi (sabetan atas ke bawah). Kendo benar-benar mulai terbentuk dengan dikenalkannya pedang bambu, yang disebut shinai. Dan baju zirah kayu ringan, disebut bogu, oleh Naganuma Sirōzaemon Kunisato (長沼四郎左衛門国郷, 1688-1767), yang memungkinkan untuk mempraktekan serangan dengan kecepatan dan kekuatan penuh tanpa risiko cedera pada pasangan.
Saat ini, hampir seluruh Praktek kendo diatur oleh All Japan Kendo Federation (AJKF), didirikan pada tahun 1951. Pertandingan dinilai dari poin, dengan peserta pertama yang mencetak dua poin atas lawannya dinyatakan sebagai pemenang. Satu poin dapat dicetak dengan serangan sukses dan dilaksanakan dengan baik ke salah satu dari beberapa sasaran: sebuahserangan ke tenggorokan, atau serangan ke bagian atas kepala, sisi kepala, sisi tubuh, atau lengan. Praktisi juga bisa berkompetisi dalam jurus (kata), menggunakan pedang baik kayu atau logam tumpul, mempraktekkan jurus yang telah ditentukan oleh AJKF.

Iaidō
Iaido (居合道:?いあいどう), yang berarti "jalan kehadiran mental dan reaksi cepat", adalah modernisasi dari iaijutsu, tetapi dalam prakteknya sering identik dengan iaijutsu. Penggantian jutsu dengan do, adalah bagian dari abad ke-20 yang memfokuskan pada pengembangan pribadi dan spiritual. Evolusi yang terjadi di banyak seni bela diri, dalam kasus iaido, beberapa sekolah hanya berubah nama tanpa mengubah kurikulum, dan sekolah yang lain merubah semua dari orientasi pertarungan ke pengembangan rohani.

Aikido

Teknik shihonage Aikido
Aikido (合氣道: あいきどうaikido) berarti "jalan menuju keharmonisan dengan ki". Adalah seni bela diri Jepang yang dikembangkan oleh Morihei Ueshiba (植芝盛平Ueshiba Morihei, 1883-1969). Terdiri dari teknik "menyerang", "melempar" dan "kuncian" dan dikenal untuk gerakan yang mengalir dan menyatu dengan penyerang, daripada mengadu "kekuatan dengan kekuatan". Penekanannya kepada menyatukan dengan ritme dan tujuan lawan untuk mencari posisi dan waktu optimal, hingga lawan bisa ditundukan tanpa kekuatan. Aikido juga dikenal pada penekanan pengembangan pribadi siswa, yang mencerminkan latar belakang spiritual pendirinya.
Morihei Ueshiba mengembangkan aikido terutama dari Daito-ryuAiki-jūjutsu menggabungkan gerakan pelatihan seperti pelatihan yari (tombak), jo (tongkat pendek), dan juga juken (bayonet). Bisa dibilang pengaruh terkuatnya dalam banyak hal berasal dari kenjutsu, gerakan praktisi aikido dianggap sehebat gerakan pendekar pedang tapi dengan tangan kosong.

Kyūdō

Busur panah dengan tarikan penuh (kai).
Kyūdō (弓道:?きゅうどう), yang berarti "cara busur", adalah nama modern untuk panahan Jepang. Berasal dari bahasa Jepang, kyujutsu, "seni dari busur", adalah disiplin ilmu samurai, kelas prajurit Jepang. Busur adalah senjata jarak jauh yang memungkinkan sebuah unit militer untuk melumpuhkan kekuatan lawan dari jauh. Jika pemanah berada di atas kuda, mereka dapat digunakan sebagai platform senjata mobile untuk mendapatkan efek lebih dahsyat. Pemanah juga digunakan dalam pengepungan dan pertempuran laut.
Namun, dari abad ke-16 dan seterusnya, senjata api perlahan menggusur busur sebagai senjata medan perang yang dominan. Busur kehilangan signifikansinya sebagai senjata perang, dan di bawah pengaruh Buddhisme, Shinto, Taoisme dan Konfusianisme, panahan Jepang berevolusi menjadi kyudo, "cara busur". Di beberapa sekolah kyudo dipraktekkan sebagai latihan kontemplatif yang telah disempurnakan, sementara di sekolah lain dipraktekkan sebagai olahraga.

Karate
Karate (空手 karate?) Secara harfiah berarti "tangan kosong". Juga kadang-kadang disebut "jalan tangan kosong" (空手道 Karatedo?).
Karate berasal dan, secara teknis, Okinawa, sebelumnya dikenal sebagai Kerajaan Ryukyu, tapi sekarang menjadi bagian dari Jepang. Karate merupakan perpaduan dari yang sudah ada seni bela diri Okinawa, yang disebut "te", dan seni bela diri Tiongkok. Karate adalah seni yang telah diadopsi dan dikembangkan oleh praktisi di pulau utama Jepang Honshu.
Karate datang ke Honshu dimulai dari Gichin Funakoshi (船越義珍Funakoshi Gichin, 1868-1957), yang disebut sebagai bapak karate, dan merupakan pendiri Shotokan karate. Meskipun beberapa praktisi karate Okinawa sudah tinggal dan mengajar di Honshu, Funakoshi memberikan demonstrasi publik karate di Tokyo di sebuah pameran pendidikan jasmani disponsori oleh kementerian pendidikan pada tahun 1917, dan sekali lagi pada tahun 1922. Akibatnya, pelatihan karate dimasukkan ke dalam sistem sekolah publik Jepang. Juga, sampai saat ini seragam putih dan sistem ranking Kyu/Dan (yang awalnya dilakukan oleh pendiri judo, Kano Jigoro) diadopsi dari judo.
Latihan karate ditandai dengan teknik tinju dan tendangan yang dilakukan dari posisi kuda-kuda yang stabil. Banyak aliran karate dipraktekkan saat ini yang menggabungkan jurus (kata) awalnya dikembangkan oleh Funakoshi dan gurunya, dan banyak pelatihan menggunakan senjata yang berbeda yang awalnya digunakan sebagai alat pertanian oleh petani dari Okinawa. Banyak praktisi karate berpartisipasi di kompetisi ringan dan minim kontak, sementara beberapa lainnya (contohKyokushin karate) bersaing di kompetisi full contact dengan sedikit atau tanpa alat pelindung sama sekali.

Shorinji Kempo
Shorinji Kempo (? 少林寺拳法Shorinji-Kenpo) adalah system bela diri pasca Perang Dunia II dan pelatihan pengembangan diri (行: Gyo atau disiplin) dikenal sebagai versi modifikasi dari Shaolin Kung Fu. Ada dua kategori teknik primer seperti Goho (serangan, tendangan dan bertahan) dan Juho (jepitan, kuncian dan menghindar). Didirikan pada tahun 1947 oleh Doshin So (宗道臣So Dōshin?) Yang berada Manchuria selama Perang Dunia II dan kembali ke negara asalnya Jepang setelah Perang Dunia II, melihat kebutuhan untuk mengatasi kehancuran dan membangun kembali kepercayaan diri rakyat Jepang dalam skala besar.
Meskipun Shorinji Kempo awalnya diperkenalkan di Jepang pada akhir 1940-an dan 1950-an melalui program skala besar yang melibatkan karyawan organisasi nasional utama (contoh Japan Railways) yang kemudian menjadi populer di banyak negara lain. Saat ini, menurut World Shorinji Kempo Organization (WSKO), ada hampir 1,5 juta praktisi di 33 negara.

Konsep Filosofis dan Strategis

Aiki
Prinsip aiki (合気?) sangat sulit untuk digambarkan atau dijelaskan. Terjemahan yang paling sederhana dari Aiki, adalah "gabungan energi", memungkiri kedalaman filosofis. Umumnya, adalah prinsip yang mencocokan lawan untuk mengalahkannya. Ini adalah konsep "mencocokan", atau "menggabungkan", atau bahkan "harmonisasi" (semua interpretasi yang valid dari ai) yang berisi kompleksitas. Seseorang mungkin "mencocokan" lawan dalam bentrokan tenaga, bahkan mungkin mengakibatkan terbunuh bersama-sama. Dan itu bukan aiki. Aiki dicontohkan sebagai gagasan mengabungkan fisik dan mental dengan lawan dengan tujuan untuk menghindari benturan langsung kekuatan. Dalam prakteknya, aiki dicapai dengan terlebih dahulu bergabung dengan gerakan lawan (aspek fisik) serta maksud (bagian mental), kemudian mengatasi kehendak lawan, mengarahkan gerak dan niat mereka.
Secara historis, prinsip ini digunakan untuk tujuan merusak; untuk mengambil keuntungan dan membunuh lawan. Seni bela diri modern aikido dilandasi prinsip bahwa pengendalian lawan dicapai oleh keberhasilan penerapan aiki untuk mengalahkan lawan tanpa melukai mereka.

Sikap
Kokoro (心: こころ) adalah sebuah konsep yang terdapat di banyak seni bela diri, tetapi tidak memiliki makna diskrit tunggal. Secara harfiah diterjemahkan sebagai "jantung", dalam konteks ini juga bisa berarti "karakter" atau "sikap." Karakter adalah sebuah konsep sentral dalam karate, dan sesuai dengan sifat asli dodi karate modern, ada penekanan besar pada pengembangan diri. Hal ini sering dikatakan bahwa seni karate adalah untuk membela diri; tidak melukai lawan adalah ekspresi tertinggi dari seni. Beberapa kutipan populer melibatkan konsep ini meliputi:
"Tujuan utama Karate tidak terletak pada kemenangan atau kekalahan, tetapi dalam kesempurnaan karakter dari pelaku." -Gichin Funakoshi.

Budō
Budō adalah istilah Jepang yang menggambarkan seni bela diri Jepang modern. Secara harfiah diterjemahkan "jalan bela diri", dan dapat dianggap sebagai "jalan perang".

Bushidō
Kode etik kehormatan bagi cara hidup samurai, pada prinsipnya mirip dengan ksatria tapi budayanya sangat berbeda. Secara harfiah "jalan prajurit", yang didedikasikan untuk Bushido memiliki keterampilan yang baik dengan pedang atau busur, dan dapat menahan rasa sakit dan ketidaknyamanan. Disini menekankan keperkasaan, keberanian, dan kesetiaan kepada tuan mereka (daimyo) di atas semua.

Kesopanan
Shigeru Egami (adalah seorang master Jepang perintis Shotokan karate yang mendirikan aliran Shōtōkai. Dia adalah seorang siswa dari Gichin Funakoshi, yang secara luas diakui sebagai pendiri karate modern):
Kata-kata yang saya sering dengar adalah "segala sesuatu yang dimulai dengan rei dan berakhir dengan rei". Kata itu sendiri, bagaimanapun, dapat ditafsirkan dalam beberapa cara; rei dari reiki berarti "etiket, sopan santun, adab" dan juga merupakan rei dari keirei, "salam" atau "busur". Arti dari rei kadang-kadang dijelaskan dalam hal kata atau Katachi( "latihan formal" dan "jurus"). Hal Ini sangat penting tidak hanya di karate tetapi dalam semua seni bela diri modern. Untuk tujuan dalam seni bela diri modern, mari kita pahami rei sebagai busur seremonial yang sopan dan pantas yang nyata.
Seseorang yang akan mengikuti cara karate harus sopan, tidak hanya dalam pelatihan tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Rendah hati dan lembut, dia tidak pernah harus seperti budak. Penampilannya dalam melakukan kata harus mencerminkan keberanian dan kepercayaan diri. Kombinasi yang sepertinya berlawanan dengan asas keberanian dan kelembutan berujung pada harmoni. Memang benar, sebagai Master Funakoshi pernah katakan, bahwa semangat karate akan hilang tanpa sopan santun.

Kiai
Sebuah istilah yang menggambarkan 'semangat berjuang'. Dalam penggunaan praktis sering merujuk pada jeritan atau teriakan yang dilakukan selama serangan, digunakan untuk pernapasan yang tepat serta melemahkan atau mengganggu musuh.

Metode Keras Dan Lunak ("hard-style" dan "soft-style")

Simbol "yin-yang" (bahasa Tiongkok: taijitu).
Ada dua metodologi strategis yang mendasari penerapan aliran dalam seni bela diri Jepang. Salah satunya adalah metode keras "hard-style" (剛法Goho?), dan metode lunak "soft-style" (柔法Juho?). Tersirat dalam konsep-konsep terpisah tapi sama dan saling terkait alam, berhubungan dengan filosofis dari prinsip-prinsip Tiongkok yin dan yang (bahasa Jepang: in dan yo).
Metode keras ditandai dengan penerapan langsung melawan kekuatan lawan. Dalam prakteknya, bisa berarti serangan langsung, yang terdiri dari gerakan langsung terhadap lawan, bertepatan dengan serangan terhadap lawan. Sebuah teknik defensif di mana petarung berdiri untuk memblokir atau menangkis (langsung menentang serangan dengan menghentikannya atau menyerang dari samping), menjadi contoh dari metode keras dari pertahanan. Teknik metode keras umumnya dikonseptualisasikan sebagai garis lurus.
Metode lunak dicirikan oleh mengaplikasikan kekuatan secara tidak langsung, baik menghindari atau mengalihkan kekuatan yang berlawanan. Misalnya, menerima serangan dengan menghindarinya, diikuti dengan menyerang dengan kekuatan ke anggota badan penyerang dengan tujuan membuat tidak seimbang penyerang adalah contoh dari metode lembut. Teknik metode lembut umumnya dikonseptualisasikan sebagai lingkaran.
Definisi ini sering menimbulkan perbedaan ilusi antara "hard-style" dan "soft-style" seni bela diri. Sebenarnya, sebagian besar praktisi bela diri menggunakan keduanya, terlepas dari nomenklatur internal mereka. Menganalisis perbedaan sesuai dengan prinsip yin dan yang, filsuf menegaskan bahwa ketidakhadiran salah satunya akan membuat keterampilan praktisi tidak seimbang atau kekurangan, seperti yin dan yang masing-masing hanya setengah dari keseluruhan.

Bukaan, inisiatif dan waktu (Openings, initiative and timing)
Bukaan, inisiatif, dan waktu (Openings, initiative and timing) adalah konsep yang sangat berlaku untuk pertahanan diri dan pertarungan kompetitif. Mereka masing-masing menunjukkan pertimbangan yang berbeda relevan dengan berhasil atau tidaknya dalam memulai atau melawan serangan.
Bukaan (suki隙?) adalah dasar dari sebuah serangan yang berhasil. Meskipun mungkin untuk berhasil melukai lawan yang siap menerima serangan, hal ini jelas lebih baik untuk menyerang saat dan di mana lawan sedang terbuka. Pertahanan yang menjadi terbuka mungkin dengan membuat lawan menjadi lelah dan menurunkan pertahanannya (seperti menurunkan tangan mereka), atau dengan cerdik menurunkan konsentrasi. Dalam bentuk klasik pertarungan antara master, masing-masing akan berdiri hampir tidak bergerak pertahanan yang terbuka terlihat; kemudian mereka mulai menyerang dengan serangan yang mematikan, dengan tujuan melumpuhkan lawan dengan satu pukulan.
Dalam seni bela diri Jepang, "inisiatif" (先sen?) adalah "saat yang menentukan bila serangan mematikan dimulai." Ada dua jenis inisiatif dalam seni bela diri Jepang, inisiatif awal (先の先sen no sen? ), dan akhir inisiatif (後の先go no sen?). Setiap jenis inisiatif saling melengkapi satu sama lain, dan memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Inisiatif awal adalah mengambil keuntungan dari pembukaan di pertahanan lawan atau konsentrasi. Untuk sepenuhnya mengambil inisiatif awal, serangan itu diluncurkan harus dengan komitmen total dan jangan ragu-ragu, dan mengabaikan kemungkinan serangan balasan oleh lawan. Akhir inisiatif melibatkan upaya aktif untuk menginduksi serangan lawan yang akan membuat lemah pertahanan lawan, seringkali juga dengan berpura-pura melakukan pembukaan yang menarik lawan melakukan serangan.
Semua konsep di atas diintegrasikan ke dalam gagasan interval pertarungan atau waktu (間合いmaai?). Maai adalah konsep yang rumit, menggabungkan bukan hanya jarak antara lawan, tetapi juga waktu yang diperlukan untuk melintasi jarak, dan sudut dan irama serangan. Hal ini mengkhususkan diri untuk menentukan "posisi" yang tepat untuk menyerang lawan, setelah memperhitungkan unsur-unsur lain di atas. Misalnya, maai lawan lebih cepat adalah lebih jauh daripada lawan lambat. Ini sangat ideal untuk lawan untuk mempertahankan maai sambil mencegah serangan.
• Go no sen - berarti "akhir serangan" melibatkan gerakan defensif atau counter serangan.
• Sen no sen - inisiatif pertahanan diluncurkan bersamaan dengan serangan dari lawan.
• Sensen no sen - sebuah inisiatif yang diluncurkan untuk mengantisipasi serangan di mana lawan berkomitmen penuh untuk menyerang dan dengan demikian secara psikologis tidak bisa menghentikan serangan tersebut.

Shuhari
Prinsip Shuhari menggambarkan tiga tahap pembelajaran.

Pengajaran

Sekolah-sekolah
Secara harfiah berarti "aliran" dalam bahasa Jepang, Ryu adalah sekolah khusus seni.

Instruktur/Pelatih
Sensei (? 先生) adalah nama yang digunakan untuk seorang guru, dengan cara yang mirip dengan sebuah perguruan tinggi 'Profesor'. Sōke (宗家:?そうけ). Diterjemahkan sebagai "kepala sekolah" yang berarti kepala ryu.

Senior dan Yunior
Hubungan antara siswa senior (先輩senpai?) san siswa junior (後輩kōhai?) bukan hanya berasal dari seni bela diri, melainkan sudah ada dalam budaya Jepang dan Asia umumnya. Ini mendasari hubungan interpersonal orang Jepang di banyak konteks, seperti bisnis, sekolah, dan olahraga. Hal ini telah menjadi bagian dari proses pembelajaran di sekolah seni bela diri Jepang. Seorang siswa senior adalah seorang senior untuk semua siswa baik yang baru mulai pelatihan, atau secara tingkatan di bawahnya. Peran siswa senior sangat penting untuk indoktrinasi para siswa junior untuk etika, etos kerja, dan kebajikan lainnya yang penting untuk sekolah. Siswa junior diharapkan untuk memperlakukan senior mereka dengan hormat, dan memainkan peran penting dalam memberikan siswa senior kesempatan untuk belajar keterampilan kepemimpinan. Siswa Senior bisa mengajar kelas formal, tetapi dalam segala hal mereka berperan sebagai guru kepada siswa junior, dengan memberikan contoh dan dengan memberikan dorongan moral.

Tingkatan
Terdapat dua sistem pendidikan dalam seni bela diri Jepang, meskipun di beberapa sekolah ada yang telah menggabungkan kedua sistem ini bersama-sama. Sistem pendidikan lama sebelum tahun 1868 berdasarkan kurikulum yang tradisi pertahankan. Kurikulum ini mempunyai serangkaian tingkatan yang diturunkan dalam Ryu (tradisi). Tujuan dari Kurikulum ini adalah para siswa mencapai "lisensi transmisi total" (menkyo kaiden), yang merupakan lisensi yang memperbolehkan siswa untuk mengajarkan tradisi ryu di luar dari ryu tersebut.
Sistem modern setelah tahun 1868 (dani) pemberian sabuk sesuai tingkatan tertentu. Siswa naik dengan tingkat melalui serangkaian "nilai" (Kyu), diikuti oleh serangkaian "tingkat" (Dan), sesuai dengan prosedur pengujian formal. Beberapa perguruan hanya menggunakan sabuk putih dan hitam untuk membedakan antara tingkatan keterampilan, sementara yang lain menggunakan perkembangan sabuk berwarna untuk tingkat kyu.

Jurus

Dikatakan bahwa jurus (kata) adalah tulang punggung dari seni beli diri, Namun demikian, di sekolah dan aliran berbeda mengajarkan banyak variasi jurus yang berbeda-beda dalam latihan mereka.

Selasa, 19 April 2016

BELADIRI TIONGKOK

BELADIRI TIONGKOK
Terjemahan dari www.wikipedia.org

Kung fu Shaolin
Pendahuluan
Seni bela diri Tiongkok, sering diasosiasikan dengan kung fu (/ kʊŋ fu /; Bahasa Tiongkok: 功夫; Bahasa pinyin: gong fu) dan wushu (武), padahal ada beberapa ratus aliran bela diri yang telah dikembangkan selama berabad-abad di Tiongkok. Aliran bela diri sering diklasifikasikan menurut ciri-ciri umum, yang diidentifikasi sebagai "keluarga" (家, Jia), "sekte" (派; Pai) atau "perguruan" (門, men) dari seni bela diri. Contoh ciri-ciri tersebut termasuk Shaolinquan (少林 拳) latihan fisik melibatkan gerakan Lima Hewan (五 形), atau metode pelatihan terinspirasi oleh filsafat, agama dan legenda Tiongkok. Aliran yang berfokus pada manipulasi qi (chi) disebut dalam (内 家 拳, nèijiāquán), sementara yang lain yang berkonsentrasi pada peningkatan otot dan kebugaran kardiovaskular disebut "eksternal" (外家 拳; wàijiāquán). Pembagian geografis, seperti di utara (北 拳, běiquán) dan "selatan" (南拳; Nanquan), adalah metode klasifikasi lain yang populer.

Terminologi
Kung fu dan wushu adalah kata-kata pinjaman dari Tiongkok, dalam bahasa Inggris, yang digunakan untuk merujuk pada seni bela diri Tiongkok. Namun, di bahasa Tiongkok istilah kung fu dan wushu memiliki arti yang berbeda. Persamaan istilah "seni bela diri Tiongkok" adalah Zhongguo wushu (Bahasa Tiongkok : 中國 武術; Bahasa pinyin: Zhongguo wǔshù) (Mandarin).
Di Tiongkok, istilah kung fu (功夫) mengacu pada keterampilan yang diperoleh melalui pembelajaran atau praktek. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata-kata 功 (gong) yang berarti "latihan", "hasil yang dicapai", atau "manfaat", dan 夫 (fu) yang merupakan partikel atau akhiran nominal dengan beragam makna.
Wǔshù secara harfiah berarti "seni bela diri". Hal ini terbentuk dari dua kata 武術: 武 (), yang berarti "bela diri" atau "militer" dan 術 atau (shu), yang diterjemahkan ke dalam "seni", "disiplin", "keterampilan" atau "metode". Wushu juga menjadi nama untuk olahraga modern wushu, eksebisi dan olahraga full contact baik tangan kosong dan bersenjata (Bahasa Tiongkok: 套路), diadaptasi dan dinilai kriteria estetika untuk nilai-nilai yang dikembangkan sejak tahun 1949 di Republik Rakyat Tiongkok.
Quan fa (拳法) adalah istilah Tiongkok untuk seni bela diri Tiongkok. Ini berarti "metode kepalan" atau "jalan tinju" (quan berarti "tinju" atau "kepalan" [harfiah, meringkuk tangan], dan fa berarti "hukum", "jalan" atau "metode"), meskipun sebagai kata majemuk biasanya diterjemahkan sebagai "tinju" atau "teknik pertempuran." Kempō adalah nama seni bela diri Jepang diwakili oleh karakter hanzi yang sama.

Sejarah
Asal-usul seni bela diri Tiongkok telah dikaitkan dengan kebutuhan untuk pertahanan diri, teknik berburu dan pelatihan militer di Tiongkok kuno. Pertarungan tangan kosong dan senjata menjadi hal yang penting dalam melatih tentara Tiongkok kuno.
Pengetahuan rinci tentang keadaan dan perkembangan seni bela diri Tiongkok tersedia dari dekade Nanjing (1928-1937), Central Guoshu Institute didirikan oleh rezim Kuomintang membuat upaya untuk mengkompilasi survei ensiklopedis perguruan seni bela diri. Sejak tahun 1950, Republik Rakyat Tiongkok telah menyelenggarakan seni bela diri Tiongkok sebagai eksibisi dan olahraga full contact di bawah nama Wushu.

Asal Usul/Legenda
Menurut legenda, seni bela diri Tiongkok berasal selama semi-mitos Dinasti Xia (夏朝) lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Dikatakan Kaisar Kuning (Huangdi) (2698 SM) memperkenalkan sistem pertempuran awal ke Tiongkok. Kaisar Kuning digambarkan sebagai seorang jenderal terkenal, yang sebelum menjadi pemimpin Tiongkok, menulis risalah panjang tentang obat-obatan, astrologi dan seni bela diri. Salah satu lawan utamanya adalah Chi You (蚩尤) yang dikreditkan sebagai pencipta jiao di, cikal bakal seni modern Gulat Tiongkok.

Sejarah awal
Referensi awal untuk seni bela diri Tiongkok ditemukan di Chun Qiu (abad ke-5 SM), di mana teori pertempuran tangan kosong, disebutkan bahwa telah diintegrasikan pengertian tentang teknik "keras" dan "lunak". Sebuah sistem gulat disebut juélì atau jiǎolì (角力) disebutkan dalam Ritus Klasik. Sistem perkelahian ini termasuk teknik seperti serangan, melempar, manipulasi sendi, dan serangan titik tertentu. Jiao Di menjadi cabang olahraga selama Dinasti Qin (221-207 SM). Catatan Sejarah Bibliografi Han, oleh Mantan Han (206 SM - 8 M), bahwa ada perbedaan antara pertempuran tangan kosong, yang disebut shǒubó (手 搏), yang manual pelatihan sudah ditulis, dengan gulat sport, kemudian dikenal sebagai juélì (角力). Gulat juga didokumentasikan dalam Shǐ Ji, Catatan Sejarah Agung, yang ditulis oleh Sima Qian (100 SM).
Dalam Dinasti Tang, deskripsi tarian pedang yang diabadikan dalam puisi karya Li Bai. Dalam dinasti Song dan Yuan, kontes xiangpu disponsori oleh pengadilan kekaisaran. Konsep modern wushu sepenuhnya dikembangkan oleh dinasti Ming dan Qing.

Pengaruh Filosofis
Ide-ide yang berhubungan dengan seni bela diri Tiongkok berubah seiring evolusi masyarakat Tiongkok dan dari waktu ke waktu diperoleh beberapa basis filosofis: Catatan di Zhuangzi (庄子), teks Taois, berkaitan dengan psikologi dan praktek seni bela diri. Zhuangzi, adalah penulis eponymous, diyakini telah hidup di abad ke-4 SM. Dao De Jing, sering dikreditkan ke Lao Zi, adalah teks Tao lain yang berisi prinsip-prinsip yang berlaku untuk seni bela diri. Menurut salah satu teks klasik Konfusianisme, Zhou Li (周禮 / 周礼), panahan dan kereta tempur adalah bagian dari "enam seni" (disederhanakan: 六; tradisional Tiongkok: 六藝; Bahasa pinyin: liu yi, termasuk ritual, musik, kaligrafi dan matematika) dari Dinasti Zhou (1122-256 SM). The Art of War (孫子兵 法), ditulis selama abad ke-6 SM oleh Sun Tzu (孫子) tentang peperangan militer tapi berisi ide-ide yang digunakan dalam seni bela diri Tiongkok.
Praktisi Tao telah berlatih Tao Yin (latihan fisik mirip dengan Qigong yang menjadi salah satu nenek moyang untuk T'ai chi ch'uan) dari sejak 500 SM. Dalam 39-92 M, "Six Chapters of Hand Fighting (Enam Bab Pertarungan Tangan Kosong)", masuk dalam Han Shu (sejarah Mantan Dinasti Han) yang ditulis oleh Pan Ku. Juga, catatan Hua Tuo, mencatat "Lima Binatang Bermain" macan, rusa, monyet, beruang, dan burung, sekitar 220 M. Filsafat Taois dan pendekatan mereka untuk kesehatan dan olahraga telah mempengaruhi seni bela diri Tiongkok sampai tingkat tertentu. Referensi konsep Taois dapat ditemukan dalam aliran seperti "Delapan Dewa," yang menggunakan teknik pertarungan dikaitkan dengan karakteristik masing-masing Dewa.

Seni bela diri berbasis Biara Shaolin
Aliran kung fu Shaolin dianggap sebagai salah satu lembaga seni bela diri Tiongkok pertama. Bukti tertua partisipasi Shaolin dalam pertempuran adalah sebuah prasasti dari 728 M yang membuktikan dua peristiwa: Pertahanan Biara Shaolin dari bandit sekitar 610 M, dan peran serta mereka dalam kekalahan Wang Shichong pada Pertempuran Hulao di 621 M. Dari abad ke-8 sampai 15, tidak ada dokumen yang memberikan bukti partisipasi Shaolin dalam pertempuran.
Antara abad 16 dan 17, setidaknya empat puluh sumber yang memberikan bukti bahwa biarawan Shaolin berlatih seni bela diri, dan praktek bela diri menjadi bagian integral dari kehidupan biara Shaolin. Kehadiran awal dari legenda Biara Kung Fu Shaolin tercatat di periode ini. Asal usul legenda ini telah dilacak ke periode Ming Yijin Jing atau  “Perubahan Otot Klasik", sebuah teks yang ditulis pada tahun 1624 dikaitkan untuk Bodhidharma.

Gambar pertarungan biarawan menunjukkan keterampilan mereka saat kunjungan pejabat (lukisan dinding awal abad ke-19 di Biara Shaolin).

Referensi praktek seni bela diri di Shaolin muncul dalam berbagai genre sastra dari Dinasti Ming akhir: lukisan batu nisan dari Shaolin biksu, manual seni bela diri, ensiklopedi militer, tulisan sejarah, catatan perjalanan, fiksi dan puisi. Namun sumber-sumber ini tidak menunjukkan ke salah satu aliran tertentu berasal dari Shaolin. Sumber-sumber tersebut, bertolak belakang dengan periode Tang, yang mengarah ke metode pertarungan bersenjata Shaolin. Ini termasuk keterampilan yang rahib Shaolin yang menjadikan mereka  terkenal: toya/tongkat (gun, Kanton gwan). Jenderal dari Dinasti Ming, Qi Jiguang memasukan deskripsi Shaolin Quan Fa (Tiongkok: 少林 拳法; Wade-Giles: Shao Lin ch'uan Fa; secara harfiah: " teknik tinju Shaolin"; Jepang: Shorin Kempo) dan teknik toya dalam bukunya, Ji Xiao Xin Shu (紀 效 新書), yang dapat diterjemahkan Buku Baru Catatan Teknik-teknik Efektif. Ketika buku ini menyebar ke Asia Timur, itu memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan seni bela diri di daerah seperti Okinawa dan Korea.

Sejarah Modern
Periode Republik
Kebanyakan aliran yang dipraktekkan sebagai seni bela diri tradisional Tiongkok saat ini mencapai popularitas mereka pada abad ke-20. Beberapa di antaranya Baguazhang, Tinju Mabuk, Cakar Elang, Lima Hewan, Xingyi, Hung Gar, Monyet, Bak Mei Pai, Northern Praying Mantis (belalang sembah Utara), Southern Praying Mantis (belalang sembah Selatan), Fujian White Crane (Bangau Putih Fujian), Jow Ga, Wing Chun dan Taijiquan. Peningkatan popularitas aliran mereka adalah hasil dari perubahan dramatis yang terjadi di dalam masyarakat Tiongkok.
Pada 1900-1901, Tinju keadilan dan harmonis (Pemberotakan Boxer) bangkit melawan penjajah asing dan misionaris Kristen di Tiongkok. Pemberontakan ini dikenal di Barat sebagai Pemberontakan Boxer dikarenakan seni bela diri dan gerak badan dilatih oleh para pemberontak. Ibusuri Cixi menguasai pemberontakan dan mencoba untuk menggunakannya melawan kekuatan asing. Kegagalan pemberontakan yang dipimpinnya selama sepuluh tahun sampai keruntuhan Dinasti Qing dan penciptaan Republik Tiongkok.
Sekarang seni bela diri Tiongkok sangat dipengaruhi oleh peristiwa Periode Republik (1912-1949). Pada periode transisi antara jatuhnya Dinasti Qing serta gejolak dari invasi Jepang dan Perang Saudara Tiongkok, seni bela diri Tingkok menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat umum banyak seniman bela diri didorong untuk secara terbuka mengajarkan seni mereka. Pada saat itu, beberapa seni bela diri dianggap sebagai sarana untuk mempromosikan kebanggaan nasional dan membangun bangsa yang kuat. Akibatnya, banyak petunjuk pelatihan (拳 ) diterbitkan, sebuah akademi pelatihan diciptakan, dua ujian nasional diselenggarakan serta tim demonstrasi bepergian ke luar negeri, dan banyak asosiasi seni bela diri dibentuk di seluruh Tiongkok dan di berbagai masyarakat keturunan Tiongkok di luar negeri. The Central Guoshu Academy (Zhang Yang Guo Shu Guan, 中央 國 術 館 / 中央 国 ) yang dibentuk oleh Pemerintah Nasional pada tahun 1928 dan Jing Athletic Association Wu (精 武 體育 會 / 精 武 体育 会) didirikan oleh Huo Yuanjia pada tahun 1910 adalah contoh organisasi yang mempromosikan pendekatan sistematis untuk pelatihan dalam seni bela diri Tiongkok. Serangkaian kompetisi provinsi dan nasional diselenggarakan oleh pemerintah Republik mulai pada tahun 1932 untuk mempromosikan seni bela diri Tiongkok. Pada tahun 1936, di Olimpiade ke-11 di Berlin, sekelompok seniman bela diri Tiongkok menunjukkan seni mereka kepada masyarakat internasional untuk pertama kalinya.
Istilah Kuoshu (atau Guoshu, 國 術 berarti "seni nasional"), dipilih daripada istilah sehari-hari gongfu diperkenalkan oleh Kuomintang dalam upaya untuk lebih dekat mengasosiasikan seni bela diri Tiongkok dengan kebanggaan nasional bukan prestasi individu.

Republik Rakyat Tiongkok
Seni bela diri Tiongkok menyebar secara internasional dengan cepat saat berakhirnya Perang Saudara Tiongkok dan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada 1 Oktober 1949. Banyak seniman bela diri terkenal memilih untuk melarikan diri dari kekuasaan Tiongkok dan bermigrasi ke Taiwan, Hong Kong, dan bagian lain dunia. Para master mulai mengajarkan dalam komunitas Tiongkok di luar negeri tapi akhirnya mereka memperluas ajaran mereka untuk memasukkan orang-orang dari kelompok etnis lain.
Di Tiongkok, praktek seni bela diri tradisional dikucilkan selama tahun-tahun penuh gejolak Revolusi Kebudayaan Tiongkok (1969-1976). Seperti banyak aspek lain dari kehidupan tradisional Tiongkok, seni bela diri menjadi sasaran transformasi radikal oleh Republik Rakyat Tiongkok untuk menyelaraskan mereka dengan doktrin revolusioner Maois. Tiongkok mempromosikan komite olahraga Wushu sebagai pengganti perguruan independen dari seni bela diri. Kompetisi olahraga baru ini memisahkan diri dari apa yang dilihat sebagai aspek-aspek berpotensi subversif dan garis keturunan keluarga seni bela diri Tiongkok.
Pada tahun 1958, pemerintah membentuk All-Cina Wushu Association sebagai organisasi payung untuk mengatur pelatihan seni bela diri. Komisi Negara Tiongkok untuk Fisik Budaya dan Olahraga memimpin dalam menciptakan jurus-jurus standar untuk sebagian besar seni utama. Selama periode ini, sistem Wushu nasional yang mencakup jurus standar, mengajar kurikulum, dan instruktur gradasi didirikan. Wushu diperkenalkan di kedua sekolah tinggi dan tingkat universitas. Penindasan terhadap pengajaran tradisional mengendur selama Era Rekonstruksi (1976-1989), sejalan ideologi Komunis menjadi lebih akomodatif terhadap sudut pandang alternatif. Pada tahun 1979, Komisi Negara Budaya Fisik dan Olahraga menciptakan satuan tugas khusus untuk mengevaluasi kembali pengajaran dan praktek Wushu. Pada tahun 1986, Cina National Research Institute of Wushu didirikan sebagai otoritas pusat untuk penelitian dan administrasi kegiatan Wushu di Republik Rakyat Tiongkok.
Perubahan kebijakan dan sikap pemerintah terhadap olahraga pada umumnya menyebabkan penutupan Komisi Olahraga Negara (pusat otoritas olahraga) pada tahun 1998. Penutupan ini dilihat sebagai upaya untuk sebagian mendepolitisasi olahraga terorganisir dan bergerak kebijakan olahraga Tiongkok ke arah yang lebih pasar inginkan. Sebagai hasil dari perubahan faktor sosiologis di Tiongkok, kedua aliran tradisional dan pendekatan Wushu modern yang sedang dipromosikan oleh pemerintah Tiongkok.
Seni bela diri Tiongkok merupakan bagian integral dari budaya populer Tiongkok abad ke-20. Wuxia atau "seni bela diri fiksi" adalah genre populer yang muncul di awal abad 20 dan mencapai puncaknya pada popularitas pada 1960-an untuk tahun 1980-an. Film wuxia yang diproduksi dari tahun 1920-an. Kuomintang menekan wuxia, menuduhnya mempromosikan takhayul dan kekerasan. Karena itu, wuxia datang untuk berkembang di Hong Kong, dan genre film aksi kung fu di bioskop Hong Kong menjadi sangat populer, mendapat perhatian internasional dari tahun 1970-an. Genre tersebut agak menurun selama tahun 1980, dan pada akhir 1980-an industri film Hong Kong mengalami penurunan dramatis, bahkan sebelum Hong Kong diserahkan ke Republik Rakyat pada tahun 1997. kebangkitan dari Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000), ada sedikit kebangkitan film wuxia diproduksi Tiongkok ditujukan untuk pemirsa internasional, termasuk Hero (2002), House of Flying Daggers (2004) dan Reign of Assassins (2010).

Aliran-aliran

Aliran Yang dari Taijiquan yang dipraktekkan di Bund di Shanghai

Tiongkok memiliki sejarah panjang tradisi seni bela diri yang mencakup ratusan aliran yang berbeda. Selama dua ribu tahun terakhir banyak aliran khas telah dikembangkan, masing-masing dengan mengatur sendiri teknik dan ide-ide. Ada juga tema umum untuk aliran yang berbeda, yang sering diklasifikasikan oleh "keluarga" (家; jia)., "sekte" (派; pai) atau "perguruan" (門; men). Ada aliran yang meniru gerakan dari binatang dan lain-lain yang mengumpulkan inspirasi dari berbagai filosofi, mitos dan legenda Tiongkok. Beberapa aliran menempatkan sebagian besar fokus mereka ke yang memanfaatkan qi, sementara yang lain berkonsentrasi pada kompetisi.
Seni bela diri Tiongkok dapat dibagi ke dalam berbagai kategori untuk membedakan mereka. Misalnya, eksternal (外家 拳) dan internal (内 家 拳). Seni bela diri Tiongkok juga dapat dikategorikan berdasarkan lokasi, seperti di utara (北 拳) dan selatan (南拳), merujuk pada apa bagian dari Tiongkok aliran berasal dari, yang dipisahkan oleh Sungai Yangtze (Chang Jiang); seni bela diri Tiongkok bahkan dapat diklasifikasikan menurut provinsi atau kota mereka. Perbedaan utama dirasakan antara aliran utara dan selatan adalah bahwa aliran utara cenderung menekankan tendangan yang cepat dan kuat, melompat tinggi dan umumnya gerakan mengalir dan cepat, sedangkan aliran selatan lebih fokus pada lengan yang kuat dan teknik tangan, dan stabil, kuda-kuda yang kokoh dan gerak kaki yang cepat. Contoh aliran utara termasuk Changquan dan Xingyiquan. Contoh aliran selatan termasuk Bak Mei, Wuzuquan, Choy Li Fut dan Wing Chun. Seni bela diri Tiongkok juga dapat dibagi menurut agama, aliran meniru (象形 拳), dan aliran keluarga seperti Hung Gar (洪 家). Ada perbedaan khas dalam pelatihan antara kelompok yang berbeda dari seni bela diri Tiongkok terlepas dari jenis klasifikasi. Namun, beberapa seniman bela diri yang berpengalaman membuat perbedaan yang jelas antara aliran internal dan eksternal, atau mengambil ide aliran utara yang didominasi berbasis tendangan dan aliran selatan mengandalkan lebih banyak pada teknik tubuh bagian atas. Kebanyakan aliran mengandung unsur keras dan lunak, terlepas dari nomenklatur internal mereka. Menganalisis perbedaan sesuai dengan prinsip yin dan yang, filsuf menegaskan bahwa ketidakhadiran salah satu akan membuat keterampilan praktisi tidak seimbang atau kekurangan, seperti yin dan yang saja masing-masing hanya setengah dari keutuhan. Jika ada perbedaan, maka yin dan yang langsung hilang.

Pelatihan
Pelatihan seni bela diri Tiongkok terdiri dari komponen-komponen berikut: dasar-dasar, jurus, aplikasi dan senjata; aliran yang berbeda menempatkan berbagai penekanan pada setiap komponen. Selain itu, filsafat, etika dan bahkan praktek medis sangat dihargai oleh sebagian besar seni bela diri Tiongkok. Sebuah sistem pelatihan yang lengkap juga harus memberikan pemahaman sikap dan budaya Tiongkok.

Dasar-dasar
Dasar-dasar (基本功) adalah bagian penting dari setiap pelatihan bela diri, siswa tidak bisa maju ke tahap lebih lanjut tanpanya. Dasar-dasar biasanya terdiri dari teknik dasar, latihan pengkondisian, termasuk kuda-kuda. Pelatihan dasar mungkin melibatkan gerakan sederhana yang dilakukan berulang-ulang; contoh lain dari pelatihan dasar peregangan, meditasi, mencolok, melempar, atau melompat. Tanpa otot yang kuat dan fleksibel, manajemen Qi atau napas, dan mekanik tubuh yang tepat, tidak mungkin bagi siswa untuk ada kemajuan dalam seni bela diri Tiongkok. Sebuah pepatah umum tentang pelatihan dasar dalam seni bela diri Tiongkok adalah sebagai berikut :
内外 相合, 外 重 手 眼 身法 , 内 修 心神 意氣 力, Yang diterjemahkan sebagai: Melatih Internal dan Eksternal.
Pelatihan eksternal meliputi tangan, mata, tubuh dan kuda-kuda. pelatihan internal meliputi jantung, semangat, pikiran, pernapasan dan kekuatan.

Kuda-kuda
Kuda-kuda (langkah atau ) adalah postur struktural yang digunakan dalam pelatihan seni bela diri Tiongkok. Mereka mewakili pondasi dasar dan jurus petarung. Setiap aliran memiliki nama yang berbeda dan variasi untuk setiap kuda-kuda. Kuda-kuda dapat dibedakan dari posisi kaki, distribusi berat, keselarasan tubuh, pelatihan kuda-kuda dll dapat dipraktekkan statis, tujuannya adalah untuk mempertahankan struktur kuda-kuda melalui jangka waktu yang ditetapkan, atau dinamis, dalam hal tertentu serangkaian gerakan ini dilakukan berulang-ulang. Kuda-kuda (骑马 / 马步; Qi mǎ bu / mǎ bu) dan kuda-kuda busur adalah contoh kuda-kuda yang ditemukan dalam berbagai aliran seni bela diri Tiongkok.

Meditasi
Dalam banyak seni bela diri Tiongkok, meditasi dianggap sebagai komponen penting dari pelatihan dasar. Meditasi dapat digunakan untuk mengembangkan fokus, kejernihan mental dan dapat bertindak sebagai dasar untuk pelatihan qigong.
Kegunaan Qi atau Chi
Konsep qi atau chi (氣 / 气) ditemui di sejumlah seni bela diri Tiongkok. Qi didefinisikan sebagai energi dalam atau "kekuatan hidup" yang dikatakan untuk menghidupkan makhluk hidup; sebagai istilah untuk penyelarasan kerangka yang tepat dan penggunaan otot secara efisien (kadang-kadang juga dikenal sebagai fa jin atau jin); atau sebagai singkatan untuk konsep bahwa mahasiswa seni bela diri mungkin belum siap untuk memahami secara penuh. makna ini tidak selalu saling eksklusif. Keberadaan qi sebagai bentuk terukur energi seperti yang dibahas dalam pengobatan tradisional Tiongkok tidak memiliki dasar dalam pemahaman ilmiah fisika, kedokteran, biologi atau fisiologi manusia.
Ada banyak ide tentang pengendalian energi qi seseorang menjadi sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk penyembuhan diri sendiri atau orang lain. Beberapa aliran percaya dalam memfokuskan qi ke satu titik ketika menyerang dan tujuan daerah tertentu dari tubuh manusia . Teknik-teknik tersebut dikenal sebagai dim mak dan memiliki prinsip yang mirip dengan akupresur.

Pelatihan Senjata
Kebanyakan aliran di Tiongkok juga memanfaatkan pelatihan senjata tajam untuk pengkondisian tubuh serta koordinasi dan strategi latihan. Pelatihan senjata (器械; qìxiè) umumnya dilakukan setelah siswa mahir dalam hal-hal dasar-dasar, kuda-kuda dan aplikasi pelatihan. Teori dasar untuk pelatihan senjata adalah untuk mempertimbangkan senjata sebagai perpanjangan dari tubuh. Ini memiliki persyaratan yang sama untuk gerak kaki dan koordinasi tubuh sebagai dasar-dasar. Proses hasil pelatihan senjata dengan jurus, jurus dengan pasangan dan kemudian aplikasi. Kebanyakan sistem memiliki metode pelatihan untuk masing-masing Wushu Delapan belas tangan (十八 般 兵器; shíbābānbīngqì) selain instrumen khusus yang spesifik untuk setiap aliran.

Penerapan
Penerapan mengacu pada penggunaan praktis dari teknik pertarungan. Teknik seni bela diri Tiongkok secara ideal berdasarkan efisiensi dan efektivitas. Penerapan meliputi latihan non-compliant, seperti Latihan Mendorong Tangan di banyak seni bela diri internal, dan pertandingan, yang terjadi dalam berbagai tingkatan kontak dan aturan-aturan.
Kapan dan bagaimana penerapan diajarkan bervariasi dari aliran ke aliran. Sekarang ini, banyak aliran mulai mengajar siswa baru dengan berfokus pada latihan di mana setiap siswa tahu berbagai resep bertarung dan teknik untuk berlatih tanding. Latihan ini sering bersifat semi-compliant, yang berarti satu siswa tidak memberikan perlawanan aktif untuk teknik, untuk memungkinkan lebih demonstratif, eksekusi yang bersih. Dalam latihan ketahanan, lebih sedikit aturan berlaku, dan siswa berlatih bagaimana bereaksi dan merespon. pertandingan' mengacu pada aspek yang paling penting dari pelatihan penerapan, yang mensimulasikan situasi pertarungan termasuk aturan yang mengurangi kemungkinan cedera serius.
Pertandingan kompetitif termasuk kickboxing Tiongkok Sǎnshǒu (散 手) dan gulat Tiongkok Shuāijiāo (摔跤), yang secara tradisional diperebutkan pada platform arena panggung Lèitái (擂台). Lèitái merupakan pertandingan publik yang pertama kali muncul pada Dinasti Song. Tujuan kontes ini adalah untuk mengalahkan lawan di panggung dengan cara apapun. San Shou merupakan pengembangan modern kontes Lei Tai, tetapi dengan penambahan aturan-aturan untuk mengurangi kemungkinan cedera serius. Banyak perguruan seni bela diri Tiongkok mengajar atau bekerja di dalam aturan Sanshou, berupaya untuk menggabungkan gerakan, karakteristik, dan teori aliran mereka. Seniman bela diri Tiongkok juga bersaing di luar Tiongkok atau olahraga pertarungan campuran, seperti tinju, kickboxing dan mixed martial arts (MMA).

Jurus
Jurus atau taolu (Bahasa Tiongkok: 套路; Bahasa pinyin: Taolu) dalam bahasa Tiongkok adalah serangkaian gerakan yang telah ditentukan dikombinasikan sehingga dapat dipraktekkan sebagai satu gerakan terus menerus. Jurus awalnya dimaksudkan untuk melestarikan keturunan dari cabang aliran tertentu, dan sering diajarkan untuk mahasiswa tingkat lanjut yang dipilih untuk tujuan itu. Jurus yang terkandung baik literal, perwakilan dan latihan jurus berorientasi aliran yang berlaku yang dapat siswa mengambil manfaat, menguji, dan berlatih melalui sesi pertandingan.
Sekarang, banyak yang menganggap taolu menjadi salah satu praktek yang paling penting dalam seni bela diri Tiongkok. Secara tradisional, mereka memainkan peran yang lebih kecil dalam pelatihan untuk aplikasi pertarungan, dan menajdi urutan terakhir dari pertandingan, latihan, dan pendinginan. Jurus secara bertahap membangun fleksibilitas seorang praktisi, kekuatan internal dan eksternal, kecepatan dan stamina, dan mengajarkan keseimbangan dan koordinasi. Banyak aliran mempunyai jurus yang menggunakan berbagai jenis senjata, dengan menggunakan satu atau dua tangan. Beberapa aliran fokus pada jenis senjata tertentu. Jurus dimaksudkan untuk praktis, dapat digunakan, dan berlaku juga untuk mempromosikan gerak yang mengalir, meditasi, fleksibilitas, keseimbangan, dan koordinasi. Para guru sering terdengar mengatakan "melatih jurus Anda seolah-olah Anda sedang bertarung dan bertanding."
Ada dua jenis umum taolu dalam seni bela diri Tiongkok. Yang paling umum adalah jurus tunggal yang dilakukan oleh seorang mahasiswa. Ada juga jurus pertarungan yang dikoreografikan sebagai pertarungan dilakukan oleh dua orang atau lebih. Jurus pertarungan yang dirancang baik petarung pemula dengan langkah-langkah dasar dan konsep pertarungan, dan untuk menampilkan jurus perguruan. Jurus pertarungan senjata berguna untuk mengajar siswa sebagai kepanjangan tangan, jangkauan, dan teknik yang diperlukan untuk menggunakan senjata.

Jurus-jurus di Seni Bela Diri Tradisional Tiongkok.
Arti taolu (套路) adalah versi pendek dari Tao Lu Yun Dong (套路 运), sebuah ekspresi untuk menunjukkan popularitas wushu modern. Ungkapan ini merujuk pada "set latihan" dan digunakan dalam konteks atletik atau olahraga.
Sebaliknya, dalam seni bela diri tradisional Tiongkok terminologi alternatif untuk pelatihan (練) dari jurus-jurus adalah:
lian quan dia (練拳 套) - berlatih urutan tinju.
lian quan jiao (練 拳) - berlatih tinju dan kaki.
lian bing qi (練兵 器) - berlatih senjata.
dui da (對打) dan dui lian (對 練) – jurus pertarungan.
Tradisional "pertandingan" set, disebut dui da (對打) atau dui lian (對 練), yang merupakan bagian penting dari seni bela diri Tiongkok selama berabad-abad. Dui lian secara harfiah berarti, melatih sepasang petarung. Karakter Lian (練), berarti untuk berlatih; untuk melatih; untuk menyempurnakan keterampilan seseorang; berlatih. Juga, sering salah satu dari istilah ini juga termasuk dalam nama pertarungan (雙 演; shuang yan), "praktek pertandingan" (掙 勝; zheng sheng), "berjuang dengan kekuatan untuk kemenangan" (敵; di) , karakter pertandingan  menyarankan untuk menyerang musuh; dan "untuk memecahkan" (破; po).
Umumnya ada 21, 18, 12, 9 atau 5 latihan atau 'serang bela/pengelompokan' serangan dan bertahan, dalam setiap set dui lian. Latihan ini dianggap hanya pola generik dan tidak pernah dimaksudkan untuk dianggap 'trik' tidak fleksibel. Siswa berlatih bagian yang lebih kecil / serang bela, secara individual dengan lawan beralih sisi dalam aliran kontinu. Pada dasarnya, dui lian tidak hanya metode canggih dan efektif untuk menyampaikan pengetahuan tempur generasi tua, metode pelatihan penting dan efektif. Hubungan antara set tunggal dan kontak set rumit, dalam beberapa keterampilan tidak dapat dikembangkan dengan set tunggal, dan, sebaliknya, dengan dui lian. Sayangnya, yang paling berorientasi tarung dui lian tradisional dan metodologi pelatihan mereka telah menghilang, terutama yang menyangkut senjata. Ada sejumlah alasan untuk ini. Dalam seni bela diri Tiongkok modern sebagian besar dui lian adalah penemuan baru-baru ini dirancang untuk alat peraga cahaya menyerupai senjata, dengan keamanan dan drama dalam pikiran. Peran pelatihan semacam ini telah merosot ke titik yang tidak berguna dalam arti praktis, dan, yang terbaik, hanya kinerja.
Dengan periode awal Dinasti Song, set tidak begitu banyak "teknik terisolasi individu dirangkai" melainkan yang terdiri dari teknik dan teknik kontra pengelompokan. Hal ini sangat jelas bahwa "set" dan "pertarungan (2 orang) menetapkan" telah berperan dalam TCM selama ratusan tahun-bahkan sebelum Dinasti Song. Terdapat gambar pelatihan senjata dua orang dalam lukisan batu Tiongkok setidaknya di Dinasti Han Timur.
Menurut apa yang telah diwariskan oleh generasi yang lebih tua, rasio perkiraan set pertarungan dan  set tunggal adalah sekitar 1:3. Dengan kata lain, sekitar 30% dari set berlatih di Shaolin yang set pertarungan, dui lian, dan pelatihan pertarungan dua orang. Hal ini, sebagian, dibuktikan dengan lukisan dinding Dinasti Qing di Biara Shaolin.
Untuk sebagian besar sejarahnya, seni bela diri Shaolin focus pada senajata: tongkat yang digunakan untuk mempertahankan biara. Bahkan pihak militer pada saat itu memanfaatkan Shaolin selama Dinasti Ming dan Qing dalam hal pelatihan senjata. Menurut beberapa tradisi, biarawan pertama kali mempelajari dasar-dasar selama satu tahun dan kemudian diajarkan pertempuran toya/tongkat sehingga mereka bisa melindungi biara. Meskipun gulat sudah sebagai olahraga di Tiongkok selama berabad-abad, senjata telah menjadi bagian terpenting dari wushu Tiongkok sejak zaman kuno. Jika seseorang ingin berbicara tentang perkembangan terbaru atau 'modern' dalam seni bela diri Tiongkok (termasuk Shaolin dalam hal ini), menitikberatkan pada pertempuran tangan kosong. Selama Dinasti Song Utara (976-997 M) ketika pertempuran platform yang dikenal sebagai Da Lai Thai (Judul Tantangan Perkelahian di atas panggung) pertama kali muncul, perkelahian ini hanya dengan pedang dan tongkat. Meskipun kemudian, ketika perkelahian tangan kosong ada juga, tetapi pertarungan dengan senjata yang menjadi yang paling terkenal. Kompetisi terbuka ini memiliki peraturan dan diorganisir oleh organisasi pemerintah; beberapa juga diselenggarakan oleh masyarakat. Kompetisi pemerintah menjanjikan pekerjaan di bidang militer untuk pemenang dan diadakan di ibukota serta di prefektur/kota administrative lainnya.

Kontroversi
Meskipun jurus seni bela diri Tiongkok dimaksudkan untuk menggambarkan teknik bela diri yang realistis, gerakan tidak selalu identik dengan bagaimana teknik akan diterapkan dalam pertarungan. Banyak jurus telah dikembangkan, di satu sisi untuk memberikan kesiapan tarung yang lebih baik, dan di sisi lain untuk melihat lebih estetis/indah. Salah satu manifestasi dari kecenderungan ini ke arah elaborasi aplikasi tarung adalah penggunaan kuda-kuda rendah dan tendangan lebih tinggi. Kedua manuver ini tidak realistis dalam pertarungan dan digunakan dalam jurus untuk tujuan latihan. Banyak perguruan modern telah menggantikan praktek pertahanan atau gerakan serangan dengan kemahiran akrobatik yang lebih spektakuler untuk ditonton, sehingga mendapatkan sambutan selama eksebisi dan kompetisi. Hal ini mendatangkan kritik dari tradisionalis untuk gerakan akrobatik dan kompetisi Wushu berorientasi pertunjukan. Secara historis jurus yang sering dilakukan untuk tujuan hiburan sudah ada jauh sebelum munculnya Wushu modern, praktisi mencari penghasilan tambahan dengan melakukannya di jalan-jalan atau di panggung-panggung. Yang didokumentasikan dalam literatur kuno pada masa Dinasti Tang (618-907) dan Dinasti Song Utara (960-1279) menyatakan ada beberapa set, (termasuk dua orang berpasangan: da dui juga disebut dui lian) menjadi sangat rinci dan manambahkan 'bunga-bunga', hanya mengutamakan estetika/keindahannya saja. Selama masa itu, beberapa aliran seni bela diri mengarahkan jurus mereka untuk menjadi lebih populer di seni bela diri hiburan dan untuk pertunjukan. Hal ini menciptakan kategori baru seni bela diri yang dikenal sebagai Hua Fa Wuyi. Selama periode Dinasti Song Utara, dicatat oleh sejarawan pelatihan jenis ini memiliki pengaruh negatif pada pelatihan militer.
Banyak seniman bela diri tradisional Tiongkok, serta praktisi olahraga modern, telah menjadi kritis terhadap persepsi jurus lebih yang relevan dengan seni daripada jurus untuk pertarungan dan latihan, sementara sebagian besar terus melihat jurus-jurus tradisional berlatih dalam konteks tradisional hal ini sangat penting untuk kedua aplikasi pertarungan yang benar, estetika Shaolin sebagai jurus seni, juga menjunjung tinggi fungsi meditasi dari jurus seni fisik.
Alasan lain mengapa aliran-aliran sering tampil berbeda dalam jurus-jurus bila dibandingkan dengan aplikasi pertarungan dianggap sebagai upaya menyembunyakan fungsi sebenarnya jurus-jurus tersebut dari pihak luar perguruan.

Kin Lai
Tangan Kiri Terbuka melambangkan sisi Jantung Matahari Yang & Tangan Kanan ditutup melambangkan sisi hati Bulan Yin (Hormat sebelum dan sesudah latihan/pertandingan/pertarungan)

Whusu

Jurus modern digunakan dalam olahraga wushu, seperti yang terlihat dalam jurus tongkat ini

Kata wu (武) diterjemahkan sebagai 'bela diri' dalam bahasa Inggris, namun dalam hal etimologi, kata ini memiliki makna yang sedikit berbeda. Dalam bahasa Tiongkok, wu (武) terbuat dari dua bagian; pertama makna "berhenti" (止; zhi) dan makna kedua "penyerbu tombak" (je 戈; je). Ini berarti bahwa "武 wu'," adalah penggunaan defensif pertempuran. Istilah "wushu 武術" yang berarti 'seni bela diri' kembali ke zaman Dinasti Liang (502-557 M) dalam sebuah antologi yang disusun oleh Xiao Tong (蕭 通), (Pangeran Zhaoming;. 昭明 太子 531 M), disebut dalam Sastra Pilihan (文選; Wenxian). Istilah ini ditemukan dalam ayat kedua dari sebuah puisi oleh Yan Yanzhi berjudul: 皇太子 釋奠 會 作詩 "Huang Taizi Shidian Hui Zuoshi".
"Orang hebat tumbuh bersama banyak hal...
Melepaskan diri dari seni militer,
Dia mempromosikan sepenuhnya mandat budaya. "
(Terjemahan dari: Gema dari Masa Lampau oleh Yan Yanzhi (384-456))
Istilah wushu ini juga ditemukan dalam sebuah puisi oleh Cheng Shao (1626-1644) dari Dinasti Ming.
Istilah awal untuk 'seni bela diri' dapat ditemukan dalam Sejarah Han (206 SM-23 M) adalah "teknik pertempuran militer" (兵 技巧; bing jiqiao). Selama periode Dinasti Song (960) namanya berubah menjadi "seni bela diri" (武; Wuyi). Pada tahun 1928 namanya berubah menjadi "seni nasional" (国 ; Guoshu) ketika Akademi Seni Bela Diri Nasional didirikan di Nanjing. Istilah kembali ke Wushu di bawah Republik Rakyat Tiongkok selama awal 1950-an.
Jurus tumbuh dalam kompleksitas dan kuantitas selama bertahun-tahun, dan satu jurus saja bisa dipraktekkan untuk seumur hidup, Aliran modern seni bela diri Tiongkok telah dikembangkan hanya berkonsentrasi pada jurus, dan tidak berlatih aplikasi sama sekali. Aliran ini terutama ditujukan untuk pertunjukan dan kompetisi, dan sering termasuk lebih akrobatik dan gerakan-gerakan tambahan untuk meningkatkan efek visual dibandingkan dengan aliran tradisional. Mereka yang umumnya lebih memilih untuk berlatih aliran tradisional, kurang fokus pada pertunjukan, sering disebut sebagai tradisionalis. Beberapa tradisionalis menyatakan bahwa jurus kompetisi seni bela diri Tiongkok saat ini terlalu dikomersialkan dan kehilangan banyak nilai-nilai aslinya.

"Moralitas bela diri"
Perguruan tradisional seni bela diri Tiongkok, seperti para biarawan Shaolin yang terkenal, sering mempelajari seni bela diri bukan hanya sebagai alat pertahanan diri atau pelatihan mental, tetapi juga sebagai sistem etika. Wude ( 武 德) dapat diterjemahkan sebagai "moralitas bela diri" dan dibangun dari kata-kata wu (武), yang berarti bela diri, dan de (德), yang berarti moralitas. Wude menyangkut dua aspek; "Moralitas perbuatan" dan "moralitas pikiran". Moralitas perbuatan menyangkut hubungan sosial; moralitas pikiran dimaksudkan untuk menumbuhkan harmoni batin antara pikiran emosional (心, Xin) dan pikiran kebijaksanaan (慧; Hui). Tujuan akhir adalah mencapai "tidak ekstremitas" (無 極; Wuji) - terkait erat dengan konsep Tao dari wu wei - dimana kedua kebijaksanaan dan emosi selaras satu sama lain.

Praktisi Terkemuka
Contoh praktisi terkenal (武) sepanjang sejarah:
  • Yue Fei (1103-1142 M) adalah seorang jenderal Tiongkok yang terkenal dan patriot dari Dinasti Song. Aliran seperti Cakar Elang dan Xingyiquan atribut penciptaan mereka untuk Yue. Namun, tidak ada bukti sejarah untuk mendukung klaim dia menciptakan aliran ini.
  •  Ng Mui (akhir abad ke-17) adalah perempuan legendaris pendiri dari banyak seni bela diri Selatan seperti Wing Chun, dan Fujian White Crane (Bangau Putih Fujian). Dia sering dianggap sebagai salah satu Lima Sesepuh legendaris yang selamat dari penghancuran Kuil Shaolin selama Dinasti Qing.
  • Yang Luchan (1799-1872) adalah seorang guru penting dari seni bela diri internal yang dikenal sebagai t'ai chi ch'uan di Beijing pada paruh kedua abad ke-19. Yang dikenal sebagai pendiri Aliran t'ai chi ch'uan Yang, serta meneruskan seni untuk keluarga t'ai chi Wu / Hao, Wu dan Ming.
  • Sepuluh Macan Kanton (akhir abad 19) adalah sepuluh orang master seni bela diri Tiongkok di Guangdong (Canton) menjelang akhir Dinasti Qing (1644-1912). Wong Kei-Ying, ayah Wong Fei Hung, adalah anggota dari kelompok ini.
  • Wong Fei Hung (1847-1924) dianggap sebagai pahlawan rakyat Tiongkok selama periode Republik. Lebih dari seratus film Hong Kong dibuat tentang hidupnya. Sammo Hung, Jackie Chan, dan Jet Li telah menggambarkan karakter ini dalam film-film blockbuster.
  • Huo Yuanjia (1867-1910) adalah pendiri Asosiasi Atletik Chin Woo yang dikenal karena pertandingan nya dengan orang asing yang dipublikasikan. Biografinya baru-baru ini digambarkan dalam film Fearless (2006).
  • Yip Man (1893-1972) adalah seorang master Wing Chun dan yang pertama mengajar aliran ini secara terbuka. Yip Man adalah guru dari Bruce Lee. Sebagian besar Wing Chun yang diajarkan di Barat saat ini dikembangkan dan dipromosikan oleh murid-murid Yip Man.
  • Gu Ruzhang (1894-1952) adalah seorang seniman bela diri Tiongkok yang menyebarkan Bak Siu Lum (Northern Shaolin) aliran seni bela diri di seluruh Tiongkok selatan pada awal abad 20. Gu dikenal karena keahliannya dalam jurus telapak tangan besi.
  • Bruce Lee (1940-1973) adalah seorang seniman bela diri Tiongkok Amerika dan aktor yang dianggap sebagai ikon penting di abad ke-20. Ia berlatih Wing Chun dan membuatnya terkenal. Menggunakan Wing Chun sebagai dasar dan belajar dari pengaruh seni bela diri lainnya serta pengalaman-pengalaman pribadi dalam pertarungan, ia kemudian mengambangkan sendiri filsafat seni bela diri yang berkembang menjadi apa yang sekarang disebut Jeet Kune Do.
  • Jackie Chan (lahir tahun 1954) adalah seorang seniman bela diri Tiongkok dan aktor yang dikenal luas, menyuntikkan komedi fisik menjadi pertunjukan seni bela diri, dan untuk melakukan stunts kompleks dalam banyak film-filmnya.
  • Jet Li (lahir tahun 1963) adalah lima kali juara olahraga wushu dari Tiongkok, kemudian menunjukkan keahliannya dalam film.
  • Donnie Yen (lahir tahun 1963) adalah aktor Hong Kong, seniman bela diri, sutradara dan produser, koreografer, dan peraih medali turnamen wushu dunia.
  • Wu Jing (lahir tahun 1974) adalah seorang sutradara aktor Hong Kong, seniman bela diri. Dia adalah anggota dari tim wushu Beijing. Dia memulai karirnya sebagai koreografer dan kemudian sebagai seorang aktor.

Dalam Budaya Popular
Referensi untuk konsep dan penggunaan seni bela diri Tiongkok dapat ditemukan dalam budaya populer. Secara historis, pengaruh seni bela diri Tiongkok dapat ditemukan dalam buku-buku dan dalam seni spesifik Asia. Baru-baru ini, pengaruh tersebut telah meluas ke film dan televisi yang menargetkan penonton yang lebih luas. Akibatnya, seni bela diri Tiongkok telah menyebar di luar akar etnis dan memiliki daya tarik global.
Seni bela diri memainkan peran penting dalam genre sastra yang dikenal sebagai wuxia (武俠小). Jenis fiksi berdasarkan konsep ksatria Tiongkok, seni bela diri masyarakat yang terpisah (武林; Wulin) dan tema sentral yang melibatkan seni bela diri cerita Wuxia dapat ditelusuri ke abad ke-2 dan 3 SM, populer di Dinasti Tang dan berkembang menjadi bentuk novel di Dinasti Ming. Genre ini masih sangat populer di sebagian besar Asia dan memberikan pengaruh besar bagi persepsi masyarakat tentang seni bela diri.
Pengaruh seni bela diri juga dapat ditemukan dalam tarian, teater dan terutama opera Tiongkok, Beijing opera adalah salah satu contoh yang paling terkenal. Bentuk populer dari drama kembali ke Dinasti Tang dan terus menjadi contoh budaya Tiongkok. Beberapa gerakan seni bela diri dapat ditemukan dalam opera Tiongkok dan beberapa seniman bela diri dapat ditemukan sebagai pemain dalam opera Tiongkok.
Di zaman modern, seni bela diri Tiongkok telah melahirkan genre film yang dikenal sebagai film Kung fu. Film-film Bruce Lee berperan dalam ledakan awal popularitas seni bela diri Tiongkok di Barat pada 1970-an. Bruce Lee adalah ikonik superstar internasional yang dipopulerkan seni bela diri Tiongkok di Barat dengan variasi sendiri seni bela diri Tiongkok disebut Jeet Kune Do. Ini adalah gabungan aliran seni bela diri yang Bruce Lee latih dan kuasai. Jeet Kune Do adalah aliran seni bela diri unik yang menggunakan minimum gerakan tetapi memaksimalkan efek untuk lawan-lawannya. Pengaruh seni bela diri Tiongkok telah dikenal secara luas dan memiliki daya tarik global di bioskop-bioskop Barat dimulai dari Bruce Lee.
Seniman bela diri dan aktor seperti Jet Li dan Jackie Chan terus menjadi daya tarik film dari genre ini. Jackie Chan berhasil membawa rasa humor dalam gaya bertarungnya dalam film-filmnya. film seni bela diri dari Tiongkok sering disebut sebagai " film kung fu " (功夫片), atau "wire-fu" jika pekerjaan kabel yang luas dilakukan untuk efek khusus, dan masih dikenal sebagai bagian dari tradisi kung fu teater. Bakat individu-individu telah memperluas produksi sinematografi Hong Kong dan menaikan popularitas di luar negeri, mempengaruhi film-film Barat.
Di barat, kung fu telah menjadi aksi yang regular hadir, dan tampil di banyak film yang akan umumnya tidak dianggap "Bela Diri" film. Film-film ini termasuk The Matrix Trilogy, Kill Bill, dan The Transporter.
Tema seni bela diri juga dapat ditemukan di jaringan televisi. Serial TV AS awal 1970-an berjudul Kung Fu juga berfungsi untuk mempopulerkan seni bela diri Tiongkok di televisi. Dengan 60 episode selama rentang tiga tahun, menjadi salah satu acara TV pertama di Amerika Utara yang mencoba untuk menyampaikan filosofi dan praktek dalam seni bela diri Tiongkok. Penggunaan teknik seni bela diri Tiongkok sekarang dapat ditemukan di sebagian besar serial TV, meskipun filsafat seni bela diri Tiongkok jarang digambarkan secara mendalam.

Daftar Aliran Seni Bela Diri Tiongkok
Terdapat ratusan aliran dan perguruan seni bela diri Tiongkok (中國 武術) yang berbeda. Berikut sebagian kecil dari aliran-aliran tersebut.

Aliran Tradisional
Seni bela diri berikut belum dipengaruhi oleh budaya lain atau memiliki garis keturunan sebelum tahun 1940-an:
·         Bafaquan (八法拳) – delapan metode
·         Baguazhang (八卦掌; Bagua Zhang) – delapan telapak trigram
·         Bajiquan (八極拳) – delapan tinju ekstrim
·         Bak Mei (白眉拳) – alis putih
·         BaYingQuan (八影拳) – delapan tinju bayangan
·         Chāquán () – Tinju Cha
·         Changquan (長拳) – Tinju panajang
·         Chuōjiǎo (戳) – Kaki Menusuk
·         Choy gar (蔡家拳) – Aliran Keluarga Choi
·         Choi Li Fut (蔡李佛; Càilǐfó)
·         Ditangquan (地躺拳) – Tinju jatuh tengkurap, Tinju jatuh berguling
·         Duan Quan (短拳) – Tinju jarak pendek
·         Emeiquan (峨嵋拳) – Tinju Emei
·         Appil jewse (翻子拳) – Tinju Jungkir balik, Tinju berguling
·         Lima Leluhur (五祖拳) - Wuzuquan atau Ngo Cho Kun
·         Lima Hewan (五形)
·         Fujian White Crane/Bangau Putih Fujian (福建白鶴拳) – juga dikenal Bai He Quan (白鶴拳)
·         Fu Jow Pai (虎爪派) – Jurus cakar harimau
·         Fut Gar Kuen (佛家) – Tinju Keluarga Buddha
·         Gouquan (狗拳) – Tinju Anjing
·         Hap Ga (俠家)
·         Houquan (猴拳) – Tinju Monyet
o   Drunken Monkey (醉猴) – Monyet Mabuk
·         Hei hu quan (黑虎拳) – Tinju macan hitam
·         Huaquan (華拳) – Tinju Tiongkok
·         Hung Fut (洪佛) – kung fu Hung dan Buddha
·         Hung Ga (洪家拳; juga dikenal sebagai Hung Kuen)
·    Jing Wu Men (精武門) - Jing Wu, perguruan yang terkenal didirikan di Shanghai yang mengajarkan beberapa aliran yang berbeda.
·         Jow-Ga Kung Fu (周家) – Aliran keluarga Jow
·         Lai Tung Pai – Aliran Shaolin yang menggabungkan tinju panjang dan pendek
·         Lama Pai (喇嘛派)
·         Leopard Kung Fu (豹拳) – Kung fu macan tutul
·         Li Gar (李家) – Aliran Li Family atau Keluarga Lee
·         Liuhebafa (六合八法; Liu He Ba Fa) – Enam Harmoni, Delapan Metode atau Tinju Air
·         Longquan () – Tinju Naga
·         Luohan Quan (羅漢拳) Tinju Arhat, Loh Han Kuen
·         Meihuaquan (梅花拳) – Tinju buah plum Mekar
·         Mian Quan (棉花拳擊) – Tinju Kapas
·         Mizongyi (迷蹤拳; Mízōngquán) – Tinju Sesat (juga dikenal sebagai My Jong Law Horn; 迷蹤羅漢拳)
·         Mok Gar (莫家拳) Aliran Keluarga Mok
·         Nam Pai Chuan (南北拳) – Tinju Utara Selatan
·         Nanquan (南拳) – Tinju Selatan
·         Ng Ga Kuen – Lima Keluarga/Aliran Lima Hewan (Hung, Mok, Li, Choy, Fut)
·         Northern Praying Mantis (北派螳螂拳) – Belalang Sembah Utara/Wah Lum
·         Northern Shaolin (北少林) - Bei Shaolin/Shaolin Utara
·         Pào Chuí (炮捶) – Tinju canon, Sanhaung Paochui
·         Piguaquan (劈掛拳) – Tinju Memotong Rintangan, Tinju Mengkampak Rintangan
·         Shang Sheng (上升)
·         Shaolin Kung Fu (少林拳) – Tinju Shaolin
·         Shequan (蛇拳) – Tinju Ular
·         Shuai jiao (摔跤; Shuaijiao) – Gulat Tiongkok & Mongol
·         Southern Praying Mantis (南派螳螂拳) – Belalang Sembah Selatan
o   Chow Gar (周家) – Aliran Belalang Sembah Selatan Chow
·         Tàijíquán (太極拳; T'ai chi ch'uan; Tai Chi) – Tinju Terhebat Tertinggi
o   Taijiquan aliran Chen
o   Taijiquan aliran Yang
o   Taijiquan aliran Wu (Hao)
o   Taijiquan aliran Wu
o   Taijiquan aliran Sun
·         Tán Tuǐ (彈腿/譚腿) – Aliran Kaki pegas
·         Tibetan White Crane (白鶴派) – Bangau Putih Tibet
·         Tongbeiquan (通背拳) – Tinju Tembus Belakang
·         Wing Chun (詠春 atau 永春)
o   Ving Tsun
o   Yǒngchūnquán (詠春拳)
·         Wudang chuan (武當拳)
·         Xingyiquan (形意拳; Hsing-i Chuan) –Jurus Tinju Tajam
·         Yau Kung Moon (功門) – Aliran Tenaga Fleksibel
·         Yingzhaoquan (鷹爪拳) – Tinju Cakar Elang
·         Yuejiaquan (岳家拳) - Tinju Keluarga Yue
·         Yiquan (意拳; I Ch'uan) – Tinju Pikiran
·         Zi Ran Men (自然) – Tinju Alami
·         Zui Quan (醉拳) – Tinju mabuk

Aliran Gabungan Modern
Aliran seni bela diri berikut ini dipengaruhi baik oleh budaya lain atau memiliki garis keturunan yang dimulai setelah tahun 1940:
·         Tien Shan Pai (天山派)
o   Wing Tsun (詠春)
·         Hong Cha
·         Jeet Kune Do (振藩截拳道) – aliran ciptaan Bruce Lee, yang menggabungkan konsep-konsep dari seni bela diri Tiongkok.
·         Jing Quan Dao (精拳道) – Aliran sinthetis modern
·         Kenpō – bahasa Jepang dari berbagai seni Tiongkok.
·         Kuntao (拳道 atau 拳頭) - istilah Hokkien mengacu seni bela diri Tiongkok dipraktekkan di Asia Tenggara dan khususnya Indonesia.
o   Liu Seong Kuntao (atau Liu Seong Gung Fu, Liu Seong Chuan Fa) - seni Tiongkok pengaruh Indonesia, dipraktekkan terutama di Amerika Serikat.
·         Sanshou (散手) atau Sanda (散打) – Pertempuran bebas.
·         Shaolin-Do ( 少林道) – diterjemahkan sebagai jalan Shaolin.
·         Shou Shu.
·         Wushu (sport) (武術) – eksebisi dan olahraga full contact berasal dari seni bela diri tradisional Tiongkok.

Istilah-istilah Umum
  • Chi Gerk (黐 ) - Istilah yang digunakan untuk pelatihan sensitivitas kaki terutama digunakan dalam Wing Chun. Konsep serupa juga dilakukan di Hung Gar dan seni bela diri Tiongkok lainnya.
  • Chi Sao (黐 手) - Istilah yang digunakan untuk pelatihan sensitivitas lengan terutama digunakan dalam Wing Chun. Konsep serupa juga dilakukan di Hung Gar dan seni bela diri Tiongkok lainnya.
  • Zui Quan (醉拳) "Drunken Fist/Tinju Mabuk" - Istilah yang digunakan untuk "mabuk" teknik di banyak aliran seni bela diri Tiongkok.
  •  Dim Mak (點 脈) - Istilah umum untuk menotok.
  • Iron Palm/Telapak Besi (Bahasa Tiongkok: 功; Bahasa Kanton: tit1 zoeng2 gung1) adalah teknik pelatihan di berbagai seni bela diri Tiongkok.
  • Iron Shirt/Baju Besi (Bahasa Tradisional Tiongkok: 鐵 衫; Bahasa Tiongkok yang disederhanakan: 衫; Bahasa Pinyin: tie Shan; Bahasa Kanton: tit1 saam1) adalah Jurus aliran latihan keras seni bela diri untuk melindungi tubuh manusia dari serangan dalam perkelahian.
  •  Lei tai (擂台; lei tai) - kompetisi full contact digunakan dalam Seni Bela Diri Tiongkok.
  • Chin na (擒拿) - Istilah umum untuk kuncian.
  • Sanshou (散 手) - Istilah umum untuk metode sparring, tetapi juga nama lain untuk olahraga, San da. (散打)
  • Tuishou (推 手) - Istilah yang digunakan untuk "mendorong tangan" latihan berpasangan digunakan dalam seni Neijia.


Aliran Internal dan Eksternal
Seni bela diri Tiongkok dapat dibagi menjadi aliran Neijia ( 家, keluarga internal) atau wàijiā (外家, keluarga eksternal). Namun, banyak aliran menggabungkan teknik baik internal maupun eksternal.
Ada perdebatan dalam komunitas seni bela diri, baik di tingkat bawah maupun pakar, atas perbedaan antara seni "internal" dan "eksternal". Akibatnya, daftar aliran internal atau eksternal dapat sangat bervariasi dari sumber ke sumber. Hanya ada tiga aliran Tiongkok yang diakui secara universal sebagai internal, kadang-kadang disebut dengan "Aliran Internal Ortodoks." Ketiga aliran tersebut adalah: Xingyiquan, Baguazhang, dan T'ai chi ch'uan (Taijiquan). Ketiga seni internal yang dikategorikan seperti itu oleh Sun Lutang, yang sangat mempopulerkan istilah "Neijia" dan "wàijiā" sebagai metode untuk mengklasifikasi seni bela diri.

Aliran yang Sering Dianggap Aliran Internal
        Baguazhang (八卦 掌 Pa Kua Chang) - Delapan Telapak Trigram.
        Liuhebafa Chuan (六合 八 法 Liu Dia Pa Fa, Lok Hup Ba Fa) – Tinju Air.
        T'ai chi ch'uan (太極拳 Taijiquan) – Tinju Terhebat Tertinggi.
        Tongbeiquan (通 背 拳) - Tinju Tembus Belakang.
        Xingyiquan (形意拳 Hsing-i Chuan) - Jurus Tinju Tajam.
        Yiquan (意拳 I Chuan) - Tinju Pikiran.