Selasa, 03 Mei 2016

SENI BELA DIRI JEPANG

SENI BELA DIRI JEPANG
Terjemahan dari www.wikipedia.org
Pendahuluan

foto akhir abad ke-19 Yamabushi berjubah dan dipersenjatai dengan naginata (salah satu jenis pedang Jepang dengan tongkat panjang) dan tachi (salah satu jenis pedang Jepang)
Penggunaan istilah "budo" berarti seni bela diri yang modern, dan secara historis berarti cara hidup meliputi dimensi fisik, spiritual, moral dan dengan fokus perbaikan diri, pemenuhan, atau pertumbuhan pribadi. Istilah Bujutsu dan bugei memiliki definisi lebih diskrit, setidaknya menurut sejarah. Bujutsu mengacu khusus untuk aplikasi praktis dari taktik dan teknik bela diri dalam pertarungan yang sebenarnya. Bugei mengacu pada adaptasi atau penyempurnaan dari taktik dan teknik untuk memfasilitasi instruksi yang sistematis dan diseminasi dalam lingkungan belajar formal.

Sejarah

Melucuti penyerang menggunakan teknik tachi-dori ("perebutan pedang").
Asal sejarah dari seni bela diri Jepang dapat ditemukan dalam tradisi prajurit samurai (bangsawan militer dan kasta pejabat Jepang abad pertengahan dan awal modern) dan sistem kasta yang membatasi penggunaan senjata oleh anggota masyarakat lainnya. Awalnya, samurai diharapkan untuk mahir dalam penggunaan banyak senjata, serta pertarungan bersenjata, dan mencapai penguasaan tertinggi keterampilan tempur.
Biasanya, pengembangan teknik pertarungan terkait dengan alat yang digunakan untuk melakukan teknik tersebut. Dalam dunia yang cepat berubah, alat tersebut selalu berubah, membutuhkan teknik untuk menggunakannya yang secara terus-menerus untuk diciptakan lagi. Dalam kondisinya yang terisolasi sejarah Jepang agak unik. Dibandingkan dengan Negara lain, alat perang Jepang berkembang secara perlahan. Banyak orang percaya bahwa hal ini memberikan kelas ksatria kesempatan untuk mempelajari senjata mereka secara lebih mendalam dibanding dengan kebudayaan lain. Namun demikian, pengajaran dan pelatihan seni bela diri ini tidak berevolusi. Misalnya, dalam periode awal abad pertengahan, busur dan tombak yang diprioritaskan, tetapi selama periode Tokugawa, lebih sedikit peperangan skala besar terjadi, dan pedang menjadi senjata paling bergengsi. Kecenderungan lain yang berkembang sepanjang sejarah Jepang adalah bahwa peningkatan spesialisasi bela diri masyarakat menjadi lebih bertingkat dari waktu ke waktu.
Seni bela diri yang telah dikembangkan dan atau berasal dari Jepang luar biasa beragam, dengan banyak perbedaan dalam alat pelatihan, metode, dan filsafat serta aliran di sekolah-sekolah. Dikatakan bahwa, seni bela diri Jepang secara umum dapat dibagi menjadi budo Koryu dan gendai berdasarkan apakah mereka masing-masing ada sebelum atau setelah Restorasi Meiji. Karena budo gendai dan Koryu berbagi asal sejarah yang sama, kita akan menemukan berbagai jenis seni bela diri yang hampir sama (seperti jiu-jitsu, kenjutsu, atau naginatajutsu) pada keduanya.

Koryū bujutsu
Koryu (古流: こりゅう), yang berarti "perguruan tradisional", atau "perguruan tua", mengacu khusus untuk perguruan-perguruan seni bela diri, yang berasal di Jepang, baik sebelum awal Restorasi Meiji pada tahun 1868, atau dekrit Haitōrei di 1876. Dalam masa modern, bujutsu (武術?), yang berarti seni/ilmu militer, dilambangkan dengan aplikasi praktis dari teknik untuk situasi dunia nyata atau medan perang.
Istilah ini juga digunakan secara umum untuk menunjukkan aliran tertentu atau seni bela diri tersebut "tradisional" bukannya "modern". Namun, apakah itu termasuk dalam "tradisional" atau "modern" telah menjadi bahan perdebatan. Aturan praktisnya, tujuan utama dari seni bela diri Koryu adalah untuk digunakan dalam perang. Contoh yang paling ekstrim dari sebuah perguruan Koryu dilindungi secara tradisional, dan sering para leluhur berlatih bela diri bahkan disaat tidak ada perang. Perguruan Koryu lain mungkin telah memodifikasi latihan mereka (yang mungkin atau mungkin tidak mengakibatkan hilangnya status "Koryu" di mata sesama). Sebaliknya pada  seni bela diri "modern", fokus utamanya adalah pada perbaikan diri (mental, fisik, atau spiritual) dari praktisi individu, dengan penekanan pada aplikasi praktis dari seni bela diri baik untuk olahraga atau tujuan membela diri.
Subbagian berikut mewakili tidak setiap perguruan seni bela diri, melainkan "jenis" umum dari seni bela diri. Umumnya dibedakan atas dasar metodologi pelatihan dan peralatan, meskipun variasi lainnya masih ada.

Sumo
Sumo (相撲:?すもうsumo), yang dianggap oleh banyak orang olahraga nasional Jepang, memiliki asal-usul di masa lalu. Catatan tertulis paling awal dari Jepang, yang tanggal dari abad ke-8, mencatat pertandingan sumo pertama di 23 SM, khusus atas permintaan kaisar dan berlangsung sampai satu orang terluka. Mulai tahun 728 Masehi, Kaisar Shomu Tenno (聖武天皇, 701-756) mulai menyelenggrakan pertandingan resmi sumo di festival panen tahunan. Tradisi ini mengharuskan mengadakan pertandingan di hadapan kaisar, namun secara bertahap menyebar, dan juga diadakan di festival Shinto, dan pelatihan sumo akhirnya dimasukkan ke dalam pelatihan militer. Pada abad ke-17, sumo menjadi olahraga profesional terorganisir, terbuka untuk umum, dinikmati oleh kelas atas dan rakyat jelata.
Saat ini, sumo tetap memakai hiasan-hiasan tradisional, termasuk wasit berpakaian sebagai imam Shinto, dan ritual di mana kompetitor bertepuk tangan, menghentakkan kaki mereka, dan melemparkan garam di atas ring sebelum setiap pertandingan. Untuk memenangkan pertandingan, pesaing saling melempar dan melakukan teknik gulat untuk menjatuhkan lawan ke tanah, orang pertama yang menyentuh tanah dengan bagian tubuh selain bagian bawah kaki, atau menyentuh tanah di luar ring dengan bagian tubuh, kalah. Enam turnamen utama yang diadakan setiap tahun di Jepang, dan nama masing-masing pesumo profesional dan peringkatnya diterbitkan setelah setiap turnamen dalam daftar resmi, yang disebut banzuke, yang selalu diikuti oleh para penggemar sumo.

Jiu Jitsu

Pelatihan Jiu Jitsu di sebuah sekolah pertanian di Jepang sekitar tahun 1920.
Jiujitsu (柔術:?じゅうじゅつJujitsu), secara harfiah diterjemahkan menjadi "Soft Skills". Namun, lebih tepatnya, berarti seni menggunakan kekuatan tidak langsung, seperti kuncian atau teknik melempar. Untuk mengalahkan lawan, lawan tidak langsung menerima kekuatan seperti pukulan atau tendangan. Hal ini bukan berarti bahwa jiu jitsu tidak mengajarkan atau menggunakan serangan, melainkan tujuannya adalah untuk menggunakan kekuatan lawan untuk menyerang, dan menyerang kelemahan atau yang lemah pertahanannya.
Metode pertempuran termasuk menyerang (menendang, meninju), melempar (melempar tubuh, lemparan kuncian, lemparan tidak keseimbangan), bertahan (menjepit, mengunci, bergulat) dan persenjataan. Taktik defensif termasuk memblokir, menghindar, menghilangkan keseimbangan, berbaur dan melarikan diri. Senjata ringan seperti tanto (belati), ryu fundo kusari (rantai berbandul), Jutte (helm penghancur), dan Kakushi buki (senjata rahasia) termasuk dalam koryūjujutsu.
Kebanyakan teknik berasal dari sistem berbasis perang untuk dipraktekkan sebagai pendamping sistem senjata yang lebih umum dan penting. Pada saat itu, seni bela diri inimempunyai nama yang berbeda, termasuk kogusoku, yawara, kumiuchi, dan hakuda. Pada kenyataannya, sistem bertarung ini tidak benar-benar sistem tangan kosong, tetapi lebih tepat disebut sebagai cara dimana seorang prajurit tidak bersenjata atau bersenjata ringan bisa mengalahkan musuh bersenjata dan berbaju zirah di medan perang. Idealnya, samurai memang akan dipersenjatai dan tidak perlu menggunakannya.
Kemudian, Koryu lainnya dikembangkan menjadi sistem yang lebih akrab bagi para praktisi jiu jitsu seperti yang biasa kita lihat saat ini. Sistem ini umumnya dirancang untuk menghadapi lawan yang tidak mengenakan baju zirah maupun tidak dalam lingkungan medan perang. Untuk alasan tersebut, mereka masukan penggunaan atemi waza (teknik menyerang organ vital) yang lebih luas. Taktik ini sedikit tidak berguna terhadap lawan yang berbaju zirah di medan perang. Tapi teknik ini cukup berharga untuk siapa pun dalam menghadapi musuh atau lawan selama masa damai yang hanya mengenakan pakaian normal. Kadang-kadang, penggunaan senjata yang tidak terlalu mencolok seperti pisau atau Tessen (kipas besi) dimasukkan juga dalam kurikulum.
Saat ini, jiu jitsu dipraktekkan dalam berbagai bentuk teknik, baik kuno dan modern. Berbagai metode jiujitsu telah dimasukkan atau disatukan menjadi judo dan aikido, serta diekspor ke seluruh dunia dan ditransformasikan ke dalam sistem olahraga gulat (MMA), juga diadopsi baik secara keseluruhan atau hanya sebagian oleh sekolah-sekolah karate atau seni bela diri yang tidak terkait lainnya, tapi masih ada juga yang mempraktekan jiu jitsu aslinya seperti berabad-abad lalu.

Ilmu Pedang

Satu set (daisho) pedang antik Jepang (samurai) dan ujung pegangan pedang masing-masing (koshirae), katana atas dan wakizashi bawah, periode Edo
Ilmu pedang, seni pedang, memiliki etos hampir seperti mitos, dan diyakini oleh beberapa orang sebagai seni bela diri penting, melebihi semuanya. Terlepas dari kebenarannya, ilmu pedang itu sendiri telah menjadi subyek dari cerita dan legenda di hampir semua budaya di mana pedang telah digunakan sebagai alat kekerasan. Di Jepang, penggunaan katana tidak berbeda keadaannya. Meskipun awalnya keterampilan yang paling penting dari kelas prajurit adalah berkuda dan memanah, tapi akhirnya ilmu pedang juga menjadi hal yang penting yang harus dikuasai. Di era Kofun (abad ke-3 dan 4) bentuk awal pedang adalah berbilah lurus. Menurut legenda, pedang melengkung yang dibuat kuat dengan proses lipat terkenal pertama kali dibentuk oleh pandai besi Amakuni Yasutsuna (天國安綱, 700 M).
Perkembangan utama dari ilmu pedang terjadi antara 987 M dan 1597 M. Perkembangan ini ditandai dengan adanya seni bela diri yang mendalam selama era damai, dan memfokuskan pada daya tahan, utilitas, dan produksi massal selama periode perang, terutama perang sipil selama abad ke-12 dan invasi Mongolia selama abad ke-13 (transisi dari memanah di punggung kuda sampai ke pertempuran tangan kosong).
Pengembangan ilmu pedang bersamaan dengan pengembangan metode yang digunakan untuk menguasainya. Selama masa damai, prajurit dilatih dengan pedang, dan menemukan cara-cara baru untuk menerapkannya. Selama perang, teori-teori ini diuji. Setelah perang berakhir, mereka yang selamat mengevaluasi teknik apa saja yang berhasil dan apa yang tidak, dan menyampaikan teknik-teknik tersebut ke generasi berikutnya. Pada 1600 M, Tokugawa Ieyasu (徳川家康, 1543-1616) menguasai total seluruh Jepang, dan negara memasuki masa damai yang panjang dan berlangsung sampai Restorasi Meiji. Selama periode itu, teknik menggunakan pedang mengalami transisi dari seni bela diri untuk membunuh, menjadi mencakup pengembangan filsafat pribadi dan kesempurnaan spiritual.
Terminologi yang digunakan dalam ilmu pedang Jepang agak ambigu. Banyak nama telah digunakan untuk berbagai aspek seni atau untuk mencakup seni secara keseluruhan.

Kenjutsu
Kenjutsu (剣術:?けんじゅつ) secara harfiah berarti "seni/ilmu pedang". Meskipun istilah ini telah digunakan sebagai istilah umum untuk ilmu pedang secara keseluruhan, di zaman modern, kenjutsu lebih mengacu pada aspek tertentu dari ilmu pedang yang berkaitan dengan pelatihan pedang secara berpasangan. Hal Ini merupakan jurus tertua dari pelatihan ilmu pedang dan, pada tingkat yang paling rendah, terdiri dari dua orang dengan pedang terhunus, berlatih latihan tarung. Secara historis berlatih dengan katana kayu (bokken), terdiri dari jurus yang telah tentukan gerakannya, disebut kata, atau kadang-kadang disebut kumitachi, dan mirip dengan latihan berpasangan dipraktekkan di kendo. Siswa tingkat lanjut, menaikan level pelatihan kenjutsu dengan mempraktekan tarung bebas.

Battōjutsu
Battōjutsu (抜刀術:?ばっとうじゅつ), secara harfiah berarti "seni/ilmu menghunus pedang", dan dikembangkan pada pertengahan abad ke-15, adalah ilmu pedang yang memfokuskan diri pada teknik menarik pedang secara efisien, menebas musuh, dan mengembalikan pedang ke sarungnya (Saya). Istilah ini mulai dipakai secara khusus selama Periode Perang (abad ke 15 s.d 17). Terkait erat dengan, iaijutsu, pelatihan Battōjutsu menekankan pertahanan (defensive) dan menyerang dengan cepat (counter-attacking). Teknis pelatihan Battōjutsu menggabungkan kata, tetapi umumnya hanya terdiri dari beberapa gerak, dengan fokus cara melangkah mendekati musuh, menghunus pedang, melukai lawan, dan menyarungkan senjata. Latihan Battōjutsu cenderung kurang terperinci, serta hanya mempertimbangan estetika dari iaijutsu oriaidō kata. Akhirnya, perhatikan bahwa penggunaan nama saja tidak menunjukan teknik aslinya; apa yang disebut Battōjutsu untuk di satu sekolah mungkin saja teknik iaijutsu yang lain.

Iaijutsu
Iaijutsu (居合術:?いあいじゅつ), adalah "seni/ilmu kehadiran mental dan reaksi cepat", juga merupakan seni Jepang menghunus pedang. Namun, tidak seperti Battōjutsu, iaijutsu cenderung mempunyai teknik lebih kompleks, dan fokus pada penyempurnaan jurus. Aspek teknik utama yang halus, gerakan terkendali menarik pedang dari sarungnya, menyerang atau menyerang lawan, menghapus darah dari pedang, dan kemudian memasukan pedang ke sarungnya.

Naginatajutsu

Seorang samurai menghunus naginata.
Naginatajutsu (長刀術:?なぎなたじゅつ) adalah seni Jepang menggunakan naginata(salah satu jenis pedang Jepang dengan tongkat panjang), senjata menyerupai pedang Eropa abad pertengahan atau guisarme. Kebanyakan jurus naginata hari ini jurus yang telah dimodernisasi (gendai budo) yang disebut "jalan naginata" (naginata-do) atau "naginata baru" (Atarashii naginata), di mana kompetisinya juga diadakan.
Namun, banyak koryu mempertahankan naginatajutsu dalam kurikulum mereka. Perlu dicatat juga, selama periode Edo akhir, naginata digunakan untuk melatih gadis-gadis dan istri-istri yang menunggu suami-suami meraka selama perang. Dengan demikian, sebagian besar jurus naginatajutsu dikuasai oleh perempuan dan kebanyakan praktisi naginata di Jepang adalah perempuan. Hal ini telah memberikan kesan bahwa, naginatajutsu adalah seni bela diri yang tidak digunakan oleh prajurit laki-laki. Kenyataannya, naginatajutsu dikembangkan dari awal abad pertengahan Jepang dan sudah lama digunakan oleh para samurai.

Sōjutsu
Sōjutsu (槍術:?そうじゅつ) adalah seni Jepang  dalam pertempuran dengan tombak (yari). Untuk sebagian besar sejarah Jepang, Sōjutsu dipraktekkan secara luas oleh sekolah tradisional. Dalam masa perang, Sōjutsu adalah keterampilan utama yang harus dikuasai prajurit. Sekarang ini, Sōjutsu adalah seni kecil yang sangat sedikit diajarkan di sekolah-sekolah.

Ninjutsu
Ninjutsu dikembangkan oleh kelompok orang terutama dari Provinsi Iga dan Koka, Shiga dari Jepang yang menjadi terkenal karena keterampilan mereka sebagai pembunuh, penjelajah dan mata-mata. Pelatihan shinobi (Ninja) ini termasuk menyamar, melarikan diri, sembunyi, panahan, obat-obatan, bahan peledak, dan racun. Sebagian dikembangkan di abad ke-14 selama periode perang negara feodal Jepang, banyak sekolah (ryu) yang masing-masing memiliki ajaran unik yang berbeda-beda.

Seni Bela Diri Koryu Lainnya
Sekolah-sekolah seni bela diri asli dari Jepang yang hampir seluruhnya sogo (komprehensif) bujutsu. Dalam masa damai yang panjang Keshogunan Tokugawa ada peningkatan spesialisasi dengan banyak sekolah mengkhususkan diri dengan melatih senjata tertentu yang digunakan dalam peperangan. Namun, ada banyak senjata tambahan yang digunakan oleh prajurit pada zaman feodal Jepang, dan seni untuk menggunakan masing-masing senjata tersebut. Biasanya mereka dipelajari sebagai senjata sekunder atau tersier dalam sekolah tetapi ada juga, seperti seni memegang tongkat pendek, (Jodo) merupakan seni utama yang diajarkan oleh Shinto Muso-ryu.
Seni lainnya mengajarkan keterampilan militer selain penggunaan persenjataan. Contohnya meliputi keterampilan maritim seperti berenang dan mengarungi sungai (suijutsu), menunggang kuda/equestrianism (bajutsu), membakar dan menghancurkan gedung (Kajitsu).

Gendai budō
Gendai budo (現代武道: げんだいぶどう?), Secara harfiah berarti "cara beladiri modern". Biasanya berlaku untuk seni yang didirikan setelah awal Restorasi Meiji pada tahun 1868. Aikido dan judo adalah contoh gendai budo yang didirikan di era modern, sedangkan iaido merupakan modernisasi dari praktek yang telah ada selama berabad-abad.
Perbedaan inti, seperti penjelasan "Koryu", di atas, bahwa seni Koryu dipraktekkan seperti ketika utilitas utama mereka adalah untuk digunakan dalam peperangan, sedangkan tujuan utama budo gendai adalah untuk pengembangan diri, dengan pertahanan diri sebagai tujuan sekunder. Selain itu, banyak dari budo gendai telah memasukkan unsur olahraga mereka. Judo dan kendo adalah contohnya.

Judo

Judoka melakukan lemparan (osoto-gari)
Judo (柔道:?じゅうどうjudo), secara harfiah berarti "cara lembut", adalah seni bela diri berbasis gulat, dipraktekkan sebagai olahraga. Berisi substansi yang difokuskan pada pengembangan pribadi, spiritual, dan pengembangan diri secara fisik praktisi seperti yang ditemukan di seluruh gendai budo.
Judo diciptakan oleh Kano Jigoro (嘉納治五郎Kano Jigoro, 1860-1938) pada akhir abad ke-19. Kano mengambil seni bela diri Koryu,ia belajar (khusus Kito-ryu dan Tenjin Shin'yo-ryu jujutsu), dan secara sistematis menciptakan kembali ke dalam seni bela diri dengan fokus pada praktek gaya bebas (randori) dan kompetisi, membuang semua teknik-teknik berbahaya dari jiujutsu atau membatasinya hanya untuk kata. Kano merancang sistem yang kuat dari teknik-teknik dan metode pelatihan baru, yang mencapai puncaknya pada tanggal 11 Juni 1886, di sebuah turnamen yang nantinya akan didramatisasi oleh pembuat film Jepang Akira Kurosawa (黒沢明Kurosawa Akira, 1910-1998), dalam film "Sanshiro Sugata"(1943).
Judo masuk menjadi salah satu cabang Olimpiade pada tahun 1964, dan telah menyebar ke seluruh dunia. Sekolah asli Kano Jigoro, "Kodokan", memiliki siswa dari seluruh dunia, dan banyak sekolah lainnya telah didirikan oleh siswa-siswa Kano.

Kendo

Pelatihan kendo di sebuah sekolah pertanian di Jepang sekitar tahun 1920.
Kendo (剣道: けんどう kendo?), Yang berarti "jalan pedang", didasarkan pada pertempuran pedang Jepang. Yang merupakan evolusi dari seni kenjutsu, pelatihan dan praktek diwariskan dari beberapa sekolah pedang tertentu. Pengaruh teknis utama dalam perkembangannya adalah sekolah kenjutsu dari Itto-ryu (didirikan pada Abad ke-16), filosofi intinya berkisar konsep bahwa semua serangan pedang berkisar teknik kiri-oroshi (sabetan atas ke bawah). Kendo benar-benar mulai terbentuk dengan dikenalkannya pedang bambu, yang disebut shinai. Dan baju zirah kayu ringan, disebut bogu, oleh Naganuma Sirōzaemon Kunisato (長沼四郎左衛門国郷, 1688-1767), yang memungkinkan untuk mempraktekan serangan dengan kecepatan dan kekuatan penuh tanpa risiko cedera pada pasangan.
Saat ini, hampir seluruh Praktek kendo diatur oleh All Japan Kendo Federation (AJKF), didirikan pada tahun 1951. Pertandingan dinilai dari poin, dengan peserta pertama yang mencetak dua poin atas lawannya dinyatakan sebagai pemenang. Satu poin dapat dicetak dengan serangan sukses dan dilaksanakan dengan baik ke salah satu dari beberapa sasaran: sebuahserangan ke tenggorokan, atau serangan ke bagian atas kepala, sisi kepala, sisi tubuh, atau lengan. Praktisi juga bisa berkompetisi dalam jurus (kata), menggunakan pedang baik kayu atau logam tumpul, mempraktekkan jurus yang telah ditentukan oleh AJKF.

Iaidō
Iaido (居合道:?いあいどう), yang berarti "jalan kehadiran mental dan reaksi cepat", adalah modernisasi dari iaijutsu, tetapi dalam prakteknya sering identik dengan iaijutsu. Penggantian jutsu dengan do, adalah bagian dari abad ke-20 yang memfokuskan pada pengembangan pribadi dan spiritual. Evolusi yang terjadi di banyak seni bela diri, dalam kasus iaido, beberapa sekolah hanya berubah nama tanpa mengubah kurikulum, dan sekolah yang lain merubah semua dari orientasi pertarungan ke pengembangan rohani.

Aikido

Teknik shihonage Aikido
Aikido (合氣道: あいきどうaikido) berarti "jalan menuju keharmonisan dengan ki". Adalah seni bela diri Jepang yang dikembangkan oleh Morihei Ueshiba (植芝盛平Ueshiba Morihei, 1883-1969). Terdiri dari teknik "menyerang", "melempar" dan "kuncian" dan dikenal untuk gerakan yang mengalir dan menyatu dengan penyerang, daripada mengadu "kekuatan dengan kekuatan". Penekanannya kepada menyatukan dengan ritme dan tujuan lawan untuk mencari posisi dan waktu optimal, hingga lawan bisa ditundukan tanpa kekuatan. Aikido juga dikenal pada penekanan pengembangan pribadi siswa, yang mencerminkan latar belakang spiritual pendirinya.
Morihei Ueshiba mengembangkan aikido terutama dari Daito-ryuAiki-jūjutsu menggabungkan gerakan pelatihan seperti pelatihan yari (tombak), jo (tongkat pendek), dan juga juken (bayonet). Bisa dibilang pengaruh terkuatnya dalam banyak hal berasal dari kenjutsu, gerakan praktisi aikido dianggap sehebat gerakan pendekar pedang tapi dengan tangan kosong.

Kyūdō

Busur panah dengan tarikan penuh (kai).
Kyūdō (弓道:?きゅうどう), yang berarti "cara busur", adalah nama modern untuk panahan Jepang. Berasal dari bahasa Jepang, kyujutsu, "seni dari busur", adalah disiplin ilmu samurai, kelas prajurit Jepang. Busur adalah senjata jarak jauh yang memungkinkan sebuah unit militer untuk melumpuhkan kekuatan lawan dari jauh. Jika pemanah berada di atas kuda, mereka dapat digunakan sebagai platform senjata mobile untuk mendapatkan efek lebih dahsyat. Pemanah juga digunakan dalam pengepungan dan pertempuran laut.
Namun, dari abad ke-16 dan seterusnya, senjata api perlahan menggusur busur sebagai senjata medan perang yang dominan. Busur kehilangan signifikansinya sebagai senjata perang, dan di bawah pengaruh Buddhisme, Shinto, Taoisme dan Konfusianisme, panahan Jepang berevolusi menjadi kyudo, "cara busur". Di beberapa sekolah kyudo dipraktekkan sebagai latihan kontemplatif yang telah disempurnakan, sementara di sekolah lain dipraktekkan sebagai olahraga.

Karate
Karate (空手 karate?) Secara harfiah berarti "tangan kosong". Juga kadang-kadang disebut "jalan tangan kosong" (空手道 Karatedo?).
Karate berasal dan, secara teknis, Okinawa, sebelumnya dikenal sebagai Kerajaan Ryukyu, tapi sekarang menjadi bagian dari Jepang. Karate merupakan perpaduan dari yang sudah ada seni bela diri Okinawa, yang disebut "te", dan seni bela diri Tiongkok. Karate adalah seni yang telah diadopsi dan dikembangkan oleh praktisi di pulau utama Jepang Honshu.
Karate datang ke Honshu dimulai dari Gichin Funakoshi (船越義珍Funakoshi Gichin, 1868-1957), yang disebut sebagai bapak karate, dan merupakan pendiri Shotokan karate. Meskipun beberapa praktisi karate Okinawa sudah tinggal dan mengajar di Honshu, Funakoshi memberikan demonstrasi publik karate di Tokyo di sebuah pameran pendidikan jasmani disponsori oleh kementerian pendidikan pada tahun 1917, dan sekali lagi pada tahun 1922. Akibatnya, pelatihan karate dimasukkan ke dalam sistem sekolah publik Jepang. Juga, sampai saat ini seragam putih dan sistem ranking Kyu/Dan (yang awalnya dilakukan oleh pendiri judo, Kano Jigoro) diadopsi dari judo.
Latihan karate ditandai dengan teknik tinju dan tendangan yang dilakukan dari posisi kuda-kuda yang stabil. Banyak aliran karate dipraktekkan saat ini yang menggabungkan jurus (kata) awalnya dikembangkan oleh Funakoshi dan gurunya, dan banyak pelatihan menggunakan senjata yang berbeda yang awalnya digunakan sebagai alat pertanian oleh petani dari Okinawa. Banyak praktisi karate berpartisipasi di kompetisi ringan dan minim kontak, sementara beberapa lainnya (contohKyokushin karate) bersaing di kompetisi full contact dengan sedikit atau tanpa alat pelindung sama sekali.

Shorinji Kempo
Shorinji Kempo (? 少林寺拳法Shorinji-Kenpo) adalah system bela diri pasca Perang Dunia II dan pelatihan pengembangan diri (行: Gyo atau disiplin) dikenal sebagai versi modifikasi dari Shaolin Kung Fu. Ada dua kategori teknik primer seperti Goho (serangan, tendangan dan bertahan) dan Juho (jepitan, kuncian dan menghindar). Didirikan pada tahun 1947 oleh Doshin So (宗道臣So Dōshin?) Yang berada Manchuria selama Perang Dunia II dan kembali ke negara asalnya Jepang setelah Perang Dunia II, melihat kebutuhan untuk mengatasi kehancuran dan membangun kembali kepercayaan diri rakyat Jepang dalam skala besar.
Meskipun Shorinji Kempo awalnya diperkenalkan di Jepang pada akhir 1940-an dan 1950-an melalui program skala besar yang melibatkan karyawan organisasi nasional utama (contoh Japan Railways) yang kemudian menjadi populer di banyak negara lain. Saat ini, menurut World Shorinji Kempo Organization (WSKO), ada hampir 1,5 juta praktisi di 33 negara.

Konsep Filosofis dan Strategis

Aiki
Prinsip aiki (合気?) sangat sulit untuk digambarkan atau dijelaskan. Terjemahan yang paling sederhana dari Aiki, adalah "gabungan energi", memungkiri kedalaman filosofis. Umumnya, adalah prinsip yang mencocokan lawan untuk mengalahkannya. Ini adalah konsep "mencocokan", atau "menggabungkan", atau bahkan "harmonisasi" (semua interpretasi yang valid dari ai) yang berisi kompleksitas. Seseorang mungkin "mencocokan" lawan dalam bentrokan tenaga, bahkan mungkin mengakibatkan terbunuh bersama-sama. Dan itu bukan aiki. Aiki dicontohkan sebagai gagasan mengabungkan fisik dan mental dengan lawan dengan tujuan untuk menghindari benturan langsung kekuatan. Dalam prakteknya, aiki dicapai dengan terlebih dahulu bergabung dengan gerakan lawan (aspek fisik) serta maksud (bagian mental), kemudian mengatasi kehendak lawan, mengarahkan gerak dan niat mereka.
Secara historis, prinsip ini digunakan untuk tujuan merusak; untuk mengambil keuntungan dan membunuh lawan. Seni bela diri modern aikido dilandasi prinsip bahwa pengendalian lawan dicapai oleh keberhasilan penerapan aiki untuk mengalahkan lawan tanpa melukai mereka.

Sikap
Kokoro (心: こころ) adalah sebuah konsep yang terdapat di banyak seni bela diri, tetapi tidak memiliki makna diskrit tunggal. Secara harfiah diterjemahkan sebagai "jantung", dalam konteks ini juga bisa berarti "karakter" atau "sikap." Karakter adalah sebuah konsep sentral dalam karate, dan sesuai dengan sifat asli dodi karate modern, ada penekanan besar pada pengembangan diri. Hal ini sering dikatakan bahwa seni karate adalah untuk membela diri; tidak melukai lawan adalah ekspresi tertinggi dari seni. Beberapa kutipan populer melibatkan konsep ini meliputi:
"Tujuan utama Karate tidak terletak pada kemenangan atau kekalahan, tetapi dalam kesempurnaan karakter dari pelaku." -Gichin Funakoshi.

Budō
Budō adalah istilah Jepang yang menggambarkan seni bela diri Jepang modern. Secara harfiah diterjemahkan "jalan bela diri", dan dapat dianggap sebagai "jalan perang".

Bushidō
Kode etik kehormatan bagi cara hidup samurai, pada prinsipnya mirip dengan ksatria tapi budayanya sangat berbeda. Secara harfiah "jalan prajurit", yang didedikasikan untuk Bushido memiliki keterampilan yang baik dengan pedang atau busur, dan dapat menahan rasa sakit dan ketidaknyamanan. Disini menekankan keperkasaan, keberanian, dan kesetiaan kepada tuan mereka (daimyo) di atas semua.

Kesopanan
Shigeru Egami (adalah seorang master Jepang perintis Shotokan karate yang mendirikan aliran Shōtōkai. Dia adalah seorang siswa dari Gichin Funakoshi, yang secara luas diakui sebagai pendiri karate modern):
Kata-kata yang saya sering dengar adalah "segala sesuatu yang dimulai dengan rei dan berakhir dengan rei". Kata itu sendiri, bagaimanapun, dapat ditafsirkan dalam beberapa cara; rei dari reiki berarti "etiket, sopan santun, adab" dan juga merupakan rei dari keirei, "salam" atau "busur". Arti dari rei kadang-kadang dijelaskan dalam hal kata atau Katachi( "latihan formal" dan "jurus"). Hal Ini sangat penting tidak hanya di karate tetapi dalam semua seni bela diri modern. Untuk tujuan dalam seni bela diri modern, mari kita pahami rei sebagai busur seremonial yang sopan dan pantas yang nyata.
Seseorang yang akan mengikuti cara karate harus sopan, tidak hanya dalam pelatihan tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Rendah hati dan lembut, dia tidak pernah harus seperti budak. Penampilannya dalam melakukan kata harus mencerminkan keberanian dan kepercayaan diri. Kombinasi yang sepertinya berlawanan dengan asas keberanian dan kelembutan berujung pada harmoni. Memang benar, sebagai Master Funakoshi pernah katakan, bahwa semangat karate akan hilang tanpa sopan santun.

Kiai
Sebuah istilah yang menggambarkan 'semangat berjuang'. Dalam penggunaan praktis sering merujuk pada jeritan atau teriakan yang dilakukan selama serangan, digunakan untuk pernapasan yang tepat serta melemahkan atau mengganggu musuh.

Metode Keras Dan Lunak ("hard-style" dan "soft-style")

Simbol "yin-yang" (bahasa Tiongkok: taijitu).
Ada dua metodologi strategis yang mendasari penerapan aliran dalam seni bela diri Jepang. Salah satunya adalah metode keras "hard-style" (剛法Goho?), dan metode lunak "soft-style" (柔法Juho?). Tersirat dalam konsep-konsep terpisah tapi sama dan saling terkait alam, berhubungan dengan filosofis dari prinsip-prinsip Tiongkok yin dan yang (bahasa Jepang: in dan yo).
Metode keras ditandai dengan penerapan langsung melawan kekuatan lawan. Dalam prakteknya, bisa berarti serangan langsung, yang terdiri dari gerakan langsung terhadap lawan, bertepatan dengan serangan terhadap lawan. Sebuah teknik defensif di mana petarung berdiri untuk memblokir atau menangkis (langsung menentang serangan dengan menghentikannya atau menyerang dari samping), menjadi contoh dari metode keras dari pertahanan. Teknik metode keras umumnya dikonseptualisasikan sebagai garis lurus.
Metode lunak dicirikan oleh mengaplikasikan kekuatan secara tidak langsung, baik menghindari atau mengalihkan kekuatan yang berlawanan. Misalnya, menerima serangan dengan menghindarinya, diikuti dengan menyerang dengan kekuatan ke anggota badan penyerang dengan tujuan membuat tidak seimbang penyerang adalah contoh dari metode lembut. Teknik metode lembut umumnya dikonseptualisasikan sebagai lingkaran.
Definisi ini sering menimbulkan perbedaan ilusi antara "hard-style" dan "soft-style" seni bela diri. Sebenarnya, sebagian besar praktisi bela diri menggunakan keduanya, terlepas dari nomenklatur internal mereka. Menganalisis perbedaan sesuai dengan prinsip yin dan yang, filsuf menegaskan bahwa ketidakhadiran salah satunya akan membuat keterampilan praktisi tidak seimbang atau kekurangan, seperti yin dan yang masing-masing hanya setengah dari keseluruhan.

Bukaan, inisiatif dan waktu (Openings, initiative and timing)
Bukaan, inisiatif, dan waktu (Openings, initiative and timing) adalah konsep yang sangat berlaku untuk pertahanan diri dan pertarungan kompetitif. Mereka masing-masing menunjukkan pertimbangan yang berbeda relevan dengan berhasil atau tidaknya dalam memulai atau melawan serangan.
Bukaan (suki隙?) adalah dasar dari sebuah serangan yang berhasil. Meskipun mungkin untuk berhasil melukai lawan yang siap menerima serangan, hal ini jelas lebih baik untuk menyerang saat dan di mana lawan sedang terbuka. Pertahanan yang menjadi terbuka mungkin dengan membuat lawan menjadi lelah dan menurunkan pertahanannya (seperti menurunkan tangan mereka), atau dengan cerdik menurunkan konsentrasi. Dalam bentuk klasik pertarungan antara master, masing-masing akan berdiri hampir tidak bergerak pertahanan yang terbuka terlihat; kemudian mereka mulai menyerang dengan serangan yang mematikan, dengan tujuan melumpuhkan lawan dengan satu pukulan.
Dalam seni bela diri Jepang, "inisiatif" (先sen?) adalah "saat yang menentukan bila serangan mematikan dimulai." Ada dua jenis inisiatif dalam seni bela diri Jepang, inisiatif awal (先の先sen no sen? ), dan akhir inisiatif (後の先go no sen?). Setiap jenis inisiatif saling melengkapi satu sama lain, dan memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Inisiatif awal adalah mengambil keuntungan dari pembukaan di pertahanan lawan atau konsentrasi. Untuk sepenuhnya mengambil inisiatif awal, serangan itu diluncurkan harus dengan komitmen total dan jangan ragu-ragu, dan mengabaikan kemungkinan serangan balasan oleh lawan. Akhir inisiatif melibatkan upaya aktif untuk menginduksi serangan lawan yang akan membuat lemah pertahanan lawan, seringkali juga dengan berpura-pura melakukan pembukaan yang menarik lawan melakukan serangan.
Semua konsep di atas diintegrasikan ke dalam gagasan interval pertarungan atau waktu (間合いmaai?). Maai adalah konsep yang rumit, menggabungkan bukan hanya jarak antara lawan, tetapi juga waktu yang diperlukan untuk melintasi jarak, dan sudut dan irama serangan. Hal ini mengkhususkan diri untuk menentukan "posisi" yang tepat untuk menyerang lawan, setelah memperhitungkan unsur-unsur lain di atas. Misalnya, maai lawan lebih cepat adalah lebih jauh daripada lawan lambat. Ini sangat ideal untuk lawan untuk mempertahankan maai sambil mencegah serangan.
• Go no sen - berarti "akhir serangan" melibatkan gerakan defensif atau counter serangan.
• Sen no sen - inisiatif pertahanan diluncurkan bersamaan dengan serangan dari lawan.
• Sensen no sen - sebuah inisiatif yang diluncurkan untuk mengantisipasi serangan di mana lawan berkomitmen penuh untuk menyerang dan dengan demikian secara psikologis tidak bisa menghentikan serangan tersebut.

Shuhari
Prinsip Shuhari menggambarkan tiga tahap pembelajaran.

Pengajaran

Sekolah-sekolah
Secara harfiah berarti "aliran" dalam bahasa Jepang, Ryu adalah sekolah khusus seni.

Instruktur/Pelatih
Sensei (? 先生) adalah nama yang digunakan untuk seorang guru, dengan cara yang mirip dengan sebuah perguruan tinggi 'Profesor'. Sōke (宗家:?そうけ). Diterjemahkan sebagai "kepala sekolah" yang berarti kepala ryu.

Senior dan Yunior
Hubungan antara siswa senior (先輩senpai?) san siswa junior (後輩kōhai?) bukan hanya berasal dari seni bela diri, melainkan sudah ada dalam budaya Jepang dan Asia umumnya. Ini mendasari hubungan interpersonal orang Jepang di banyak konteks, seperti bisnis, sekolah, dan olahraga. Hal ini telah menjadi bagian dari proses pembelajaran di sekolah seni bela diri Jepang. Seorang siswa senior adalah seorang senior untuk semua siswa baik yang baru mulai pelatihan, atau secara tingkatan di bawahnya. Peran siswa senior sangat penting untuk indoktrinasi para siswa junior untuk etika, etos kerja, dan kebajikan lainnya yang penting untuk sekolah. Siswa junior diharapkan untuk memperlakukan senior mereka dengan hormat, dan memainkan peran penting dalam memberikan siswa senior kesempatan untuk belajar keterampilan kepemimpinan. Siswa Senior bisa mengajar kelas formal, tetapi dalam segala hal mereka berperan sebagai guru kepada siswa junior, dengan memberikan contoh dan dengan memberikan dorongan moral.

Tingkatan
Terdapat dua sistem pendidikan dalam seni bela diri Jepang, meskipun di beberapa sekolah ada yang telah menggabungkan kedua sistem ini bersama-sama. Sistem pendidikan lama sebelum tahun 1868 berdasarkan kurikulum yang tradisi pertahankan. Kurikulum ini mempunyai serangkaian tingkatan yang diturunkan dalam Ryu (tradisi). Tujuan dari Kurikulum ini adalah para siswa mencapai "lisensi transmisi total" (menkyo kaiden), yang merupakan lisensi yang memperbolehkan siswa untuk mengajarkan tradisi ryu di luar dari ryu tersebut.
Sistem modern setelah tahun 1868 (dani) pemberian sabuk sesuai tingkatan tertentu. Siswa naik dengan tingkat melalui serangkaian "nilai" (Kyu), diikuti oleh serangkaian "tingkat" (Dan), sesuai dengan prosedur pengujian formal. Beberapa perguruan hanya menggunakan sabuk putih dan hitam untuk membedakan antara tingkatan keterampilan, sementara yang lain menggunakan perkembangan sabuk berwarna untuk tingkat kyu.

Jurus

Dikatakan bahwa jurus (kata) adalah tulang punggung dari seni beli diri, Namun demikian, di sekolah dan aliran berbeda mengajarkan banyak variasi jurus yang berbeda-beda dalam latihan mereka.