Keberhasilan atlet memang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, baik fisik, teknik, mental maupun taktik dan strategi. Tapi terkadang keberhasilan itu ditentukan dan dimulai dari motivasi yang membara. Untuk itu dibutuhkan pengertian apa itu motivasi sehingga semua pelatih dan atlet dapat memaksimalkan peran motivasi sebagai suatu elemen atau unsur untuk pencapaian prestasi yang lebih tinggi.
Motivasi adalah sebuah daya
gerak yang memberi alasan orang untuk melakukan sebuah tindakan. Hampir setiap
perilaku manusia selalu didahului dengan adanya motivasi. Menurut Wann (1997)
motivasi adalah sebuah proses peningkatan di dalam diri organisme yang membantu
mengarahkan dan mempertahankan sebuah perilaku. Gunarsa (2004) menyatakan bahwa
motivasi penggerak dalam setiap perilaku yang merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan. Tinggi rendahnya motivasi dapat dilihat dari 3 unsur, yakni: energi,
arah, dan keajegan (persistence).
A.
Jenis Motivasi
Ada dua jenis motivasi, yakni motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik.
1. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam
individu yang melibatkan ketertarikan dan kesenangan seseorang dalam melakukan
sebuah pekerjaan (Wann, 1997). Intinya, motivasi intrinsik adalah motivasi yang
berasal dari keinginan individu yang tidak bergantung pada orang lain. Bermain
sepakbola karena ingin menjadi sehat dan bergembira adalah salah satu contoh
motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri individu
mempunyai sifat yang lebih bertahan lama karena tidak tergantung dengan
stimulus yang berasal dari luar. Menikmati pertandingan, ingin memecahkan
rekor, mengalahkan rival bebuyutan adalah beberapa bentuk dari motivasi
intrinsik. Seorang atlet yang terpacu untuk menjadi yang terbaik dalam cabang
olahraganya biasanya mampu menekan dirinya untuk selalu tampil secara maksimal.
Begitupun saat menjalani latihan. Atlet yang bermotivasi intrinsik akan dengan
senang hati menjalani bahkan menambah porsi latihan dengan sendirinya.
2. Motivasi ekstrinsik adalah sumber motivasi yang berasal dari luar
individu. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau mendapat keuntungan dari
orang lain adalah unsur-unsur yang terdapat dalam motivasi ekstrinsik. Hadiah,
trofi, piala atau uang bonus adalah beberapa contoh diantaranya. Motivasi
ekstrinsik sekilas sangat ditentukan oleh faktor dari luar. Yang menjadi
pertanyaan kemudian adalah bagaimana seandainya faktor-faktor luar diri tadi
kemudian tidak ada. Akankah atlet masih termotivasi untuk melakukan hal yang
sama? Memang inilah salah satu kelemahan dari motivasi ekstrinsik, yakni sangat
tergantung dengan iming-iming dari luar. Sekali iming-iming itu hilang atau
tidak terwujud, kemungkinan besar motivasi pun ikut luntur.
B.
Faktor yang Mempengaruhi
Motivasi
1. Atlet Sendiri. Atlet memegang peranan
sentral dari munculnya motivasi. Atlet sendiri yang mengatur dirinya untuk
mencapai atau mendapatkan sesuatu. Jika atlet sudah merasa puas dengan
pencapaian yang ada, maka tidak ada lagi usaha keras untuk mendapatkan sesuatu
yang baru.
2. Hasil Penampilan. Hal ini sangat menentukan motivasi seorang atlet selanjutnya.
Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya akan berdampak negatif terhadap
motivasi atlet berikutnya. Atlet akan diliputi perasaan tidak berdaya dan
seolah-olah tidak mampu lagi untuk bangkit. Terlebih lagi jika mengalami
kekalahan dari pemain yang dianggap lebih lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika
mendapatkan kemenangan, maka hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk
mengulang keberhasilan yang berhasil dia raih.
3. Suasana Pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet. Sebagai contoh, atlet yang
mundur dari pertandingan gara-gara merasa dicurangi oleh wasit. Kondisi
tersebut tentu saja tidak menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu oleh kondisi
pertandingan yang tidak menyenangkan akan berdampak pada motivasi atlet dalam
menyelesaikan atau memenangkan sebuah pertandingan.
4. Tugas atau Penampilan, Jika tugas berhasil
dengan baik diselesaikan, keyakinan diri atlet akan meningkat. Dengan keyakinan
diri yang tinggi, motivasi juga akan mengalami kenaikan. Tugas yang
berhasil dilaksanakan akan memberi tambahan energi dan motif untuk
bekerja lebih giat.
Di dalam olahraga prestasi, persaingan atau kompetisi merupakan
salah satu bentuk pembuktian sejauh mana kemampuan seorang atlet. Atlet yang
mampu berkompetisi dan memenangkan pertandingan dalam level kompetisi yang
tinggi, Kejuaraan Dunia Pencak Silat misalnya, akan dianggap sebagai atlet yang
mempunyai prestasi tinggi. Terlebih lagi jika mampu mempertahankannya dalam
kurun waktu yang cukup lama. Untuk mencapai semua itu diperlukan kerja keras dalam waktu yang
bertahun- tahun.
Dalam
rentang waktu yang begitu lama
tersebut,
motivasi seorang atlet benar-benar dibutuhkan. Proses latihan merupakan proses yang menyakitkan.
Terkadang kejenuhan, kebosanan, burn out ditambah
dengan rasa penat
menghantui seorang pemain dalam mengikuti sesi latihan. Bagi pemain yang tidak
mempunyai motivasi yang kuat, tentu saja ini adalah perjalanan yang
menyulitkan.
Dalam
menjalani kompetisi, atlet dihadapkan pada persaingan yang begitu ketat.
Seorang atlet harus menjalani kompetisi yang melelahkan sebelum mengecap
sebagai seorang juara. Hanya seorang pemain yang mempunyai kualitas teknik,
fisik dan mental prima
sajalah yang mampu menempuh semua hambatan yang menghadang.
Dalam
teori self efficacy, seorang atlet yang mempunyai keyakinan diri tinggi
akan menumbuhkan motivasi yang besar pula. Self efficacy adalah
keyakinan diri bahwa seseorang mempunyai kemampuan untuk tampil pada level dan
tugas tertentu (Wann, 1997). Dengan keyakinan diri tinggi, atlet akan
mencanangkan sasaran yang tertinggi pula.
D.
Cara Meningkatkan Motivasi
1. Menetapkan
Sasaran (Goal Setting)
Konsep
dasar dari goal setting adalah menciptakan tantangan bagi atlet untuk dilewati.
Secara sederhana, goal setting merangsang atlet untuk mencapai sesuatu
baik dalam proses latihan maupun dalam sebuah kompetisi. Ada beberapa batasan
tentang metode goal setting ini agar berjalan secara efektif.
Yang
perlu diperhatikan pertama adalah sasaran harus spesifik agar atlet mempunyai
ukuran atas pencapaiannya.
Batasan yang kedua adalah tingkat kesulitan sasaran. Tingkat kesulitan ini akan
mempengaruhi persepsi atlet tentang kemampuannya. Sasaran yang terlalu sulit
akan membuat atlet ragu untuk bisa
mencapainya.
Seandainya gagal, hal itu justru akan melemahkan keyakinan diri atlet.
Sebaliknya, sasaran juga tidak bisa
dibuat
terlalu mudah karena tidak akan memberi rangsangan untuk berbuat lebih. Semakin
menantang sasaran yang harus dicapai, upaya dari seorang atlet untuk meraihnya
juga akan semakin besar (Wann,
1997).
Sasaran
juga harus dibuat bertingkat dengan membedakan sasaran jangka pendek dan jangka
panjang. Sasaran jangka pendek digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih
sasaran yang lebih tinggi. Misalnya, Kejuaran Dunia sebagai sasaran jangka
panjangnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai
level Sea Games atau
Asian Games terlebih
dahulu.
Mengikuti
kompetisi yang rutin dan berjenjang adalah salah satu bentuk menentukan sasaran
yang efektif. Dengan banyak mengikuti kompetisi, seorang pelatih akan lebih
mudah menentukan prioritas dari kompetisi tersebut. Ada kalanya kompetisi
dijadikan sebagai ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik, sehingga
targetnya tidak perlu terlalu tinggi.
2. Persuasi
Verbal
Persuasi
Verbal adalah metode yang paling
mudah
untuk dilakukan. Pelatih, ofisial, atau keluarga adalah orang-orang yang sering
memberikan persuasi secara verbal ini. Persuasi verbal adalah membakar semangat
atlet dengan ucapan-ucapan yang memotivasi.
Selain
itu, Persuasi verbal bisa juga dilakukan oleh atlet sendiri atau sering disebut
dengan istilah Self talk. Self talk adalah metode persuasi verbal untuk
atlet sendiri. Prinsip dasar dari self talk ini sebenarnya adalah
membantu atlet untuk mendapatkan gambaran yang positif baik tentang
kemampuannya atau mengenai suasana pertandingan. Self talk ini diyakini
mampu menumbuhkan keyakinan diri atlet baik sebelum bertanding atau pada saat
menjalani pertandingan. Dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar
semangat maka gambaran pesimisme atlet akan hilang dari persepsinya.
3. Imagery Training
Metode
berikutnya yang cukup membantu memacu motivasi para atlet adalah dengan
melakukan imagery training atau latihan pembayangan. Dalam latihan
pembayangan ini atlet diajak untuk memvisualisasikan situasi pertandingan yang
akan dijalani. Secara detil, atlet harus menggambarkan keseluruhan
pertandingan, mulai dari situasi lapangan, penontong, lawan dan segala macam
yang terlibat dalam pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran yang riil, maka
atlet diajak untuk mencari solusi atas persoalan yang mungkin muncul dalam
pertandingan.
Sebagian
pemain mengembangkan persepsi bahwa di lapangan akan menghadapi lawan yang
berat, tangguh dan sulit dikalahkan. Persepsi semacam ini terkadang muncul
akibat ketegangan sebelum pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai
kemampuan diri sendiri. Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan
situasi pertandingan yang berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi atlet
sebelum bertanding. Metode Imagery training mengajak para pemain untuk
mencari atas kemungkinan persoalan yang muncul di lapangan. Membayangkan
kekuatan diri, pukulan andalan atau kelemahan musuh, menciptakan kondisi
objektif pada persepsi seorang atlet.
4. Meningkatkan
Kemampuan Atlet
Kemampuan
atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill dan fisik yang
bagus, akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Skill
yang prima dapat dilihat dan dievaluasi melalui pertandingan yang diikuti oleh
atlet. Untuk itu diperlukan metode kepelatihan yang modern dan efektif untuk
meningkatkan keterampilan seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan pencapaian
teknik dan fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
5. Reward
Reward ini adalah metode yang paling banyak digunakan
untuk memacu motivasi atlet.
Bonus, hadiah atau
jabatan tertentu digunakan untuk memotivasi atlet. Reward ini ditujukan untuk
menggugah motivasi ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming bonus yang besar,
diharapkan atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan lawannya.
Salah satu kelemahan dari metode ini adalah
kemungkinan menciptakan ketergantungan dari para atlet. Banyak atlet hanya
termotivasi hanya untuk mendapatkan bonus tersebut daripada alasan lain,
Sehingga tidak jarang atlet melakukan upaya-upaya kotor untuk menjadi pemenang.
Penggunaan doping adalah salah satu cara yang paling sering ditempuh oleh
seorang atlet demi tampil maksimal dan mendapatkan hadiah atas kemenangannya.
Untuk itulah, reward ini harus diberikan sebagai pelengkap dari metode
lain dan harus diberikan secara bijaksana.