SENI BELA DIRI JEPANG
Terjemahan dari www.wikipedia.org
Pendahuluan
foto akhir abad ke-19 Yamabushi berjubah dan dipersenjatai dengan
naginata (salah satu jenis pedang Jepang dengan tongkat panjang) dan tachi
(salah satu jenis pedang Jepang)
Penggunaan istilah "budo" berarti seni bela diri yang modern,
dan secara historis berarti cara hidup meliputi dimensi fisik, spiritual, moral
dan dengan fokus perbaikan diri, pemenuhan, atau pertumbuhan pribadi. Istilah Bujutsu dan bugei memiliki definisi lebih diskrit, setidaknya menurut sejarah.
Bujutsu mengacu khusus untuk aplikasi praktis dari taktik dan teknik bela diri dalam
pertarungan yang sebenarnya. Bugei mengacu pada adaptasi atau penyempurnaan
dari taktik dan teknik untuk memfasilitasi instruksi yang sistematis dan
diseminasi dalam lingkungan belajar formal.
Sejarah
Melucuti penyerang menggunakan teknik tachi-dori ("perebutan pedang").
Asal sejarah dari seni bela diri
Jepang dapat ditemukan dalam tradisi prajurit samurai (bangsawan militer dan kasta pejabat Jepang abad
pertengahan dan awal modern) dan sistem kasta yang membatasi penggunaan senjata
oleh anggota masyarakat lainnya. Awalnya, samurai diharapkan untuk mahir dalam penggunaan
banyak senjata, serta pertarungan bersenjata, dan mencapai penguasaan tertinggi
keterampilan tempur.
Biasanya, pengembangan teknik pertarungan
terkait dengan alat yang digunakan untuk melakukan teknik tersebut. Dalam dunia
yang cepat berubah, alat tersebut selalu berubah, membutuhkan teknik untuk
menggunakannya yang secara terus-menerus untuk diciptakan lagi. Dalam kondisinya yang terisolasi sejarah Jepang
agak unik. Dibandingkan dengan Negara lain, alat perang Jepang berkembang secara
perlahan. Banyak orang percaya bahwa hal ini memberikan kelas ksatria
kesempatan untuk mempelajari senjata mereka secara lebih mendalam dibanding
dengan kebudayaan lain. Namun demikian, pengajaran dan pelatihan seni bela diri
ini tidak berevolusi. Misalnya, dalam periode awal abad pertengahan, busur dan
tombak yang diprioritaskan,
tetapi selama periode Tokugawa, lebih sedikit peperangan skala besar terjadi,
dan pedang menjadi senjata paling bergengsi. Kecenderungan lain yang berkembang
sepanjang sejarah Jepang adalah bahwa peningkatan spesialisasi bela diri
masyarakat menjadi lebih bertingkat dari waktu ke waktu.
Seni bela diri yang telah dikembangkan
dan atau berasal dari Jepang
luar biasa beragam, dengan banyak perbedaan dalam alat pelatihan, metode, dan
filsafat serta aliran di
sekolah-sekolah. Dikatakan bahwa, seni bela diri Jepang
secara umum dapat dibagi menjadi budo
Koryu dan gendai berdasarkan
apakah mereka masing-masing ada sebelum atau setelah Restorasi Meiji. Karena budo gendai dan Koryu berbagi asal sejarah
yang sama, kita akan menemukan berbagai jenis seni bela diri yang hampir sama (seperti
jiu-jitsu, kenjutsu, atau naginatajutsu)
pada keduanya.
Koryū bujutsu
Koryu (古流: こりゅう), yang berarti "perguruan tradisional",
atau "perguruan tua", mengacu khusus untuk perguruan-perguruan seni
bela diri, yang berasal di Jepang, baik sebelum awal Restorasi Meiji pada tahun
1868, atau dekrit Haitōrei di 1876.
Dalam masa modern, bujutsu (武術?),
yang berarti seni/ilmu militer, dilambangkan dengan aplikasi praktis dari
teknik untuk situasi dunia nyata atau medan perang.
Istilah ini juga digunakan secara
umum untuk menunjukkan aliran
tertentu atau seni bela diri tersebut
"tradisional" bukannya "modern". Namun, apakah itu termasuk
dalam "tradisional" atau "modern" telah menjadi bahan perdebatan.
Aturan praktisnya, tujuan utama dari seni bela diri Koryu
adalah untuk digunakan dalam perang. Contoh yang paling ekstrim dari sebuah perguruan
Koryu dilindungi secara tradisional, dan sering para leluhur berlatih bela diri
bahkan disaat tidak ada perang. Perguruan Koryu lain mungkin telah memodifikasi latihan mereka (yang
mungkin atau mungkin tidak mengakibatkan hilangnya status "Koryu" di
mata sesama). Sebaliknya pada seni bela
diri "modern", fokus utamanya adalah pada perbaikan diri (mental,
fisik, atau spiritual) dari praktisi individu, dengan penekanan pada aplikasi
praktis dari seni bela diri baik untuk olahraga atau tujuan membela diri.
Subbagian berikut mewakili tidak setiap
perguruan seni bela diri, melainkan "jenis" umum dari seni bela diri.
Umumnya dibedakan atas dasar metodologi pelatihan dan peralatan, meskipun
variasi lainnya masih ada.
Sumo
Sumo (相撲:?すもうsumo), yang dianggap oleh banyak orang olahraga nasional Jepang,
memiliki asal-usul di masa lalu. Catatan tertulis paling awal dari Jepang, yang
tanggal dari abad ke-8, mencatat pertandingan sumo pertama di 23 SM, khusus
atas permintaan kaisar dan berlangsung
sampai satu orang terluka. Mulai tahun 728 Masehi, Kaisar Shomu
Tenno (聖武天皇, 701-756) mulai menyelenggrakan pertandingan resmi sumo di
festival panen tahunan. Tradisi ini mengharuskan mengadakan pertandingan di
hadapan kaisar, namun secara bertahap menyebar, dan juga diadakan di festival Shinto, dan pelatihan sumo akhirnya
dimasukkan ke dalam pelatihan militer. Pada abad ke-17, sumo menjadi olahraga
profesional terorganisir, terbuka untuk umum, dinikmati oleh kelas atas dan
rakyat jelata.
Saat ini, sumo
tetap memakai hiasan-hiasan tradisional, termasuk wasit berpakaian sebagai imam
Shinto, dan ritual di mana kompetitor bertepuk tangan, menghentakkan kaki
mereka, dan melemparkan garam di atas ring sebelum setiap pertandingan. Untuk
memenangkan pertandingan, pesaing saling
melempar dan melakukan teknik
gulat untuk menjatuhkan lawan
ke tanah, orang pertama yang menyentuh tanah dengan bagian tubuh selain bagian
bawah kaki, atau menyentuh tanah di luar ring dengan bagian tubuh, kalah. Enam
turnamen utama yang diadakan
setiap tahun di Jepang, dan nama masing-masing pesumo profesional dan peringkatnya
diterbitkan setelah setiap turnamen dalam daftar resmi, yang disebut banzuke, yang selalu diikuti oleh para penggemar sumo.
Jiu Jitsu
Pelatihan Jiu Jitsu di sebuah sekolah
pertanian di Jepang sekitar tahun 1920.
Jiujitsu (柔術:?じゅうじゅつJujitsu), secara harfiah diterjemahkan menjadi "Soft Skills". Namun, lebih
tepatnya, berarti seni menggunakan kekuatan tidak langsung, seperti kuncian
atau teknik melempar. Untuk mengalahkan lawan, lawan tidak langsung menerima
kekuatan seperti pukulan atau tendangan. Hal ini bukan berarti bahwa jiu jitsu
tidak mengajarkan atau menggunakan serangan, melainkan tujuannya adalah untuk
menggunakan kekuatan lawan untuk menyerang, dan menyerang kelemahan atau yang
lemah pertahanannya.
Metode
pertempuran termasuk menyerang (menendang, meninju), melempar (melempar tubuh, lemparan
kuncian, lemparan tidak keseimbangan), bertahan (menjepit, mengunci, bergulat)
dan persenjataan. Taktik defensif termasuk memblokir, menghindar, menghilangkan
keseimbangan, berbaur dan melarikan diri. Senjata ringan seperti tanto (belati), ryu fundo kusari (rantai berbandul), Jutte (helm penghancur), dan Kakushi
buki (senjata rahasia) termasuk dalam koryūjujutsu.
Kebanyakan teknik
berasal dari sistem berbasis perang untuk dipraktekkan sebagai pendamping
sistem senjata yang lebih umum dan penting. Pada saat itu, seni bela diri
inimempunyai nama yang berbeda, termasuk kogusoku,
yawara, kumiuchi, dan hakuda.
Pada kenyataannya, sistem bertarung ini tidak benar-benar sistem tangan kosong, tetapi lebih tepat
disebut sebagai cara dimana seorang prajurit tidak bersenjata atau bersenjata
ringan bisa mengalahkan musuh bersenjata dan berbaju zirah di medan perang.
Idealnya, samurai memang akan
dipersenjatai dan tidak perlu menggunakannya.
Kemudian,
Koryu lainnya dikembangkan menjadi sistem yang lebih akrab bagi para praktisi
jiu jitsu seperti yang biasa kita lihat saat ini. Sistem ini umumnya dirancang
untuk menghadapi lawan yang tidak mengenakan baju zirah maupun tidak dalam
lingkungan medan perang. Untuk alasan tersebut, mereka masukan penggunaan atemi waza (teknik menyerang organ vital)
yang lebih luas. Taktik ini sedikit tidak berguna terhadap lawan yang berbaju
zirah di medan perang. Tapi teknik ini cukup berharga untuk siapa pun dalam menghadapi
musuh atau lawan selama masa damai yang hanya mengenakan pakaian normal.
Kadang-kadang, penggunaan senjata yang tidak terlalu mencolok seperti pisau
atau Tessen (kipas besi) dimasukkan juga
dalam kurikulum.
Saat ini, jiu
jitsu dipraktekkan dalam berbagai bentuk teknik, baik kuno dan modern. Berbagai
metode jiujitsu telah dimasukkan atau disatukan menjadi judo dan aikido, serta
diekspor ke seluruh dunia dan ditransformasikan ke dalam sistem olahraga gulat
(MMA), juga diadopsi baik secara keseluruhan atau hanya sebagian oleh sekolah-sekolah
karate atau seni bela diri yang tidak terkait lainnya, tapi masih ada juga yang
mempraktekan jiu jitsu aslinya seperti berabad-abad lalu.
Ilmu Pedang
Satu set (daisho) pedang antik Jepang
(samurai) dan ujung pegangan pedang masing-masing (koshirae), katana atas dan
wakizashi bawah, periode Edo
Ilmu pedang,
seni pedang, memiliki etos hampir seperti mitos, dan diyakini oleh beberapa
orang sebagai seni bela diri penting, melebihi semuanya. Terlepas dari
kebenarannya, ilmu pedang itu sendiri telah menjadi subyek dari cerita dan legenda
di hampir semua budaya di mana pedang telah digunakan sebagai alat kekerasan.
Di Jepang, penggunaan katana tidak
berbeda keadaannya. Meskipun
awalnya keterampilan yang paling penting dari kelas prajurit adalah berkuda dan
memanah, tapi akhirnya ilmu pedang juga menjadi hal yang penting yang harus
dikuasai. Di era Kofun (abad ke-3 dan 4) bentuk awal pedang adalah berbilah
lurus. Menurut legenda, pedang melengkung yang dibuat kuat dengan proses lipat
terkenal pertama kali dibentuk oleh pandai besi Amakuni Yasutsuna (天國安綱, 700 M).
Perkembangan
utama dari ilmu pedang terjadi antara 987 M dan 1597 M. Perkembangan ini
ditandai dengan adanya seni bela diri yang mendalam selama era damai, dan memfokuskan
pada daya tahan, utilitas, dan produksi massal selama periode perang, terutama
perang sipil selama abad ke-12 dan invasi Mongolia selama abad ke-13 (transisi
dari memanah di punggung kuda sampai ke pertempuran tangan kosong).
Pengembangan ilmu
pedang bersamaan dengan pengembangan metode yang digunakan untuk menguasainya.
Selama masa damai, prajurit dilatih dengan pedang, dan menemukan cara-cara baru
untuk menerapkannya. Selama perang, teori-teori ini diuji. Setelah perang
berakhir, mereka yang selamat mengevaluasi
teknik apa saja yang berhasil
dan apa yang tidak, dan menyampaikan teknik-teknik tersebut ke generasi
berikutnya. Pada 1600 M, Tokugawa Ieyasu
(徳川家康, 1543-1616) menguasai total seluruh Jepang, dan negara memasuki masa
damai yang panjang dan berlangsung sampai Restorasi Meiji. Selama periode itu,
teknik menggunakan pedang mengalami transisi dari seni bela diri untuk
membunuh, menjadi mencakup pengembangan filsafat pribadi dan kesempurnaan
spiritual.
Terminologi
yang digunakan dalam ilmu pedang Jepang agak ambigu. Banyak nama telah
digunakan untuk berbagai aspek seni atau untuk mencakup seni secara
keseluruhan.
Kenjutsu
Kenjutsu (剣術:?けんじゅつ) secara harfiah
berarti "seni/ilmu pedang". Meskipun istilah ini telah digunakan
sebagai istilah umum untuk ilmu pedang secara keseluruhan, di zaman modern,
kenjutsu lebih mengacu pada aspek tertentu dari ilmu pedang yang berkaitan dengan
pelatihan pedang secara berpasangan. Hal Ini merupakan jurus tertua dari
pelatihan ilmu pedang dan, pada tingkat yang paling rendah, terdiri dari dua orang
dengan pedang terhunus, berlatih latihan tarung. Secara historis berlatih
dengan katana kayu (bokken), terdiri
dari jurus yang telah tentukan gerakannya, disebut kata, atau kadang-kadang disebut kumitachi, dan mirip dengan latihan berpasangan dipraktekkan di kendo. Siswa tingkat lanjut, menaikan
level pelatihan kenjutsu dengan mempraktekan tarung bebas.
Battōjutsu
Battōjutsu (抜刀術:?ばっとうじゅつ), secara harfiah
berarti "seni/ilmu menghunus pedang", dan dikembangkan pada
pertengahan abad ke-15, adalah ilmu
pedang yang memfokuskan diri pada teknik menarik pedang secara efisien, menebas
musuh, dan mengembalikan pedang ke sarungnya (Saya). Istilah ini mulai dipakai secara khusus selama Periode
Perang (abad ke 15 s.d 17). Terkait erat dengan, iaijutsu, pelatihan Battōjutsu menekankan pertahanan (defensive) dan menyerang dengan cepat (counter-attacking). Teknis pelatihan
Battōjutsu menggabungkan kata, tetapi
umumnya hanya terdiri dari beberapa gerak, dengan fokus cara melangkah mendekati
musuh, menghunus pedang, melukai lawan, dan menyarungkan senjata. Latihan Battōjutsu cenderung kurang
terperinci, serta hanya mempertimbangan estetika dari iaijutsu oriaidō kata. Akhirnya, perhatikan bahwa penggunaan nama
saja tidak menunjukan teknik aslinya; apa yang disebut Battōjutsu untuk di satu
sekolah mungkin saja teknik iaijutsu yang lain.
Iaijutsu
Iaijutsu (居合術:?いあいじゅつ), adalah
"seni/ilmu kehadiran mental dan reaksi cepat", juga merupakan seni
Jepang menghunus pedang. Namun, tidak seperti Battōjutsu, iaijutsu cenderung mempunyai teknik lebih kompleks, dan
fokus pada penyempurnaan jurus. Aspek teknik utama yang halus, gerakan
terkendali menarik pedang dari sarungnya, menyerang atau menyerang lawan,
menghapus darah dari pedang, dan kemudian memasukan pedang ke sarungnya.
Naginatajutsu
Seorang samurai menghunus naginata.
Naginatajutsu (長刀術:?なぎなたじゅつ) adalah seni
Jepang menggunakan naginata(salah
satu jenis pedang Jepang dengan tongkat panjang), senjata menyerupai pedang
Eropa abad pertengahan atau guisarme.
Kebanyakan jurus naginata hari ini jurus yang telah dimodernisasi (gendai budo) yang disebut "jalan
naginata" (naginata-do) atau
"naginata baru" (Atarashii
naginata), di mana kompetisinya juga diadakan.
Namun, banyak
koryu mempertahankan naginatajutsu dalam kurikulum mereka. Perlu dicatat juga,
selama periode Edo akhir, naginata digunakan untuk melatih gadis-gadis dan
istri-istri yang menunggu suami-suami meraka selama perang. Dengan demikian,
sebagian besar jurus naginatajutsu dikuasai oleh perempuan dan kebanyakan
praktisi naginata di Jepang adalah perempuan. Hal ini telah memberikan kesan bahwa, naginatajutsu adalah seni
bela diri yang tidak digunakan oleh prajurit laki-laki. Kenyataannya, naginatajutsu dikembangkan dari awal abad pertengahan Jepang dan
sudah lama digunakan oleh para samurai.
Sōjutsu
Sōjutsu (槍術:?そうじゅつ) adalah seni Jepang dalam pertempuran dengan tombak (yari). Untuk sebagian besar sejarah
Jepang, Sōjutsu dipraktekkan secara luas oleh sekolah tradisional. Dalam masa
perang, Sōjutsu adalah keterampilan utama yang harus dikuasai prajurit. Sekarang
ini, Sōjutsu adalah seni kecil yang sangat sedikit diajarkan di sekolah-sekolah.
Ninjutsu
Ninjutsu dikembangkan oleh kelompok
orang terutama dari Provinsi Iga dan Koka, Shiga dari Jepang yang menjadi terkenal karena keterampilan mereka
sebagai pembunuh, penjelajah dan mata-mata. Pelatihan shinobi (Ninja) ini termasuk menyamar, melarikan diri, sembunyi,
panahan, obat-obatan, bahan peledak, dan racun. Sebagian dikembangkan di abad
ke-14 selama periode perang negara feodal Jepang, banyak sekolah (ryu) yang masing-masing memiliki ajaran
unik yang berbeda-beda.
Seni Bela Diri Koryu Lainnya
Sekolah-sekolah
seni bela diri asli dari Jepang yang hampir seluruhnya sogo (komprehensif) bujutsu.
Dalam masa damai yang panjang Keshogunan
Tokugawa ada peningkatan spesialisasi dengan banyak sekolah mengkhususkan diri dengan melatih senjata tertentu yang digunakan
dalam peperangan. Namun, ada banyak senjata tambahan yang digunakan oleh
prajurit pada zaman feodal Jepang, dan seni untuk menggunakan masing-masing
senjata tersebut. Biasanya mereka dipelajari sebagai senjata sekunder atau
tersier dalam sekolah tetapi ada juga, seperti seni memegang tongkat pendek, (Jodo) merupakan seni utama yang
diajarkan oleh Shinto Muso-ryu.
Seni lainnya
mengajarkan keterampilan militer selain penggunaan persenjataan. Contohnya meliputi keterampilan maritim seperti berenang dan
mengarungi sungai (suijutsu), menunggang
kuda/equestrianism (bajutsu), membakar
dan menghancurkan gedung (Kajitsu).
Gendai budō
Gendai budo (現代武道: げんだいぶどう?), Secara harfiah berarti "cara
beladiri modern". Biasanya berlaku untuk seni yang didirikan setelah awal Restorasi Meiji
pada tahun 1868. Aikido dan judo adalah contoh gendai budo yang
didirikan di era modern, sedangkan iaido
merupakan modernisasi dari praktek yang telah ada selama berabad-abad.
Perbedaan inti, seperti
penjelasan "Koryu", di atas, bahwa seni Koryu dipraktekkan seperti
ketika utilitas utama mereka adalah untuk digunakan dalam peperangan, sedangkan
tujuan utama budo gendai adalah untuk pengembangan diri, dengan pertahanan diri
sebagai tujuan sekunder. Selain itu, banyak dari budo gendai telah memasukkan
unsur olahraga mereka. Judo dan kendo
adalah contohnya.
Judo
Judoka melakukan
lemparan (osoto-gari)
Judo (柔道:?じゅうどうjudo), secara harfiah berarti "cara lembut", adalah seni
bela diri berbasis gulat, dipraktekkan sebagai olahraga. Berisi substansi yang difokuskan pada pengembangan pribadi,
spiritual, dan pengembangan diri secara fisik praktisi seperti yang ditemukan di seluruh gendai budo.
Judo
diciptakan oleh Kano Jigoro (嘉納治五郎Kano Jigoro, 1860-1938) pada akhir abad
ke-19. Kano mengambil seni bela diri Koryu,ia belajar (khusus Kito-ryu dan Tenjin Shin'yo-ryu jujutsu), dan secara sistematis menciptakan kembali ke dalam seni bela diri
dengan fokus pada praktek
gaya bebas (randori) dan kompetisi, membuang semua teknik-teknik berbahaya
dari jiujutsu atau membatasinya hanya untuk kata.
Kano merancang sistem yang kuat dari teknik-teknik dan metode pelatihan baru,
yang mencapai puncaknya pada tanggal 11 Juni 1886, di sebuah turnamen yang
nantinya akan didramatisasi oleh pembuat film Jepang Akira Kurosawa (黒沢明Kurosawa Akira,
1910-1998), dalam film "Sanshiro
Sugata"(1943).
Judo
masuk menjadi salah satu cabang
Olimpiade pada tahun 1964, dan telah menyebar ke seluruh dunia. Sekolah asli
Kano Jigoro, "Kodokan",
memiliki siswa dari seluruh dunia, dan banyak sekolah lainnya telah didirikan
oleh siswa-siswa Kano.
Kendo
Pelatihan kendo di
sebuah sekolah pertanian di Jepang sekitar tahun 1920.
Kendo (剣道: けんどう kendo?), Yang berarti
"jalan pedang", didasarkan pada pertempuran pedang Jepang. Yang merupakan
evolusi dari seni kenjutsu, pelatihan
dan praktek diwariskan dari beberapa sekolah pedang tertentu. Pengaruh teknis
utama dalam perkembangannya adalah sekolah kenjutsu dari Itto-ryu (didirikan pada Abad ke-16), filosofi intinya berkisar
konsep bahwa semua serangan pedang berkisar teknik kiri-oroshi (sabetan atas ke bawah). Kendo benar-benar mulai
terbentuk dengan dikenalkannya pedang bambu, yang disebut shinai. Dan baju zirah kayu ringan, disebut bogu, oleh Naganuma
Sirōzaemon Kunisato (長沼四郎左衛門国郷, 1688-1767), yang memungkinkan untuk mempraktekan
serangan dengan kecepatan dan kekuatan penuh tanpa risiko cedera pada pasangan.
Saat
ini, hampir seluruh Praktek kendo diatur oleh All Japan Kendo Federation (AJKF), didirikan pada tahun 1951. Pertandingan
dinilai dari poin, dengan peserta pertama yang mencetak dua poin atas lawannya
dinyatakan sebagai pemenang. Satu poin dapat dicetak dengan serangan sukses dan
dilaksanakan dengan baik ke salah satu dari beberapa sasaran: sebuahserangan ke
tenggorokan, atau serangan ke bagian atas kepala, sisi kepala, sisi tubuh, atau
lengan. Praktisi juga bisa berkompetisi dalam jurus (kata), menggunakan pedang baik kayu atau logam tumpul, mempraktekkan
jurus yang telah ditentukan oleh AJKF.
Iaidō
Iaido (居合道:?いあいどう), yang berarti "jalan
kehadiran mental dan reaksi cepat", adalah modernisasi dari iaijutsu, tetapi dalam prakteknya sering
identik dengan iaijutsu. Penggantian jutsu dengan do, adalah bagian dari abad ke-20 yang memfokuskan pada
pengembangan pribadi dan spiritual. Evolusi yang terjadi di banyak seni bela
diri, dalam kasus iaido, beberapa sekolah hanya berubah nama tanpa mengubah
kurikulum, dan sekolah yang lain merubah semua dari orientasi pertarungan ke pengembangan
rohani.
Aikido
Teknik shihonage Aikido
Aikido (合氣道: あいきどうaikido) berarti "jalan menuju keharmonisan dengan ki". Adalah seni bela diri Jepang
yang dikembangkan oleh Morihei Ueshiba
(植芝盛平Ueshiba Morihei, 1883-1969).
Terdiri dari teknik "menyerang", "melempar" dan
"kuncian" dan dikenal untuk gerakan yang mengalir dan menyatu dengan
penyerang, daripada mengadu "kekuatan dengan kekuatan". Penekanannya
kepada menyatukan dengan ritme dan tujuan lawan untuk mencari posisi dan waktu
optimal, hingga lawan bisa ditundukan tanpa kekuatan. Aikido juga dikenal pada
penekanan pengembangan pribadi siswa, yang mencerminkan latar belakang
spiritual pendirinya.
Morihei
Ueshiba mengembangkan aikido terutama dari Daito-ryuAiki-jūjutsu
menggabungkan gerakan pelatihan seperti pelatihan yari (tombak), jo (tongkat
pendek), dan juga juken (bayonet).
Bisa dibilang pengaruh terkuatnya dalam banyak hal berasal dari kenjutsu, gerakan praktisi aikido dianggap
sehebat gerakan pendekar pedang tapi dengan tangan kosong.
Kyūdō
Busur panah dengan
tarikan penuh (kai).
Kyūdō (弓道:?きゅうどう), yang berarti
"cara busur", adalah nama modern untuk panahan Jepang. Berasal dari
bahasa Jepang, kyujutsu, "seni
dari busur", adalah disiplin ilmu samurai, kelas prajurit Jepang. Busur
adalah senjata jarak jauh yang memungkinkan sebuah unit militer untuk melumpuhkan
kekuatan lawan dari jauh. Jika pemanah berada di atas kuda, mereka dapat
digunakan sebagai platform senjata mobile untuk mendapatkan efek lebih dahsyat.
Pemanah juga digunakan dalam pengepungan dan pertempuran laut.
Namun,
dari abad ke-16 dan seterusnya, senjata api perlahan menggusur busur sebagai
senjata medan perang yang dominan. Busur kehilangan signifikansinya sebagai
senjata perang, dan di bawah pengaruh Buddhisme, Shinto, Taoisme dan
Konfusianisme, panahan Jepang berevolusi menjadi kyudo, "cara busur".
Di beberapa sekolah kyudo dipraktekkan sebagai latihan kontemplatif yang telah disempurnakan,
sementara di sekolah lain dipraktekkan sebagai olahraga.
Karate
Karate (空手 karate?) Secara harfiah
berarti "tangan kosong". Juga kadang-kadang disebut "jalan
tangan kosong" (空手道 Karatedo?).
Karate
berasal dan, secara teknis, Okinawa,
sebelumnya dikenal sebagai Kerajaan
Ryukyu, tapi sekarang menjadi bagian dari Jepang. Karate merupakan
perpaduan dari yang sudah ada seni bela diri Okinawa, yang disebut "te", dan seni bela diri Tiongkok.
Karate adalah seni yang telah diadopsi dan dikembangkan oleh praktisi di pulau
utama Jepang Honshu.
Karate
datang ke Honshu dimulai dari Gichin
Funakoshi (船越義珍Funakoshi Gichin,
1868-1957), yang disebut sebagai bapak karate, dan merupakan pendiri Shotokan karate. Meskipun beberapa
praktisi karate Okinawa sudah tinggal dan mengajar di Honshu, Funakoshi
memberikan demonstrasi publik karate di Tokyo
di sebuah pameran pendidikan jasmani disponsori oleh kementerian pendidikan pada
tahun 1917, dan sekali lagi pada tahun 1922. Akibatnya, pelatihan karate
dimasukkan ke dalam sistem sekolah publik Jepang. Juga, sampai saat ini seragam
putih dan sistem ranking Kyu/Dan (yang awalnya dilakukan oleh pendiri
judo, Kano Jigoro) diadopsi dari judo.
Latihan
karate ditandai dengan teknik tinju dan tendangan yang dilakukan dari posisi kuda-kuda
yang stabil. Banyak aliran karate dipraktekkan saat ini yang menggabungkan jurus
(kata) awalnya dikembangkan oleh
Funakoshi dan gurunya, dan banyak pelatihan menggunakan senjata yang berbeda yang
awalnya digunakan sebagai alat pertanian oleh petani dari Okinawa. Banyak
praktisi karate berpartisipasi di kompetisi ringan dan minim kontak, sementara
beberapa lainnya (contohKyokushin karate)
bersaing di kompetisi full contact
dengan sedikit atau tanpa alat pelindung sama sekali.
Shorinji Kempo
Shorinji Kempo (? 少林寺拳法Shorinji-Kenpo) adalah system bela diri
pasca Perang Dunia II dan pelatihan pengembangan diri (行: Gyo atau disiplin) dikenal sebagai versi modifikasi dari Shaolin Kung Fu. Ada dua kategori teknik
primer seperti Goho (serangan,
tendangan dan bertahan) dan Juho
(jepitan, kuncian dan menghindar). Didirikan pada tahun 1947 oleh Doshin So (宗道臣So Dōshin?) Yang berada Manchuria selama Perang Dunia II dan
kembali ke negara asalnya Jepang setelah Perang Dunia II, melihat kebutuhan untuk mengatasi
kehancuran dan membangun kembali kepercayaan diri rakyat Jepang dalam skala
besar.
Meskipun
Shorinji Kempo awalnya diperkenalkan di Jepang pada akhir 1940-an dan 1950-an
melalui program skala besar yang melibatkan karyawan organisasi nasional utama
(contoh Japan Railways) yang kemudian
menjadi populer di banyak negara lain. Saat ini, menurut World Shorinji Kempo Organization (WSKO), ada hampir 1,5 juta
praktisi di 33 negara.
Konsep Filosofis dan Strategis
Aiki
Prinsip
aiki (合気?) sangat sulit untuk
digambarkan atau dijelaskan. Terjemahan yang paling sederhana dari Aiki, adalah
"gabungan energi", memungkiri kedalaman filosofis. Umumnya, adalah
prinsip yang mencocokan lawan untuk mengalahkannya. Ini adalah konsep "mencocokan",
atau "menggabungkan", atau bahkan "harmonisasi" (semua
interpretasi yang valid dari ai) yang
berisi kompleksitas. Seseorang mungkin "mencocokan" lawan dalam
bentrokan tenaga, bahkan mungkin mengakibatkan terbunuh bersama-sama. Dan itu
bukan aiki. Aiki dicontohkan sebagai gagasan mengabungkan fisik dan mental
dengan lawan dengan tujuan untuk menghindari benturan langsung kekuatan. Dalam
prakteknya, aiki dicapai dengan terlebih dahulu bergabung dengan gerakan lawan
(aspek fisik) serta maksud (bagian mental), kemudian mengatasi kehendak lawan,
mengarahkan gerak dan niat mereka.
Secara
historis, prinsip ini digunakan untuk tujuan merusak; untuk mengambil keuntungan
dan membunuh lawan. Seni bela diri modern aikido dilandasi prinsip bahwa
pengendalian lawan dicapai oleh keberhasilan penerapan aiki untuk mengalahkan
lawan tanpa melukai mereka.
Sikap
Kokoro (心: こころ) adalah sebuah konsep yang
terdapat di banyak seni bela
diri, tetapi tidak memiliki makna diskrit tunggal. Secara harfiah diterjemahkan
sebagai "jantung", dalam konteks ini juga bisa berarti
"karakter" atau "sikap." Karakter adalah sebuah konsep
sentral dalam karate, dan sesuai dengan sifat asli dodi karate modern, ada penekanan besar pada pengembangan diri. Hal
ini sering dikatakan bahwa seni karate adalah untuk membela diri; tidak melukai
lawan adalah ekspresi tertinggi dari seni. Beberapa kutipan populer melibatkan
konsep ini meliputi:
"Tujuan utama Karate tidak terletak
pada kemenangan atau kekalahan, tetapi dalam kesempurnaan karakter dari pelaku."
-Gichin Funakoshi.
Budō
Budō adalah istilah Jepang yang
menggambarkan seni bela diri Jepang modern. Secara harfiah diterjemahkan "jalan
bela diri", dan dapat dianggap sebagai "jalan perang".
Bushidō
Kode
etik kehormatan bagi cara hidup samurai, pada prinsipnya mirip dengan ksatria
tapi budayanya sangat berbeda. Secara harfiah "jalan prajurit", yang
didedikasikan untuk Bushido memiliki
keterampilan yang baik dengan pedang atau busur, dan dapat menahan rasa sakit
dan ketidaknyamanan. Disini menekankan keperkasaan, keberanian, dan kesetiaan
kepada tuan mereka (daimyo) di atas
semua.
Kesopanan
Shigeru Egami (adalah seorang master
Jepang perintis Shotokan karate yang
mendirikan aliran Shōtōkai. Dia
adalah seorang siswa dari Gichin
Funakoshi, yang secara luas diakui sebagai pendiri karate modern):
Kata-kata
yang saya sering dengar adalah "segala sesuatu yang dimulai dengan rei dan berakhir dengan rei". Kata itu sendiri,
bagaimanapun, dapat ditafsirkan dalam beberapa cara; rei dari reiki berarti
"etiket, sopan santun, adab" dan juga merupakan rei dari keirei,
"salam" atau "busur". Arti dari rei kadang-kadang dijelaskan dalam hal kata atau Katachi( "latihan formal" dan
"jurus"). Hal Ini sangat penting tidak hanya di karate tetapi dalam
semua seni bela diri modern. Untuk tujuan dalam seni bela diri modern, mari
kita pahami rei sebagai busur seremonial yang sopan
dan pantas yang nyata.
Seseorang
yang akan mengikuti cara karate harus sopan, tidak hanya dalam pelatihan tetapi
dalam kehidupan sehari-hari. Rendah hati dan lembut, dia tidak pernah harus seperti
budak. Penampilannya dalam melakukan kata
harus mencerminkan keberanian dan kepercayaan diri. Kombinasi yang sepertinya
berlawanan dengan asas keberanian dan kelembutan berujung pada harmoni. Memang
benar, sebagai Master Funakoshi pernah katakan, bahwa semangat karate akan
hilang tanpa sopan santun.
Kiai
Sebuah
istilah yang menggambarkan 'semangat berjuang'. Dalam penggunaan praktis sering
merujuk pada jeritan atau teriakan yang dilakukan selama serangan, digunakan
untuk pernapasan yang tepat serta melemahkan atau mengganggu musuh.
Metode Keras Dan Lunak ("hard-style" dan "soft-style")
Simbol
"yin-yang" (bahasa Tiongkok: taijitu).
Ada
dua metodologi strategis yang mendasari penerapan aliran dalam seni bela diri
Jepang. Salah satunya adalah metode keras "hard-style" (剛法Goho?),
dan metode lunak "soft-style"
(柔法Juho?). Tersirat dalam
konsep-konsep terpisah tapi sama dan saling terkait alam, berhubungan dengan
filosofis dari prinsip-prinsip Tiongkok yin
dan yang (bahasa Jepang: in dan yo).
Metode
keras ditandai dengan penerapan langsung melawan kekuatan lawan. Dalam prakteknya,
bisa berarti serangan langsung, yang terdiri dari gerakan langsung terhadap
lawan, bertepatan dengan serangan terhadap lawan. Sebuah teknik defensif di
mana petarung berdiri untuk memblokir atau menangkis (langsung menentang
serangan dengan menghentikannya atau menyerang dari samping), menjadi contoh dari metode keras dari
pertahanan. Teknik metode keras umumnya dikonseptualisasikan sebagai garis
lurus.
Metode
lunak dicirikan oleh mengaplikasikan kekuatan secara tidak langsung, baik
menghindari atau mengalihkan kekuatan yang berlawanan. Misalnya, menerima
serangan dengan menghindarinya, diikuti dengan menyerang dengan kekuatan ke
anggota badan penyerang dengan tujuan membuat tidak seimbang penyerang adalah
contoh dari metode lembut. Teknik metode lembut umumnya dikonseptualisasikan
sebagai lingkaran.
Definisi
ini sering menimbulkan perbedaan ilusi antara "hard-style" dan "soft-style"
seni bela diri. Sebenarnya, sebagian besar praktisi bela diri menggunakan
keduanya, terlepas dari nomenklatur internal mereka. Menganalisis perbedaan
sesuai dengan prinsip yin dan yang, filsuf menegaskan bahwa
ketidakhadiran salah satunya akan membuat keterampilan praktisi tidak seimbang atau
kekurangan, seperti yin dan yang masing-masing hanya setengah dari
keseluruhan.
Bukaan, inisiatif dan waktu (Openings, initiative and timing)
Bukaan,
inisiatif, dan waktu (Openings,
initiative and timing) adalah konsep yang sangat berlaku untuk pertahanan
diri dan pertarungan kompetitif. Mereka masing-masing menunjukkan pertimbangan
yang berbeda relevan dengan berhasil atau tidaknya dalam memulai atau melawan
serangan.
Bukaan
(suki隙?) adalah dasar dari sebuah
serangan yang berhasil. Meskipun mungkin untuk berhasil melukai lawan yang siap
menerima serangan, hal ini jelas lebih baik untuk menyerang saat dan di mana
lawan sedang terbuka. Pertahanan
yang menjadi terbuka mungkin dengan membuat lawan menjadi lelah dan menurunkan
pertahanannya (seperti menurunkan tangan mereka), atau dengan cerdik menurunkan
konsentrasi. Dalam bentuk klasik pertarungan antara master, masing-masing akan
berdiri hampir tidak bergerak pertahanan yang terbuka terlihat; kemudian mereka
mulai menyerang dengan serangan yang mematikan, dengan tujuan melumpuhkan lawan
dengan satu pukulan.
Dalam
seni bela diri Jepang, "inisiatif" (先sen?) adalah "saat yang menentukan bila serangan mematikan
dimulai." Ada dua jenis inisiatif dalam seni bela diri Jepang, inisiatif
awal (先の先sen no sen? ), dan akhir
inisiatif (後の先go no sen?). Setiap
jenis inisiatif saling melengkapi satu sama lain, dan memiliki kelebihan dan kelemahan
yang berbeda. Inisiatif awal adalah mengambil keuntungan dari pembukaan di pertahanan
lawan atau konsentrasi. Untuk sepenuhnya mengambil inisiatif awal, serangan itu
diluncurkan harus dengan komitmen total dan jangan ragu-ragu, dan mengabaikan
kemungkinan serangan balasan oleh lawan. Akhir inisiatif melibatkan upaya aktif
untuk menginduksi serangan lawan yang akan membuat lemah pertahanan lawan,
seringkali juga dengan berpura-pura melakukan pembukaan yang menarik lawan
melakukan serangan.
Semua
konsep di atas diintegrasikan ke dalam gagasan interval pertarungan atau waktu
(間合いmaai?). Maai adalah konsep yang rumit, menggabungkan bukan hanya jarak
antara lawan, tetapi juga waktu yang diperlukan untuk melintasi jarak, dan
sudut dan irama serangan. Hal ini mengkhususkan diri untuk menentukan
"posisi" yang tepat untuk menyerang lawan, setelah memperhitungkan unsur-unsur
lain di atas. Misalnya, maai lawan lebih cepat adalah lebih jauh daripada lawan
lambat. Ini sangat ideal untuk lawan untuk mempertahankan maai sambil mencegah serangan.
• Go no sen - berarti "akhir
serangan" melibatkan gerakan defensif atau counter serangan.
• Sen no sen - inisiatif pertahanan
diluncurkan bersamaan dengan serangan dari lawan.
• Sensen no sen - sebuah inisiatif yang
diluncurkan untuk mengantisipasi serangan di mana lawan berkomitmen penuh untuk
menyerang dan dengan demikian secara psikologis tidak bisa menghentikan
serangan tersebut.
Shuhari
Prinsip
Shuhari menggambarkan tiga tahap
pembelajaran.
Pengajaran
Sekolah-sekolah
Secara
harfiah berarti "aliran" dalam bahasa Jepang, Ryu adalah sekolah khusus seni.
Instruktur/Pelatih
Sensei (? 先生) adalah nama yang digunakan
untuk seorang guru, dengan cara yang mirip dengan sebuah perguruan tinggi
'Profesor'. Sōke (宗家:?そうけ).
Diterjemahkan sebagai "kepala sekolah" yang berarti kepala ryu.
Senior dan Yunior
Hubungan
antara siswa senior (先輩senpai?) san siswa junior (後輩kōhai?) bukan hanya berasal dari seni
bela diri, melainkan sudah ada dalam budaya Jepang dan Asia umumnya. Ini
mendasari hubungan interpersonal orang Jepang di banyak konteks, seperti
bisnis, sekolah, dan olahraga. Hal ini telah menjadi bagian dari proses
pembelajaran di sekolah seni bela diri Jepang. Seorang siswa senior adalah
seorang senior untuk semua siswa baik yang baru mulai pelatihan, atau secara
tingkatan di bawahnya. Peran siswa senior sangat penting untuk indoktrinasi
para siswa junior untuk etika, etos kerja, dan kebajikan lainnya yang penting
untuk sekolah. Siswa junior diharapkan untuk memperlakukan senior mereka dengan
hormat, dan memainkan peran penting dalam memberikan siswa senior kesempatan
untuk belajar keterampilan kepemimpinan. Siswa Senior bisa mengajar kelas
formal, tetapi dalam segala hal mereka berperan sebagai guru kepada siswa
junior, dengan memberikan contoh dan dengan memberikan dorongan moral.
Tingkatan
Terdapat
dua sistem pendidikan dalam seni bela diri Jepang, meskipun di beberapa sekolah
ada yang telah menggabungkan kedua sistem ini bersama-sama. Sistem pendidikan
lama sebelum tahun 1868 berdasarkan kurikulum yang tradisi pertahankan.
Kurikulum ini mempunyai serangkaian tingkatan yang diturunkan dalam Ryu (tradisi). Tujuan dari Kurikulum ini
adalah para siswa mencapai "lisensi transmisi total" (menkyo kaiden), yang merupakan lisensi yang
memperbolehkan siswa untuk mengajarkan tradisi ryu di luar dari ryu
tersebut.
Sistem
modern setelah tahun 1868 (dani) pemberian
sabuk sesuai tingkatan tertentu. Siswa naik dengan tingkat melalui serangkaian
"nilai" (Kyu), diikuti oleh
serangkaian "tingkat" (Dan),
sesuai dengan prosedur pengujian formal. Beberapa perguruan hanya menggunakan sabuk
putih dan hitam untuk membedakan antara tingkatan keterampilan, sementara yang
lain menggunakan perkembangan sabuk berwarna untuk tingkat kyu.
Jurus
Dikatakan
bahwa jurus (kata) adalah tulang
punggung dari seni beli diri, Namun demikian, di sekolah dan aliran berbeda
mengajarkan banyak variasi jurus yang berbeda-beda dalam latihan mereka.