SEJARAH BERDIRINYA IPSI
(IKATAN PENCAK SILAT SELURUH INDONESIA)
dari berbagai sumber
Upaya untuk mempersatukan pencak silat
sebetulnya sudah dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1922 di
Segalaherang, Subang, Jawa Barat, didirikan Perhimpunan Pencak Silat Indonesia
untuk menggabungkan aliran pencak Jawa Barat yang tersebar di seluruh kepulauan
nusantara. Pada masa pendudukan Jepang, Presiden Soekarno pernah menjadi
pelindungnya.
Upaya serupa juga diadakan di Yogyakarta.
Pada tahun 1943, beberapa pendekar pencak silat, yaitu Sukowinadi dari Perpi
Harimurti, KRT Tardjo Nagoro dari Phasadja Mataram, Alip Purwowarso dari Setia
Hati Organisasi, Soekirman dari Latihan Kesehatan Badan dan Kolonel Soewiknjo
dari Persatuan Hati, mendirikan organisasi yang bernama Gapema (Gabungan Pencak
Mataram) untuk bersama-sama menggalang pencak silat yang tumbuh di Kesultanan
Yogyakarta.
Setelah beberapa tahun, tepatnya pada
tahun 1947, di Yogyakarta juga berdiri satu organisasi bernama Gapensi
(Gabungan Pentjak Seluruh Indonesia) yang bertujuan mempersatukan aliran pencak
silat di seluruh Indonesia. Gapensi didirikan oleh Mohamad Djoemali dari Tapak
Suci bersama beberapa tokoh pencak silat, yaitu RM Soebandiman Dirdjoatmodjo
dari Perisai Diri, Widji Hartani dari Prisai Sakti, Brotosoetarjo dari Budaya
Indonesia Mataram dan Widjaja.
Beberapa bulan setelah proklamasi
kemerdekaan, akibat agresi belanda, resminya sejak 4 Januari 1946 sampai 27
Desember 1949, Pemerintah RI mengungsi ke Yogyakarta dan Bukittinggi. Sementara
Jakarta dan Bandung/Jabar diduduki Belanda. (diduga menjadi faktor kesulitan,
mengapa tidak banyak tokoh silat Jabar yg ikut deklarasi pendirian IPSI dan
Kongres I IPSI). Pasukan Siliwangi menjadi kekuatan utama Pemerintah RI di
Yogyakarta.
Para tokoh pencak silat (pencak, istilah
umum dipakai di Jateng-Jatim, silat/silek, istilah yg biasa dipakai di Sumbar,
digabung menjadi kata majemuk 'pencak silat'), memprakarsai terbentuknya
Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPPPSI) di Solo pada Mei 1947 yang diprakarsai
oleh Mr. Wongsonegoro, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan.
Pada
tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, para tokoh pencak silat melalui PPPPSI,
mendeklarasikan berdirinya IPSI, dan menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua
Umum. Konggres I IPSI yang tidak lama diselenggarakan setelah deklarasi,
mengukuhkan Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua Umum PB IPSI, yang bekedudukan di
ibukota RI saat itu, Yogyakarta. Tokoh-tokoh pendiri IPSI adalah :
1. Wongsonegoro : Ketua Pusat Kebudayaan Kedu
2. Soeratno Sastroamidjojo : Sekretaris Pusat Kebudayaan Kedu
3. Marjoen Soedirohadiprodjo: Pencak Silat Sumatra
4. Dr. Sahar : SHO
5. Soeria Atmadja : Pencak Silat Jawa Barat
6. Soeljohadikoesoemo : Padepokan Setia Hati Madiun
7. Rachmad Soeronegoro : Padepokan Setia Hati Madiun
8. Moenadji : Padepokan Setia Hati Solo
9. Roeslan : Padepokan Setia Hati Kediri
10. Roesdi Iman Soedjono : Padepokan Setia Hati Kediri
11. S. Prodjosoemitro : PORI bagian Pencak
12. Moh. Djoemali : Padepokan Setia Hati Yogyakarta
13. Margono : Padepokan Setia Hati Yogyakarta
14. Soemali Prawirosoedirjo : Ketua Harian PORI
15. Karnandi : Sekretaris Kementerian Pembangunan dan Pemuda
16. Ali Marsaban : Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Sesuai
dengan keinginan tersebut, langkah pertama yang diusahakan oleh IPSI adalah
terbentuknya suatu sistem pencak silat nasional yang dapat diterima oleh
seluruh perguruan pencak silat yang ada di tanah air. Untuk sementara waktu,
diadopsikan sebagai standaard system pelajaran pencak silat dasar
yang sudah disusun oleh RM S Prodjosoemitro dan diajarkan di sekolah-sekolah di
wilayah Solo dengan dukungan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Balai Kota Surakarta. Hasil dari usaha standarisasi awal pencak silat ini
dipertunjukkan oleh kurang lebih 1.000 pesilat anak-anak dalam demonstrasi
senam pencak silat massal pada Pembukaan PON I tanggal 8-12 September 1948 di
Solo. Sejak PON I tersebut, pencak silat dilombakan sebagai demonstrasi dalam
kategori solo dan ganda, baik tangan kosong maupun senjata.
Pada
tanggal 21-23 Desember 1950 di Yogyakarta diadakan Kongres IPSI II yang
memutuskan untuk mengukuhkan organisasi dan menyusun Pengurus Besar IPSI dimana
Mr Wongsonegoro diangkat sebagai Ketua Umum, Sri Paduka Paku Alam sebagai Wakil
Ketua Umum dan Rachmad sebagai Penulis I. Gapensi dan Perpi ikut bergabung
dengan IPSI. Tokoh-tokoh Gapensi dan Perpi menduduki jabatan penting dalam
keorganisasian IPSI. RM Soebandiman Dirdjoatmodjo kemudian diangkat
sebagai Kepala Seksi Pencak di Inspeksi Pendidikan Jasmani yang berada di bawah
Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Jawa Timur.
Menyesuaikan kembalinya pusat Pemerintahan
RI ke Jakarta pada 1950, PB IPSI ikut pindah dari Yogyakarta ke Jakarta
(sebagian personil).
Selain mempersatukan kekuatan pejuang
persilatan, IPSI juga memandang perjuangan melalui olahraga dan pendidikan
pencak silat, mempunyai peran besar dalam mempersatukan dan meningkatkan harkat
dan harga diri bangsa.
Pada tahun 1952 dibentuk Lembaga Pencak
Silat di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun
1953 aktivitas pencak silat dipindahkan dari Jawatan Pendidikan Masyarakat ke
Jawatan Kebudayaan. Pada tahun tersebut juga diadakan Kongres IPSI III di
Bandung. Demonstrasi pencak silat yang bersifat internasional dalam misi
kebudayaan Indonesia dilakukan pada tahun 1955 di Praha, Leningrad, Budapest
dan Kairo.
Dipicu pemberontakan DI/TII SM
Kartosoewiryo, maka Panglima Territorium III, Kolonel RA Kosasih (terakhir Let
Jend TNI), dibantu kolonel Hidayat dan kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak
Silat Indonesia) pada bulan Agustus 1957.
Membangun kekuatan teritorial masyarakat
melalui pembinaan dengan titik berat pada seni pertunjukan tradisional Ibing
Penca dan beladiri pencak silat, guna melawan DI/TII yang beroperasi di Jawa
Tengah bagian barat, Jawa Barat, Jakarta, sampai Lampung.
Akibat dibentuknya PPSI menimbulkan
dualisme pembinaan dan pengendalian pencak silat di Indonesia.
Pendekar-pendekar Jawa Barat merasa bahwa kegiatan yang diprakarsai IPSI
didominasi Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak mencapai Jawa Barat. Menurut
pendekar Jawa Barat tetap diperlukan suatu organisasi khusus untuk mengayomi
dan mengembangkan perguruan-perguruan pencak silat yang beraliran Jawa Barat.
Pada tahun 1950-an IPSI dan PPSI bersaing berebut pengaruh di dunia persilatan
dengan saling banyak mendirikan cabang di seluruh provinsi di Indonesia. PPSI
berkembang di daerah Jawa Barat, Lampung dan Jawa Timur bagian timur.
Dari catatan sejarah perjuangan
olahraga/induk olahraga:
- 1950, ada KOI (pimpinan Sultan HB IX) dan PORI (pimpinan Widodo Sosrodiningrat).
- 1951, PORI melebur ke KOI.
- 1960, menjadi KOGOR (Komando/komite Gerakan Olah Raga).
- 1962, dibentuk Departemen Olah Raga/DEPORA, dengan Menteri Maladi.
- 1964, menjelang Asian Games IV, menjadi DORI (Dewan Olah Raga Indonesia) dipimpin ex officio oleh Presiden Soekarno dan Menteri Olah Raga, Maladi.
- 25 Desember 1965, IPSI ikut mendirikan Sekretariat Bersama Top Organisasi Cabang Olah Raga. Yang kemudian mengusulkan mengganti DORI menjadi KONI.
- 31 Desember 1966, IPSI ikut menjadi pendiri KONI, organisasi independen non politik, dengan Ketum Sri Sultan HB IX.
Pada era 1960 an, PB IPSI membentuk
laboratorium pencak silat, untuk menyusun aturan baku yang memenuhi kriteria
pertandingan olahraga. Para laboran adalah Bp. Arnowo Adjie dari Kelatnas
Perisai Diri, Januarno dan Imam Suyitno dari PSHT, Bp. Hadimulyo, Dr. Rachmadi
dan Dr. Djoko Waspodo dari KPS Nusantara. Hasil laboratorium ini mulai di
ujicoba pada tahun 1969. Dipertandingkan pertama kali pada PON VIII tahun 1973
di Jakarta. Pada PON itu cabang pencak silat diikuti oleh 15 daerah dengan 106
atlet putra dan 22 atlet putri.
Kesulitan juga datang dari luar dunia
pencak silat, karena persaingan yang ketat dari beladiri impor. Antara tahun
1960 - 1966, pada waktu terjadi kemerosotan ekonomi dan politik negara yang
turut berdampak terhadap IPSI, beladiri karate dari Jepang secara resmi masuk
Indonesia dan dengan tangkasnya memasuki kalangan pelajar dan militer. Pada
awalnya, karate dan judo dipraktekkan sebagai olahraga dan dipertandingkan di
depan umum. Penerimaan yang positif terhadap beladiri asing, memaksa kalangan
pencak silat untuk berpikir dan berbuat lebih baik dalam usaha mengembangkan
pencak silat olahraga. Kehadiran karate di Indonesia merupakan cambuk yang
benar-benar efektif untuk membangunkan kalangan pencak silat dari tidurnya.
Penggeseran konseptual akhirnya terjadi,
meskipun beberapa pendekar pencak silat keberatan apabila makna pencak silat
sebagai unsur kebudayaan dalam arti luas dipersempit agar aspek olahraga dapat
diutamakan. Pada bulan Januari 1961 IPSI dipindahkan dari Jawatan Kebudayaan ke
Jawatan Pendidikan Jasmani, Jawatan Pendidikan Jasmani menyelenggarakan Seminar
Pencak Silat Seluruh Indonesia yang membahas masalah penyusunan cara
pertandingan pencak silat nasional. Kemudian dilakukan uji coba pertandingan
bebas full body contact di Solo dan Madiun. Pada tahun yang sama
berlangsung PON V di Bandung yang juga mempertandingkan pencak silat.
Kemudian pada tanggal 31 Desember 1967
IPSI turut aktif dalam mendirikan KONI.
Menjelang Konggres IV IPSI 1973,
dicari calon Ketua Umum PB IPSI untuk menggantikan Mr. Wongsonegoro yang sudah
sepuh.
Didapatlah seorang kandidat, yaitu
Gubernur DKI Jakarta, Brigjen TNI Tjokropranolo (terakhir berpangkat Let Jend).
Diselenggarakan seminar/diskusi dengan berbagai pihak di Tugu, Bogor, untuk
langkah-langkah pembinaan kedepan. Antara lain dirumuskan aspek-aspek dalam
pencak silat, yaitu Seni, Beladiri, Olahraga dan Kebatinan/Spiritual, sebagai
jalur pembinaan lengkap.
Bp Tjokropranolo/bang Nolly, yang memiliki
garis keturunan dari pendekar pencak Jawa, Gagak Handoko, dibantu sepenuhnya
oleh tokoh-tokoh perguruan:
- Tapak Suci : bp Haryadi Mawardi, bp Tanamas.
- KPS Nusantara : bp Hadimulyo, Sumarnohadi, Dr.Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo.
- Kelatnas Perisai Diri : bp Arnowo Adjie HK.
- Pashadja Mataram: bp KRT Soetardjonegoro.
- PerPI Harimurti: bp. Sukowinadi.
- Perisai Putih: bp Maramis, bp Runtu, Sutedjo dan Himantoro.
- Putra Betawi: bp. H.Saali.
- Persaudaraan Setia Hati/PSH: Mariyun Sudirohadiprodjo, Mashadi, Harsoyo, HM Zain.
- Persaudaraan Setia Hati Terate/PSHT: bp Januarno, Imam Suyitno, Laksma Pamuji.
Menyusun rancangan, langkah strategis
untuk mengembangkan pencak silat kedepan.
Kebetulan bang Nolly dan para
pendiri PPSI adalah satu korps, Corps Polisi Militer/CPM. Pembicaraan
untuk mempersatukan menjadi lebih lancar. Dimulai dengan Sekretariat Bersama
IPSI-PPSI di Stadion Utama Senayan, dilanjutkan dengan pernyataan yang
disampaikan Ketua Harian PPSI, Bp. H. Suhari Sapari di Konggres IV IPSI
1973, bahwa PPSI bergabung di IPSI, seluruh anggota PPSI otomatis menjadi
anggota IPSI. Konggres juga menetapkan Tjokropranolo sebagai Ketua Umum PB
IPSI menggantikan Mr. Wongsonegoro.
Pada tanggal 20-24 Nopember 1973
diadakan Seminar Pencak Silat III di Bogor, nama Ikatan Pentjak Seloeroeh
Indonesia diubah menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia.
Oleh Tjokropranolo/PB IPSI, maka
PPSI dan 9 perguruan tersebut, atas peran jasanya dalam "era baru"
IPSI, ditetapkan sebagai perguruan tingkat pusat, dengan hak istimewa,
dibebaskan dari syarat umum untuk menjadi anggota tingkat pusat.
Atas saran presiden, untuk mengenalkan
pendidikan pencak silat di sekolah-sekolah, agar dimulai dengan olahraga
rekreasi/kesehatan massal, dengan menyusun SPI (senam pagi Indonesia), dengan
memasukkan unsur-unsur gerakan pencak silat.
Adapun kurikulum pelajaran pencak silat di
sekolah, dengan penyusun Bp Mariyun cs, kurang diterima perguruan-perguruan di daerah.
Dilain pihak perguruan-perguruan juga belum berhasil menyusun silabus kurikulum
sendiri. Sehingga program kurikulum pencak silat di sekolah menjadi kandas.
Kedepan hanya bisa dilaksanakan dengan berbasis perguruan.
Bang Nolly mulai merintis diplomasi untuk
mendirikan PERSILAT. Mendorong terbentuknya Pengda dan Pengcab IPSI diseluruh
Indonesia.
Pada tanggal 27 April sampai 1 Mei 1975
dilangsungkan Kejuaraan Nasional Pencak Silat I di Semarang yang diikuti oleh
18 provinsi.
Pada tahun 1981 Mayjen TNI Eddie Marzuki
Nalapraya menjadi ketua umum IPSI menggantikan Bp Tjokropranolo. Pada masa
kepemimpinan beliau perguruan-perguruan yang ikut aktif dalam memperjuangkan
keutuhan IPSI tersebut diberi istilah Perguruan Historis dan
dijadikan Anggota Khusus IPSI. Mereka dipandang mempengaruhi sejarah dan
perkembangan IPSI serta pencak silat pada umumnya antara tahun 1948 dan 1973
dengan memberikan kontribusi kepada kesatuan pemikiran dalam pembentukan
organisasi nasional tunggal pencak silat Indonesia yang diberi nama IPSI,
kesatuan tekad untuk mempertahankan IPSI sebagai satu-satunya organisasi
nasional pencak silat di Indonesia, kesatuan dukungan untuk menjadikan IPSI
sebagai anggota KONI dan kesatuan dukungan untuk memasukkan pencak silat dalam
PON sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan.
10 Perguruan Historis tersebut adalah
:
- Persaudaraan Setia Hati
- Persaudaraan Setia Hati Terate
- Kelatnas Indonesia Perisai Diri
- PSN Perisai Putih
- Tapak Suci Putera Muhammadiyah
- Phasadja Mataram
- Perpi Harimurti
- Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)
- PPS Putra Betawi
- KPS Nusantara
Pada masa Bp Eddie M Nalapraya, aspek-aspek
lengkap mulai dikembangkan. Ada workshop-workshop untuk pengembangan pencak
silat seni dan lain-lain. Didukung pendanaan yang powerfull dari Bambang Tri,
Prabowo Subianto, Rossano Barack dan terakhir Rachmat Gobel.
Pada Munas IPSI tahun 2003, Ketua Umum PB
IPSI yang dijabat oleh Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya digantikan oleh
Letjen TNI Prabowo Subianto.
Pada Konggres/MUNAS XII IPSI 2007,
ditetapkan lima perguruan yang memenuhi syarat menjadi anggota tingkat pusat
kategori biasa, yaitu:
- Persinas ASAD,
- Kalimasada,
- PSTD Indonesia,
- Satria Muda Indonesia dan
- Betako Merpati Putih.
KETUA UMUM DEWAN PENGURUS PUSAT IPSI DARI MASA KE MASA
- Mr. Wongsonegoro Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 1948-1973.
- H. Tjokropranolo Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 1973-1981.
- H. Eddie M. Nalapraya Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 1981-2003.
- H. Prabowo Subianto Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IPSI 2003-2016.
MAKNA LAMBANG IPSI
- Warna Kuning : berarti bahwa IPSI mengutamakan budi pekerti dan kesejahteraan lahir dan batin dalam menuju kejayaan nusa dan bangsa
- Bentuk Perisai Segi Lima : berarti bahwa IPSI berasaskan landasan idiil Pancasila, serta bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati
- Sayap Garuda berwarna Kuning berototkan merah : berarti kekuatan bangsa Indonesia yang bersendikan kemurnian, keluruhan dan dinamika, Sayap 18 lembar, bulu 5 lembar + 4 lembar + 8 lembar berarti tanggal berdirinya IPSI adalah 18 Mei 1948. Sayap 18 lembar, terdiri dari 17+1 berarti IPSI dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan bersatu membangun negara
- Untaian lima lingkaran : melambangkan bahwa IPSI melalui olahraga merupakan ikatan peri kemanusiaan antara pelbagai aliran dengan memegang teguh asas kekeluargaan, persaudaraan dan kegotong royongan
- Ikatan pita berwarna merah Putih : bahwa IPSI merupakan suatu ikatan pemersatu dari pelbagai aliran Pencak Silat, yang menjadi hasil budaya yang kokoh karena dilandasi oleh rasa berbangsa, berbahasa dan bertanah air Indonesia.
- Gambar tangan putih di dalam Dasar hijau : menggambarkan bahwa IPSI membantu negara dalam bidang ketahanan nasional melalui pembinaan mental/fisik agar kader-kader IPSI berkepribadian nasional serta berbadan sehat, kuat dan tegap.
DEFINISI PENCAK SILAT
Di masa lalu tidak semua daerah di
Indonesia menggunakan istilah Pencak Silat. Di beberapa daerah di jawa lazimnya
digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatera orang menyebut Silat. Sedang kata
pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat.
Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak
dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar,
latihan dan pertunjukan.
Silat, mempunyai pengertian gerak bela
diri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan
diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri/manusia dari bela diri atau
bencana. Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni,
bela diri dan kebatinan. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat
PB. IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah sebagai berikut :
Pencak Silat adalah hasil budaya manusia
Indonesia untuk membela/ mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan
integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk
mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar