Selasa, 19 April 2016

SEJARAH IPSI

SEJARAH BERDIRINYA IPSI
(IKATAN PENCAK SILAT SELURUH INDONESIA)
dari berbagai sumber
Upaya untuk mempersatukan pencak silat sebetulnya sudah dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1922 di Segalaherang, Subang, Jawa Barat, didirikan Perhimpunan Pencak Silat Indonesia untuk menggabungkan aliran pencak Jawa Barat yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Pada masa pendudukan Jepang, Presiden Soekarno pernah menjadi pelindungnya.
Upaya serupa juga diadakan di Yogyakarta. Pada tahun 1943, beberapa pendekar pencak silat, yaitu Sukowinadi dari Perpi Harimurti, KRT Tardjo Nagoro dari Phasadja Mataram, Alip Purwowarso dari Setia Hati Organisasi, Soekirman dari Latihan Kesehatan Badan dan Kolonel Soewiknjo dari Persatuan Hati, mendirikan organisasi yang bernama Gapema (Gabungan Pencak Mataram) untuk bersama-sama menggalang pencak silat yang tumbuh di Kesultanan Yogyakarta.
Setelah beberapa tahun, tepatnya pada tahun 1947, di Yogyakarta juga berdiri satu organisasi bernama Gapensi (Gabungan Pentjak Seluruh Indonesia) yang bertujuan mempersatukan aliran pencak silat di seluruh Indonesia. Gapensi didirikan oleh Mohamad Djoemali dari Tapak Suci bersama beberapa tokoh pencak silat, yaitu RM Soebandiman Dirdjoatmodjo dari Perisai Diri, Widji Hartani dari Prisai Sakti, Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram dan Widjaja.
Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, akibat agresi belanda, resminya sejak 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949, Pemerintah RI mengungsi ke Yogyakarta dan Bukittinggi. Sementara Jakarta dan Bandung/Jabar diduduki Belanda. (diduga menjadi faktor kesulitan, mengapa tidak banyak tokoh silat Jabar yg ikut deklarasi pendirian IPSI dan Kongres I IPSI). Pasukan Siliwangi menjadi kekuatan utama Pemerintah RI di Yogyakarta.
Para tokoh pencak silat (pencak, istilah umum dipakai di Jateng-Jatim, silat/silek, istilah yg biasa dipakai di Sumbar, digabung menjadi kata majemuk 'pencak silat'), memprakarsai terbentuknya Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPPPSI) di Solo pada Mei 1947 yang diprakarsai oleh Mr. Wongsonegoro, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
Pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, para tokoh pencak silat melalui PPPPSI, mendeklarasikan berdirinya IPSI, dan menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua Umum. Konggres I IPSI yang tidak lama diselenggarakan setelah deklarasi, mengukuhkan Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua Umum PB IPSI, yang bekedudukan di ibukota RI saat itu, Yogyakarta. Tokoh-tokoh pendiri IPSI adalah :

1.   Wongsonegoro : Ketua Pusat Kebudayaan Kedu
2.   Soeratno Sastroamidjojo  : Sekretaris Pusat Kebudayaan Kedu
3.   Marjoen Soedirohadiprodjo: Pencak Silat Sumatra
4.   Dr. Sahar  : SHO
5.   Soeria Atmadja  : Pencak Silat Jawa Barat
6.   Soeljohadikoesoemo  : Padepokan Setia Hati Madiun
7.   Rachmad Soeronegoro  : Padepokan Setia Hati Madiun
8.   Moenadji  : Padepokan Setia Hati Solo
9.   Roeslan  : Padepokan Setia Hati Kediri
10. Roesdi Iman Soedjono  : Padepokan Setia Hati Kediri
11. S. Prodjosoemitro  : PORI bagian Pencak
12. Moh. Djoemali  : Padepokan Setia Hati Yogyakarta
13. Margono  : Padepokan Setia Hati Yogyakarta
14. Soemali Prawirosoedirjo  : Ketua Harian PORI
15. Karnandi  : Sekretaris Kementerian Pembangunan dan Pemuda
16. Ali Marsaban  : Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Sesuai dengan keinginan tersebut, langkah pertama yang diusahakan oleh IPSI adalah terbentuknya suatu sistem pencak silat nasional yang dapat diterima oleh seluruh perguruan pencak silat yang ada di tanah air. Untuk sementara waktu, diadopsikan sebagai standaard system pelajaran pencak silat dasar yang sudah disusun oleh RM S Prodjosoemitro dan diajarkan di sekolah-sekolah di wilayah Solo dengan dukungan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Balai Kota Surakarta. Hasil dari usaha standarisasi awal pencak silat ini dipertunjukkan oleh kurang lebih 1.000 pesilat anak-anak dalam demonstrasi senam pencak silat massal pada Pembukaan PON I tanggal 8-12 September 1948 di Solo. Sejak PON I tersebut, pencak silat dilombakan sebagai demonstrasi dalam kategori solo dan ganda, baik tangan kosong maupun senjata.
Pada tanggal 21-23 Desember 1950 di Yogyakarta diadakan Kongres IPSI II yang memutuskan untuk mengukuhkan organisasi dan menyusun Pengurus Besar IPSI dimana Mr Wongsonegoro diangkat sebagai Ketua Umum, Sri Paduka Paku Alam sebagai Wakil Ketua Umum dan Rachmad sebagai Penulis I. Gapensi dan Perpi ikut bergabung dengan IPSI. Tokoh-tokoh Gapensi dan Perpi menduduki jabatan penting dalam keorganisasian IPSI. RM Soebandiman Dirdjoatmodjo kemudian diangkat sebagai Kepala Seksi Pencak di Inspeksi Pendidikan Jasmani yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Jawa Timur.
Menyesuaikan kembalinya pusat Pemerintahan RI ke Jakarta pada 1950, PB IPSI ikut pindah dari Yogyakarta ke Jakarta (sebagian personil).
Selain mempersatukan kekuatan pejuang persilatan, IPSI juga memandang perjuangan melalui olahraga dan pendidikan pencak silat, mempunyai peran besar dalam mempersatukan dan meningkatkan harkat dan harga diri bangsa.
Pada tahun 1952 dibentuk Lembaga Pencak Silat di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1953 aktivitas pencak silat dipindahkan dari Jawatan Pendidikan Masyarakat ke Jawatan Kebudayaan. Pada tahun tersebut juga diadakan Kongres IPSI III di Bandung. Demonstrasi pencak silat yang bersifat internasional dalam misi kebudayaan Indonesia dilakukan pada tahun 1955 di Praha, Leningrad, Budapest dan Kairo.
Dipicu pemberontakan DI/TII SM Kartosoewiryo, maka Panglima Territorium III, Kolonel RA Kosasih (terakhir Let Jend TNI), dibantu kolonel Hidayat dan kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia) pada bulan Agustus 1957.
Membangun kekuatan teritorial masyarakat melalui pembinaan dengan titik berat pada seni pertunjukan tradisional Ibing Penca dan beladiri pencak silat, guna melawan DI/TII yang beroperasi di Jawa Tengah bagian barat, Jawa Barat, Jakarta, sampai Lampung.
Akibat dibentuknya PPSI menimbulkan dualisme pembinaan dan pengendalian pencak silat di Indonesia. Pendekar-pendekar Jawa Barat merasa bahwa kegiatan yang diprakarsai IPSI didominasi Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak mencapai Jawa Barat. Menurut pendekar Jawa Barat tetap diperlukan suatu organisasi khusus untuk mengayomi dan mengembangkan perguruan-perguruan pencak silat yang beraliran Jawa Barat. Pada tahun 1950-an IPSI dan PPSI bersaing berebut pengaruh di dunia persilatan dengan saling banyak mendirikan cabang di seluruh provinsi di Indonesia. PPSI berkembang di daerah Jawa Barat, Lampung dan Jawa Timur bagian timur.
Dari catatan sejarah perjuangan olahraga/induk olahraga:

  1. 1950, ada KOI (pimpinan Sultan HB IX) dan PORI (pimpinan Widodo Sosrodiningrat).
  2. 1951, PORI melebur ke KOI.
  3. 1960, menjadi KOGOR (Komando/komite Gerakan Olah Raga).
  4. 1962, dibentuk Departemen Olah Raga/DEPORA, dengan Menteri Maladi.
  5. 1964, menjelang Asian Games IV, menjadi DORI (Dewan Olah Raga Indonesia) dipimpin ex officio oleh Presiden Soekarno dan Menteri Olah Raga, Maladi.
  6. 25 Desember 1965, IPSI ikut mendirikan Sekretariat Bersama Top Organisasi Cabang  Olah Raga. Yang kemudian mengusulkan mengganti DORI menjadi KONI.
  7. 31 Desember 1966, IPSI ikut menjadi pendiri KONI, organisasi independen non politik, dengan Ketum Sri Sultan HB IX.
Pada era 1960 an, PB IPSI membentuk laboratorium pencak silat, untuk menyusun aturan baku yang memenuhi kriteria pertandingan olahraga. Para laboran adalah Bp. Arnowo Adjie dari Kelatnas Perisai Diri, Januarno dan Imam Suyitno dari PSHT, Bp. Hadimulyo, Dr. Rachmadi dan Dr. Djoko Waspodo dari KPS Nusantara. Hasil laboratorium ini mulai di ujicoba pada tahun 1969. Dipertandingkan pertama kali pada PON VIII tahun 1973 di Jakarta. Pada PON itu cabang pencak silat diikuti oleh 15 daerah dengan 106 atlet putra dan 22 atlet putri.
Kesulitan juga datang dari luar dunia pencak silat, karena persaingan yang ketat dari beladiri impor. Antara tahun 1960 - 1966, pada waktu terjadi kemerosotan ekonomi dan politik negara yang turut berdampak terhadap IPSI, beladiri karate dari Jepang secara resmi masuk Indonesia dan dengan tangkasnya memasuki kalangan pelajar dan militer. Pada awalnya, karate dan judo dipraktekkan sebagai olahraga dan dipertandingkan di depan umum. Penerimaan yang positif terhadap beladiri asing, memaksa kalangan pencak silat untuk berpikir dan berbuat lebih baik dalam usaha mengembangkan pencak silat olahraga. Kehadiran karate di Indonesia merupakan cambuk yang benar-benar efektif untuk membangunkan kalangan pencak silat dari tidurnya.
Penggeseran konseptual akhirnya terjadi, meskipun beberapa pendekar pencak silat keberatan apabila makna pencak silat sebagai unsur kebudayaan dalam arti luas dipersempit agar aspek olahraga dapat diutamakan. Pada bulan Januari 1961 IPSI dipindahkan dari Jawatan Kebudayaan ke Jawatan Pendidikan Jasmani, Jawatan Pendidikan Jasmani menyelenggarakan Seminar Pencak Silat Seluruh Indonesia yang membahas masalah penyusunan cara pertandingan pencak silat nasional. Kemudian dilakukan uji coba pertandingan bebas full body contact di Solo dan Madiun. Pada tahun yang sama berlangsung PON V di Bandung yang juga mempertandingkan pencak silat.
Kemudian pada tanggal 31 Desember 1967 IPSI turut aktif dalam mendirikan KONI.
Menjelang Konggres IV IPSI 1973,  dicari calon Ketua Umum PB IPSI untuk menggantikan Mr. Wongsonegoro yang sudah sepuh.
Didapatlah seorang kandidat, yaitu Gubernur DKI Jakarta, Brigjen TNI Tjokropranolo (terakhir berpangkat Let Jend). Diselenggarakan seminar/diskusi dengan berbagai pihak di Tugu, Bogor, untuk langkah-langkah pembinaan kedepan. Antara lain dirumuskan aspek-aspek dalam pencak silat, yaitu Seni, Beladiri, Olahraga dan Kebatinan/Spiritual, sebagai jalur pembinaan lengkap.
Bp Tjokropranolo/bang Nolly, yang memiliki garis keturunan dari pendekar pencak Jawa, Gagak Handoko, dibantu sepenuhnya oleh tokoh-tokoh perguruan:

  1. Tapak Suci : bp Haryadi Mawardi, bp Tanamas.
  2. KPS Nusantara : bp Hadimulyo, Sumarnohadi, Dr.Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo.
  3. Kelatnas Perisai Diri : bp Arnowo Adjie HK.
  4. Pashadja Mataram: bp KRT Soetardjonegoro.
  5. PerPI Harimurti: bp. Sukowinadi.
  6. Perisai Putih: bp Maramis, bp Runtu, Sutedjo dan Himantoro.
  7. Putra Betawi: bp. H.Saali.
  8. Persaudaraan Setia Hati/PSH: Mariyun Sudirohadiprodjo, Mashadi, Harsoyo, HM Zain.
  9. Persaudaraan Setia Hati Terate/PSHT: bp Januarno, Imam Suyitno, Laksma Pamuji.
Menyusun rancangan, langkah strategis untuk mengembangkan pencak silat kedepan.
Kebetulan bang Nolly dan para pendiri  PPSI adalah satu korps, Corps Polisi Militer/CPM. Pembicaraan untuk mempersatukan menjadi lebih lancar. Dimulai dengan Sekretariat Bersama IPSI-PPSI di Stadion Utama Senayan, dilanjutkan dengan pernyataan yang disampaikan Ketua Harian PPSI, Bp. H. Suhari Sapari di Konggres IV IPSI 1973,  bahwa PPSI bergabung di IPSI, seluruh anggota PPSI otomatis menjadi anggota IPSI. Konggres juga menetapkan Tjokropranolo sebagai Ketua Umum PB IPSI menggantikan Mr. Wongsonegoro.
Pada tanggal 20-24 Nopember 1973 diadakan Seminar Pencak Silat III di Bogor, nama Ikatan Pentjak Seloeroeh Indonesia diubah menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia.
Oleh Tjokropranolo/PB IPSI, maka  PPSI dan 9 perguruan tersebut, atas peran jasanya dalam "era baru" IPSI, ditetapkan sebagai perguruan tingkat pusat, dengan hak istimewa, dibebaskan dari syarat umum untuk menjadi anggota tingkat pusat. 
Atas saran presiden, untuk mengenalkan pendidikan pencak silat di sekolah-sekolah, agar dimulai dengan olahraga rekreasi/kesehatan massal, dengan menyusun SPI (senam pagi Indonesia), dengan memasukkan unsur-unsur gerakan pencak silat.
Adapun kurikulum pelajaran pencak silat di sekolah, dengan penyusun Bp Mariyun cs, kurang diterima perguruan-perguruan di daerah. Dilain pihak perguruan-perguruan juga belum berhasil menyusun silabus kurikulum sendiri. Sehingga program kurikulum pencak silat di sekolah menjadi kandas. Kedepan hanya bisa dilaksanakan dengan berbasis perguruan.
Bang Nolly mulai merintis diplomasi untuk mendirikan PERSILAT. Mendorong terbentuknya Pengda dan Pengcab IPSI diseluruh Indonesia.
Pada tanggal 27 April sampai 1 Mei 1975 dilangsungkan Kejuaraan Nasional Pencak Silat I di Semarang yang diikuti oleh 18 provinsi. 
Pada tahun 1981 Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya menjadi ketua umum IPSI menggantikan Bp Tjokropranolo. Pada masa kepemimpinan beliau perguruan-perguruan yang ikut aktif dalam memperjuangkan keutuhan IPSI tersebut diberi istilah Perguruan Historis dan dijadikan Anggota Khusus IPSI. Mereka dipandang mempengaruhi sejarah dan perkembangan IPSI serta pencak silat pada umumnya antara tahun 1948 dan 1973 dengan memberikan kontribusi kepada kesatuan pemikiran dalam pembentukan organisasi nasional tunggal pencak silat Indonesia yang diberi nama IPSI, kesatuan tekad untuk mempertahankan IPSI sebagai satu-satunya organisasi nasional pencak silat di Indonesia, kesatuan dukungan untuk menjadikan IPSI sebagai anggota KONI dan kesatuan dukungan untuk memasukkan pencak silat dalam PON sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan. 
10 Perguruan Historis tersebut adalah :

  1.  Persaudaraan Setia Hati
  2. Persaudaraan Setia Hati Terate
  3. Kelatnas Indonesia Perisai Diri
  4. PSN Perisai Putih
  5. Tapak Suci Putera Muhammadiyah
  6. Phasadja Mataram
  7. Perpi Harimurti
  8. Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)
  9. PPS Putra Betawi
  10. KPS Nusantara 
Pada masa Bp Eddie M Nalapraya, aspek-aspek lengkap mulai dikembangkan. Ada workshop-workshop untuk pengembangan pencak silat seni dan lain-lain. Didukung pendanaan yang powerfull dari Bambang Tri, Prabowo Subianto, Rossano Barack dan terakhir Rachmat Gobel.
Pada Munas IPSI tahun 2003, Ketua Umum PB IPSI yang dijabat oleh Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya digantikan oleh Letjen TNI Prabowo Subianto.
Pada Konggres/MUNAS XII IPSI 2007, ditetapkan lima perguruan yang memenuhi syarat menjadi anggota tingkat pusat kategori biasa, yaitu:

  1. Persinas ASAD, 
  2. Kalimasada, 
  3. PSTD Indonesia, 
  4. Satria Muda Indonesia dan 
  5. Betako Merpati Putih. 




KETUA UMUM DEWAN PENGURUS PUSAT IPSI DARI MASA KE MASA

  1.  Mr. Wongsonegoro Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 1948-1973.
  2. H. Tjokropranolo Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 1973-1981.
  3. H. Eddie M. Nalapraya Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 1981-2003.
  4. H. Prabowo Subianto Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 2003-2016.




MAKNA LAMBANG IPSI


  1. Warna Kuning : berarti bahwa IPSI mengutamakan budi pekerti dan kesejahteraan lahir dan batin dalam menuju kejayaan nusa dan bangsa
  2. Bentuk Perisai Segi Lima : berarti bahwa IPSI berasaskan landasan idiil Pancasila, serta bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati
  3. Sayap Garuda berwarna Kuning berototkan merah : berarti kekuatan bangsa Indonesia yang bersendikan kemurnian, keluruhan dan dinamika, Sayap 18 lembar, bulu 5 lembar + 4 lembar + 8 lembar berarti tanggal berdirinya IPSI adalah 18 Mei 1948. Sayap 18 lembar, terdiri dari 17+1 berarti IPSI dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan bersatu membangun negara
  4. Untaian lima lingkaran : melambangkan bahwa IPSI melalui olahraga merupakan ikatan peri kemanusiaan antara pelbagai aliran dengan memegang teguh asas kekeluargaan, persaudaraan dan kegotong royongan
  5. Ikatan pita berwarna merah Putih : bahwa IPSI merupakan suatu ikatan pemersatu dari pelbagai aliran Pencak Silat, yang menjadi hasil budaya yang kokoh karena dilandasi oleh rasa berbangsa, berbahasa dan bertanah air Indonesia.
  6. Gambar tangan putih di dalam Dasar hijau : menggambarkan bahwa IPSI membantu negara dalam bidang ketahanan nasional melalui pembinaan mental/fisik agar kader-kader IPSI berkepribadian nasional serta berbadan sehat, kuat dan tegap.




DEFINISI PENCAK SILAT
Di masa lalu tidak semua daerah di Indonesia menggunakan istilah Pencak Silat. Di beberapa daerah di jawa lazimnya digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatera orang menyebut Silat. Sedang kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat.
Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan.
Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri/manusia dari bela diri atau bencana. Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan kebatinan. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB. IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah sebagai berikut :
Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/ mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar